14 Januari 2014 (fyi, postingan akan ada banyak foto)
Lake Kawaguchi
Pemandangan yang indah menyambut saat kami terbangun di pagi hari. Saat membuka tirai jendela, menjulang di kejauhan, Gunung Fuji yang diselimuti salju. Wuiiihh, langsung tak sabaran ingin turun ke bawah, untuk berfoto dengan latar belakang gunung tersebut, mumpung belum ditutupi kabut. Kali ini saya pakai longjohn lengkap dan sweater tambahan, karena sudah terasa dinginnya luar biasa.
Sampai di bawah ternyata sudah ada dua orang rekan yang turun ke depan danau, agar bisa mendapatkan view Mt. Fuji. Baruuuu saja keluar semenit, tangan sudah beku. Buru-buru pakai sarung tangan, itu pun sudah terlambat karena jari jemari sudah terasa kaku, mau pencet view di kamera saja gak kena-kena, hahah. Sempat foto beberapa kali saja pakai smartphone, soalnya kalau smartphone kan harus touch screen toh, artinya harus buka sarung tangan. Halah, tak sangguuuppp. Pokoknya foto Mt. Fuji di kamera itu banyak sekali, seakan ingin terus diabadikan.
Nah, saat lagi loading bagasi ke bus rombongan langsung check out karena malamnya kami akan bermalam di Yatsugatake Royal Hotel si bapak driver datang menghampiri saya. Bapak ini baik sekali, ramah sama semua. Beliau berbicara dengan bahasa Jepang sambil menunjuk kamera saya lalu menunjuk ke arah di belakangnya. Maksudnya apa, ya? Saya kira bapaknya minta difoto, saya ikuti dia. Tapi ternyata bukan itu. Tiba di depan bus, ia menunjuk sebuah kolam ikan kecil. Memangnya kenapa kolamnya? Ternyata, ya, permukaan kolam ikan itu membeku! Terpukau saya dibuatnya. Saat saya sentuh, lalu saya ketuk, baru esnya pecah. Ikan-ikan di dalamnya begerak.
Saya mengabadikannya dalam video dan langsung upload di Instagram.
Mount Fuji
Kami pun melanjutkan perjalanan ke Gunung Fuji. Gunung Fuji adalah gunung tertinggi di Jepang, tingginya 3.776 meter, dan katanya gunung ini punya medan magnet di dalamnya, sehingga sering kejadian ada pendaki yang hilang kontak, bahkan helikopter juga pernah jatuh.
Saat akan memasuki jalur ke arah pegunungan, Pak Hendry – local guide kami – mengingatkan agar kami silent sekejap. Kenapa? Iya, karena begitu bus memasuki step pertama, ada suara musik yang terdengar seolah-olah dari arah pepohonan, menyambut pengunjung yang datang. Kata Pak Hendry, suara musik itu berasal dari piringan hitam yang menyala saat roda bus menginjak alat pemicu di jalan, kurang lebih begitu. Beberapa ratus meter kemudian, suara musik itu berhenti.
Tiba di atas, tepatnya di tempat pemberhentian bus, rombongan buru-buru mengenakan semua perlengkapan, karena sudah tak sabar ingin turun. Ingin main salju! Semua pada pengen merasakan salju seperti apa. Tapi mesti hati-hati juga. Black ice, atau salju yang sudah keras, itu licin sekali, bisa terpeleset. Memang gak salah pilih boots dengan sol mirip sepatu tentara, anti selip boots. Nancapnya mantap. Saya asyik mencari tumpukan salju untuk diinjak, huhuuuuyy sensasinya asyiikk…
Juga coba tiduran di salju, meski tidak lama-lama, karena takut jaketnya basah, secara hanya bawa satu. Tapi ternyata basah sedikit juga gak tembus ke dalam, tuh. Saya lihat teman-teman lain sibuk main efek-efekan salju. Itu lho, seolah-olah hujan salju, lalu kami foto pakai shutter speed tinggi. Kocak deh, saking semangatnya para pemeran pembantu yang bertugas melempar salju, modelnya sampai menelan sedikit butiran salju, hahah. Seru deh pokoknya.
Kami tidak lama di sana, hanya sekitar dua puluh menitan. Rombongan bus turis lain sudah datang, sudah tambah ramai, foto-foto pun sudah banyak bocornya, dan karena sudah puas, kami pun naik kembali ke bus. Menuju tempat berikutnya. Ke Shirakaba, untuk main ski. Hah? Main ski? Kok tidak ada di itinerary ya?
Kami sempat singgah di rest area sebelum kemudian menuju sebuah resto untuk makan siang. Disuguhkan makanan di dalam satu mangkok saja, kata Pak Hendry, istilahnya gamimashe, semua makanan dicampur dalam satu mangkok dan bonusnya, mangkok uniknya itu boleh kami bawa pulang. Ah tapi sayang sekali, saat hari keempat, mangkoknya pecah, jadi saya tinggal di hotel deh.
Lake Suwa Shirakaba
Kalau selama ini hanya lihat di film-film saja, danau yang membeku di musim dingin, maka kali ini saya pun melihatnya sendiri. Sebelum tiba di tempat main ski di Shirakaba, kami melewati Lake Suwa. Semua protes ingin berhenti untuk foto. Guide bilang, “Tenaaang, ini cari parkir dulu, Pak, Bu, baru nanti kita menyeberang ke sono.”
Bagian tengah Lake Suwa memang belum membeku semua, tapi di pinggiran sudah mulai membeku sekitar 50% sih kayaknya, karena bayangan air danaunya masih terlihat. Beberapa itik yang terbang mendarat dengan santai di atas danau yang mengeras. Mau coba? Jangan. Nanti kalau esnya pecah gimana?
Lanjut lagi. Kali ini singgah sebentar ke Art Museum di Shirakaba. Ah, males deh ke sini. Soalnya dilarang foto. Jadi ya gak ada dokumentasi deh.
Jam empat sore, kami tiba di tempat permainan ski. Aduuh… saya agak kecewa nih, soalnya tidak ada info kalau akan ke tempat yang sangat dingin “Shirakaba” ini, hanya dibilang ke Tokyo. Kalau Tokyo kan dinginnya masih so-so lah, alias masih bisa kita tangkis dengan jaket gembung, sarung tangan, dan penutup telinga serta leher. Tapi di sini, jelas-jelas salju, dan saya yang memang gampang kedinginan (di Jakarta saja sering menggigil, apalagi di dekat salju bo!) langsung membeku. Dinginnya tembus melalui boots (padahal lapisannya tebal lho!), dan dari sela-sela sarung tangan dengan jaket. *berarti solusinya adalah harus pakai sarung tangan yang panjang sampai lengan, sehingga menutupi longjohnnya juga.
Yang lain tetap ingin main boat ski, kapan lagi kan, mumpung lagi ketemu salju, meski mereka setengah mati menahan dingin. Seorang teman saya lihat dari jauh, langkahnya saja sudah kaku ya bok tapi tetap memaksa main. Hahah, salut deh.
Dan berhubung tukang foto kedinginan, akibatnya tak banyak foto teman-teman yang bisa saya abadikan. Saya dan Rin, teman saya, juga Mb Fen guide dari Jakarta, dipersilahkan petugasnya menunggu di dalam ruang alat. Di situ ada heater. Haduhhh… legaaa…. langsung berdiri di depan heater, menghangatkan badan.
Jam lima kurang, baru selesai, karena memang sudah waktunya tempat itu tutup. Sebelum cabut, kami kesempatan langsung foto di ski-lift, kursi untuk membawa pemain ski ke atas. Petugas tidak keberatan, hanya senyum maklum saja. Tahu dia, ini turis norak gak ada salju di negaranya, hehe…
Sudah. Sudah capek semua. Sampai di bus, saya tepar dengan sukses. Tidur teler karena memang kurang istirahat. Terbangun saat suara guide terdengar, mengingatkan bahwa kita sudah hampir sampai.
Loh, tapi, kok, kanan kiri hutan semua? Kok gak sampai-sampai? Waduh, kemana kita ini? Hutan. Dan gelap. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ternyata, drivernya nyasar! Dan itu sudah gelap sekali lho, padahal belum jam tujuh malam. Jadi memang Yatsugatake Royal Hotel itu letaknya memang ke dalam hutan-hutan gitu, jadi banyak bus yang salah ambil jalan. Tiba-tiba bus berhenti, dan terdengar suara driver bicara dengan seseorang dari luar. Kami langsung tertawa. Lucu aja gitu, sudah nyasar di tengah hutan begini, tahu-tahu ada sosok yang muncul, jadi tempat bertanya. Sepertinya Jepang memang menghemat listrik, karena kanan kiri gelap sekali. Saat saya perhatikan dengan seksama memang ada beberapa rumah tinggal di situ, tapi tidak ada lampu jalanan sama sekali.
Tiba di Yatsugatake, makan malam dulu baru tidur. Makan malam yang enak dan lengkap, semua ada. Tentu saja sashimi jatah saya langsung pindah tempat.
Malam itu, sebelum tidur, saya Skype-an dulu dengan Vay. Baru kemudian pingsan dengan sukses.
Pingback: [Korea Trip] Gagahnya Mount Seorak | | BLOG-nya Zizy Damanik
satu kata Fuji-san kereen, foto2nya bagus banget mbak….
2 kali ke Tokyo aku gak ada pikiran ke Fuji-san mbak, tp keknya kok bulan depan aku tergugah buat kesana berkat baca postingan ini hahahahaha~
Enak banget sih Dut bolak-balik ke Jepang :).
yang pertama waktu msh mhsw mbak pas internship, yg kedua setengah tahun yang lalu dan yg perjalanan terakhir bulan depan krn blm sampai Kyushu 🙂
Ya kl aku khan backpacking aja mbak hihihi
salju oh salju,,memang pemandangannya indh