Turning Point

Seminggu terakhir, beberapa kejadian membuat saya terpikir dengan yang namanya turning point. Yaitu tentang keadaan dimana kita mulai mengambil keputusan untuk berubah, demi hasil yang lebih baik.

Semua orang punya turning point masing-masing. Ada contohnya, dulu dia termasuk orang yang gila hura-hura, semua hasil kerja kerasnya dipakai untuk hobi dan senang-senang, namun kemudian pada satu masa dia tersadar bahwa sudah saatnya berubah, saatnya memikirkan masa depan yang lebih baik. Mulai dengan mengurangi hura-hura, lalu menabung untuk bisnis usaha dan berinvestasi, sampai kemudian dia bisa melihat ke belakang, bahwa turning point yang dilakukannya sudah tepat. Sekarang dia sangat menghargai rupiah demi rupiah yang dihasilkannya dan menikmati hasil dari bisnis yang dijalankannya. Itu salah satu teman saya.

Kemudian, di kantor, beberapa rekan muda, terlihat mulai juga memikirkan untuk berinvestasi. Ada yang awalnya tanya-tanya ke saya, dengan uang sekian apa investasi yang bisa dilakukan. Saya sharinglah sedikit beberapa investasi yang pernah saya coba, namun pilihan saya kan belum tentu sesuai dengan dia, karena semua tentu harus disesuaikan dengan rencananya di masa depan.

Dan tak lama, yang bersangkutan kemudian memutuskan untuk membeli sebuah produk investasi. Good idea. Senang melihatnya mulai memasuki turning pointnya. Saya acungkan jempol padanya, karena dengan cepat mulai memutuskan untuk itu. Karena ketika dia memutuskan untuk menyisihkan sebagian tambahan pendapatan untuk berinvestasi, sebaliknya temannya yang lain baru berbelanja gadget impiannya. Prioritas yang berbeda. Biasalah itu.

Selain turning point dalam hal keuangan atau sebutlah kesadaran finansial, turning point lainnya adalah habit. Sering dong dengar cerita, kalau ada teman yang dulunya mantan anak gaul yang hobi nongkrong hingga larut malam atau dini hari, sekarang – kalau orang bilang – mendadak alim. Kalau ditanya, jawabnya, dia sudah bosan dengan dunia itu, sekarang saatnya menikmati hidup bersama keluarga.

Nah. Sebagian besar ada yang menganggap bahwa turning point yang tepat adalah ketika kau sudah menikah. Karena di situ biasanya orang mulai berpikir akan tanggung jawab. Punya keluarga berarti tentu saja harus membuat perencanaan yang baik demi kelangsungan masa depan mereka. Mulai dari rajin menabung, lalu mulai lebih banyak perhatian ke keluarga. Itu teorinya, lho. Kenyataannya ya gak semuanya begitu, sih.

Kalau ditanya kapan turning point saya soal kesadaran finansial, saya bersama beberapa teman dekat sudah mulai rajin menabung sejak masih lajang. Karena yakin bahwa tabungan akan dibutuhkan suatu saat nanti saat mulai berkeluarga. Dan kemudian ketika tabungan itu harus terpakai untuk sebuah kebutuhan penting, ya sudah ikhlaskan saja kan, mari memulai lagi dari nol. Saya selalu ingat kata ibu saya, selalulah punya tabungan sendiri, karena perempuan harus bisa mandiri, jangan terlalu berharap pada pasangan. Karena biasanya apa yang dihasilkan oleh para bapak, biasanya lebih banyak lari untuk hobinya, sementara apa yang dihasilkan oleh para ibu, balik-baliknya pasti untuk keluarga. Hi, para perempuan kuat di luar sana, nasihat ibu sama tidak? Kalian para lelaki, benarkah demikian? 🙂

Nah kalau soal habit, saya juga mengalami perubahan. Dan itu alamiah saja, tidak dipaksa. Saya memang sudah jatuh cinta setengah mati dengan anak saya, jadi sejujurnya saya tak suka kalau harus hangout untuk something yang tidak terlalu penting. Apalagi di usia sekarang, saat anak mulai kritis dengan keadaan dan mulai bisa protes karena merasa kurang perhatian. Hangout dengan teman, kerja saat weekend, tetap akan menyenangkan kalau bisa bawa anak juga. Itu maunya saya sih. Meskipun ya kadang keadaan tidak memungkinkan.

Jadi ingat beberapa bulan lalu seorang teman menyebarkan foto dengan quote berikut:

Work hard, but make time for yor love, family, and friends. Nobody remembers PowerPoint presentations on your final day. Jlebb!!

Benar sih quote itu, siapa pula yang akan ingat dengan ppt yang kita buat, ketimbang apa perbuatan dan perhatian kita selama ini untuk teman dan keluarga?

So. Bagaimana dengan kalian? Kapan kalian mulai memasuki turning point kalian? Yuk, sharing.

Thanks sudah berkunjung ke TehSusu.Com. Subscribe to Get More. Enter your email address:Delivered by FeedBurner
Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

27 thoughts on “Turning Point

  1. Turning point aku adalah ketika aku memutuskan menjadi single parent, mak 😉

    That’s tough, but something I’ve gotta get through…

    Dan bukan hanya dari segi finansial sj aku mengalami turning point, tapi juga dari segi keimanan dan kejiwaan…

    Mgkn begitu cara Allah mendewasakan hambaNya.. wallahu’alam.. 😉

  2. Saya suka juga sama yg namanya nabung, Mbak. Nabung di awal. Krn, kalau menunggu sisa, susaaah. 😀

    Btw, bisikin investasi yg ckup aman, dong. Via inbox FB. 😀

  3. Ellys

    Hai kak.. apa kbr?
    Turning point ku adalah saat ikut suami ke papua…
    Kangen kak zizy dan widonk

    • Zizy

      Hi Eelllzzzz… miss youu tooo….. Luar biasa ya Elz, keputusanmu untuk pindah ke Papua, tak semua orang rela melakukan itu.

  4. Bersyukurlah orang-orang yang berhadil sampai ke turning point tersebut. Ada beberapa orang yang saya tahu yang ternyata tidak pernah sampai ke titik itu. Huehehehe. Kalau saya waktu tahu bagaimana orang tua harus menanggung hutang kartu kredit.

  5. Menikmati dan mengelola setiap langkah kehidupan dengan cantik ya Jeng Zee. Yah perempuan adalah ekonom yang handal, pertimbangan investasinyapun smart.
    Salam

  6. memasuki turning point ketika lulus smk :D, dihadapkan pada pilihan ingin lanjut kuliah dengan tetap membebani orang tua / ingin mandiri dengan bekerja *galaunyaampunampunan* untuk mengambil keputusan.

    dan pilihan yg menjadi pilihanku adalah bekerja (berhijrah ke semarang), awal bekerja belum kepikiran lanjut kuliah, ketemu banyak orang dengan berbagai karakter sering sharing terbesit niat hati melanjutkan pendidikan. dan sekarang bisa tetap bekerja dan lanjut pendidikan tanpa membebani orang tua hihi.

    “selalulah punya tabungan sendiri, karena perempuan harus bisa mandiri, jangan terlalu berharap pada pasangan”. klo ini setuju banget, kakaku juga sering dikasih nasehat ini 😀

    • Zizy

      Iya Man.. karena perubahan itulah yang konsisten dalam hidup ini. Jadi kenapa tidak memilih untuk berubah menjadi lebih baik kan ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *