Akhirnya sampai juga ke part ini. Memilih tempat yang mau dikunjungi di Aceh itu tidak terlalu susah, tapi juga tidak gampang. Pandangan saya adalah, semua tempat pasti layak untuk dikunjungi dan bisa jadi cerita. Dan karena kita traveling dengan remaja, jadi yang kita cari tentu mengutamakan senangnya anak-anak. Dan tentu saja kita memutuskan harus pergi yang outdoor dan ada edukasi juga.
Jadi berikut ini adalah beberapa tempat wisata yang kami datangi kemarin saat traveling dan liburan ke Aceh. Disimak ya.
1. Museum Tsunami Aceh
Semakin banyak kita tahu tentang sejarah maka semakin baik kita mempersiapkan diri untuk masa depan. Museum Tsunami yang terletak di pusat kota Banda Aceh dibangun sebagai sebuah pengingat sejarah akan bencara tsunami dahsyat pada 26 Desember 2004. Tempat ini menjadi monumen penghargaan bagi mereka yang berjuang dalam bertahan hidup saat tsunami, hingga penghormatan bagi para korban. Untuk masuk ke museum ini, ada retribusi yang harus dibayar, dan tarifnya beda antara anak-anak dan dewasa.
Arstitektur museum ini sangat unik. Pertama kali memasuki gedung, kita langsung disambut dengan sedikit cipratan air dari atas, dan dinding-dinding dengan air mengalir. Penerangan dibuat temaram untuk menjaga suasana seakan-akan berada di saat tsunami terjadi. Di tengah ruangan ada deretan layar komputer kecil tempat pengunjung bisa melihat foto dan kisah dari mereka yang selamat. Kemudian ada satu ruangan kecil yang gelap dan tinggi, dinamakan Ruang Sumur Doa. Ruangan ini ditujukan untuk pengunjung bisa memanjatkan doa untuk para korban tsunami Aceh 2004, yang nama-namanya tertuliskan di dinding.
Sebagai orang yang turut merasakan secara tidak langsung efek dari tsunami Aceh ini, saya tidak bisa membuang semua kenangan itu. Saat itu saya masih di Medan (belum menikah), dan diawali dengan gempa yang sangat kuat di malam sebelumnya dan kemudian paginya. Hari Minggu itu komunikasi di Aceh terputus, seorang teman dekat saya di telco langsung ngebut ke Aceh karena tidak bisa mengbubungi orang tuanya, dia sudah ada feeling. Minggu malam, saya pergi makan indomie di warkop Elizabeth karena badan tidak enak. Lalu hari Senin, saya ditemani Utie sahabat saya pergi ke RS, dan ternyata saya demam karena kena cacar. Langsung disuruh pulang dan dikurung di kamar. Dan, di situlah baru terungkap bahwa di hari Minggu pagi terjadi tsunami di Aceh, dan saya menonton di TV bagaimana seramnya ombak laut menyapu daratan hingga pusat kota. Mengerikan.
Belum lagi kisah lain yang menyesakkan hati. Banyak keluarga dari Aceh yang homeless datang ke Medan karena tidak tahu lagi mau tinggal di mana di Aceh. Lalu anak-anak kecil yang kehilangan keluarga yang menjadi pengemis.
Museum Tsunami ini juga berfungsi sebagai tempat evakuasi jita terjadi tsunami. Dan kalau nanti kalian main mengeliling kota Aceh, bisa dilihat juga bahwa beberapa daerah di kota Aceh sekitarnya juga selalu ada titik tanda sebagai tempat evakuasi.
2. Pemakaman Kerkhof Peutjoet
Ini adalah pemakanan militer Belanda ketika perang Aceh berlangsung. Terletak di belakang Museum Tsunami, dan masih terawat dengan baik. Di dinding-dindingnya juga tertulis nama-nama prajurit lokal dan Hindia Belanda yang dimakamkan di tempat ini.
Kalau kita datang naik mobil dan parkir di samping Museum Tsunami, yang pertama ditemukan ya tempat pemakaman ini. Tentu saja yang bisa dilihat hanya pemakaman, tapi di mata saya tempat ini cukup menarik untuk jadi lokasi foto konseptual.
3. Wisata Religi Masjid Raya Baiturrahman
Hari pertama kami tiba di Banda Aceh, setelah beristirahat setengah hari di kamar hotel (capek bo’ 12 jam jalan darat naik mobil), kami ke masjid menjelang isya. Tadinya mau ke masjid saat maghrib, tapi karena pada kelelahan jadilah maghribannya di hotel saja baru kita jalan ke Masjid Baiturrahman.
Bumi Aceh jelas tidak bisa lepas dari budaya dan peradaban Islam, salah satu peninggalan sejarah Islam adalah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini dibangun pada 1612 Masehi dan memiliki arsitektur indah, menyerupai Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Raya Baiturrahman juga merupakan simbol persatuan warga Aceh ketika Tsunami Aceh terjadi pada Desember 2004, dimana ia menjadi tempat evakuasi bagi semua umat.
Saya tidak terlalu notice kemarin dengan payung-payung ciri khas Madinah, namun masjid ini sudah menjadi lebih dari sekadar tempat beribadah. Banyak warga datang untuk menikmati suasana di komplek masjid, anak-anak kecil bermain kejar-kejaran, hingga para anggota keluarga yang berfoto bersama (seperti kami). Jadi kalau lagi liburan ke Aceh, wajib datang ke sini ya.
4. Museum Kapal PLTD Apung
Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung, atau sering disebut sebagai Kapal Apung adalah saksi bisu Tsunami Aceh pada 2004. Dulunya ini adalah kapal generator listrik milik PLN, memiliki luas hingga 1900 meter persegi dan panjang 63 meter dan bobot 2600 ton, kapal ini sebelumnya berada di laut, tepatnya di pelabuhan penyeberangan Ulee Lheuh.
Akibat gempa bumi dan gelombang tsunami yang dahsyat, kapal ini terbawa dan terseret jke daratan sejauh hampir 5KM. Beberapa sumber menulis bahwa kapal terseret sejauh 2KM, tapi saya ingat saya membaca ceritanya di dalam kapal bahwa kapal berat ini bergeser sampai 5KM. Dan kemudian berubahlah fungsinya dari Pembangkit Listrik hingga menjadi Objek Wisata. Kondisi kapal ini masih utuh, pengunjung dapat melihat jangkar hingga kabel-kabel putus. Wisatawan yang datang bisa masuk ke dalam kapal untuk melihat paparan edukasi di setiap bagian kapal, seperti cerita dari mereka yang menjadi saksi hidup saat tsunami tiba, kemudian juga ada relief yang menggambarkan bagaimana kapal besar ini terdampar. Pengunjung juga bisa naik ke bagian atas kapal dan melihat pemandangan kota Banda Aceh. Asli, ini kapal besar, kapal kokoh, beratnya ribuan ton, dan bisa diseret oleh tsunami.
Datang ke sini bisa parkir di mana saja yang tersedia oleh pengelola parkir lokal, bayarnya lima ribu saja gak pakai digetok.
5. Puncak Gunung Geurutee, Aceh Jaya
Aceh memang menyimpan banyak tempat wisata unik dan pantas untuk dikunjungi, salah satunya adalah Puncak Gunung Geurutee, yang berada di perbatasan Kab. Aceh Jaya dan Kab. Aceh Besar. Kalau di Medan itu, lokasinya sama kayak kita mau ke Puncak Berastagi, berada di tepi jalan Medan-Berastagi. Puncak Geurutee ini biasa dijadikan tempat beristirahat para pengendara, yang bisa menikmati “indomie rebus bangladesh” bersama teh atau kopi panas di warung-warung sederhana di tepi jalan.
Kami meluncur ke tempat ini sebelum dzuhur. Untuk mencapainya kurang lebih satu jam perjalanan dari kota. Begitu tiba, kami langsung memilih satu warung yang kosong, dan menempati meja dan kursi santainya. Setelah memesan beberapa porsi Indomie rebus biasa dan minuman, kami duduk dan juga membuka bekal makanan yang memang dibawa seperti ayam goreng pedas, rendang, dan nasi. Hahah. Untung pemilik warung tidak keberatan, kan kami juga pesan minuman dan makanan tambahan dari dia ya. Oh iya, info saja kalau kita pesan Indomie di Aceh, jangan hanya bilang Indomie, karena nanti akan dibuatkan menu indomie khas Aceh, disebut Indomie Bangladesh. Jadi ada tambahan semacam bubuk cabe merah. Kalau mau aman dengan rasa original, harus bilang “indomie biasa”.
Dari atas Puncak Geurutee ini, kita bisa menikmati indahnya pemandangan yang ditawarkan, yaitu hamparan laut lepas yang berwarna biru kehijauan dengan udara yang segar. Tapi pengunjung memang tak bisa turun ke bawah, jadi kita hanya menikmati saja pemandangan pulau-pulau dari atas puncak.
Kekurangannya: tidak ada toilet yang memadai. Hanya ada bilik ala kadarnya, dan harus membawa air dengan ember atau botol bila kebelet.
Saran: jangan makan pedes-pedes, dan usahakan tidak banyak minum kalau ke sini. Toilet terdekat ada di bawah puncak, sekitar 15 menit jalan turun, di dalam lokasi Wisata Geurutee. Cuma ya kurang bersih juga.
6. Pantai Momong di Lhoknga, Aceh Besar
Sekarang saatnya ke pantai! Rugi kalau ke Aceh tidak main ke pantai. Bicara soal wisata pantai di Aceh jelas tidak akan habis, karena kanan kirinya laut semua. Geser sedikit sudah ganti nama pantai.
Kami ke Pantai Momong sore hari setelah dari Geurutee, sengaja agar tidak terlalu panas dan sudah tidak terlalu ramai pengunjung. Kalau kalian datang dari kota Banda Aceh ke sini, kurang lebih perjalanannya 45 menit. Akses jalan awalnya beraspal tapi saat sudah masuk ke areal pantai, jalanan agak kurang bagus ya. Penuh bebatuan, dan juga ada yang berlumpur. Satu lagi, jangan harap ada penerangan jalan, jadi kalau ke sini dengan kendaraan pastikan lampu kendaraan berfungsi dengan baik. Namun jangan khawatir, menemukan lokasinya tidak susah, karena ada papan petunjuk arah yang dibuat oleh pengelola, bayar retribusi juga hanya Rp5000.
Pantai Momong yang menghadap ke Samudera Hindia ini terkenal dengan tebing dan karang-karangnya. Di lokasi kami bersantai yaitu di Eky’s Momong, bisa dikatakan cukup aman untuk pengunjung berenang. Ada lokasi khusus untuk anak-anak bermain air, lalu di depan sana juga ada beberapa batu karang besar yang menjadi penghalang dan pemecah ombak, sehingga bila kita berenang di balik karang itu, lebih aman dan tidak akan ditarik ombak. Saya lihat tulangnya Vay sangat menikmati mandi di pantai (kangen Biak sepertinya haha), bolak-balik mengejar ombak.
Kalau suka dengan kondisi pantai yang sunyi sambil menikmati semilir angin pantai, Pantai Momong pilihannya.
Kekurangannya: menu makanan di Eky’s Momong tidak lengkap. Percuma saja pesan dari menu, setelah ditunggu satu jam, dan disusul ke dalam, ternyata hampir semua tidak ada. Nasi goreng tidak ada, ikan bakar boro-boro, yang ada hanya kentang goreng sama air mineral dan teh susu. Padahal ini musim libur lebaran lho, tapi menu-menu itu hanya ada di kertas saja. Bagaimana kalau bukan musim libur, mungkin hanya ada indomie.
7. Pantai Penyu di Dayah Mamplam, Lhoknga
Sebelum kami ke sini sebenarnya ada satu tempat lain yang ingin kami kunjungi, wisata menyusuri sungai dengan perahu, saya lupa namanya. Sungai cantik berwarna hijau gelap kebiruan, tapi waktu tiba di lokasi kok kelihatan beda dan agak serem ya karena tidak ada yang lagi main perahu. Kami pindah ke tempat lain yang juga katanya mirip, eh ternyata tempat wisatanya terlalu ramai. Ketawa-ketawalah anak-anak, “Ini sih sama kayak Sembahe.” Sembahe itu tempat pemandian di kaki Sibolangit, dekat Medan, dan much much better than this place lah.
Akhirnya kami putuskan untuk ke pantai saja lagi. Tidak usah jauh-jauh cari pantai eksotis yang harus masuk ke dalam-dalam, di sepanjang jalan juga banyak pantai-pantai indah yang bisa dicapai dengan mudah.
Ada deretan pantai di daerah Dayah Mamplam, silakan pilih. Dan kalau saya tidak salah, pantai yang kami mampiri ini namanya Pantai Penyu. Kami tiba menjelang makan siang (kali ini tidak bawa bekal karena sudah habis lauk pauk yang dibawa dari Medan), dan duduk di pondok di tengah pohon-pohon cemera.
Tempat ini sangat rekomen untuk istirahat menikmati semilir angin pantai dan menununggu sunset. Ombaknya lumayan besar, tidak ada batu karang seperti di Pantai Momong, jadi harus berhati-hati bila ingin berenang di laut lepas, jangan terlalu ke tengah. Akan tetapi ada kolam kecil yang dangkal tapi cukup luas, untuk para pengunjung bermain air dan mandi-mandi di situ. Tidak ada retribusi, cukup pesan makanan dan minuman saja dari warung yang ada di situ. Anak-anak cowok langsung terjun ke pantai. Vay, karena si kakak gak ikut turun ke laut, dia juga gak mau turun mandi. Cukup main air di tepi pantai. Saya juga tidak turun basah-basah karena sudah tidak mau ganti baju lagi. Soalnya malamnya saya akan pulang duluan ke Medan naik bus, sementara yang lain masih besoknya lagi.
Tak lama, datang keponakan memberitahu kalau ada lumba-lumba yang terdampar, kondisinya sudah mati. Saya pun turun ke pantai, ingin lihat seperti apa lumba-lumbanya, merekam agak jauh. Ternyata ukurannya besar sekali, sepertinya sudah lebih dari satu hari terdampar di pantai, karena sudah berbau. Abang dan keponakan saya yang mandi-mandi dan melihat dari dekat, menceritakan kalau ada luka di badan lumba-lumba malang itu. Kasihan ya.
Kekurangannya: menu makanan tidak lengkap. Yang saya heran pantai-pantai ini selalu menuliskan ada menu ikan bakar, tapi begitu masuk dan duduk, tidak ada. Kemana perginya ikan-ikan itu???
Tentu saja masih ada banyak destinasi wisata di Aceh yang belum disebutkan di atas. Termasuk rumah yang atapnya ada kapal. Kemarin tidak sempat ke sana, entah kenapa keingetnya saat sudah di Medan padahal sudah direncanakan. Semoga lain kali bisa ke Aceh lagi.
Pingback: 6 Tips Menjaga Tubuh Tetap Sehat dan Fit Saat Traveling | Life, Parenting & Travel Journal Mommy Blogger
aku belum kesampaian nih kak mampir ke Nangroe Aceh Darussalam.. aaah ada banyak tempat yang bersejarah dan juga penuh cerita ya di propinsi paling barat ini. Aku pun anak – anak udah remaja.. thanks for the tips
Mba Indah, terima kasih ya sudah mampir…
Lumayan pe-er buatku sih klo ke Aceh, jauh kalau jalan darat dari Medan, capek juga. Kalau naik pesawat saat peak pun muahalll tiketnya.
Pingback: Liburan ke Aceh Sama Vay, Perjalanan Singkat Tapi Padat | Life, Parenting & Travel Journal Mommy Blogger