Able & Disable

Kemarin siang saya ada di suatu tempat di Jl. Sabang, hendak mencetak kartu nama. Seorang pria datang melayani saya, saya menyerahkan flashdisk, dan dia mengajak saya ke bagian dalam untuk meng-edit. Dipanggilnyalah seorang anak muda dengan suara keras, menyuruhnya untuk membantu saya. Anak muda berbaju hitam itu mengambil flashdisk dari tangan si pria tadi dan mencari-cari komputer mana yang bisa dipakai.

“Yang ini gak bisa. Ini corelnya rusak! Rusak! Yang sebelah sana,” kata seorang lelaki lagi. Heran, kenapa orang-orang ini bicaranya teriak-teriak, pikir saya. Anak muda itu pun beralih ke komputer lain. Dia duduk, dan saya berdiri di sebelah kirinya. Flashdisk saya dicolokin, untuk melihat file yang mau di-edit.

“Yang itu mas, coba buka jipeg-nya,” kata saya. Anak muda itu menoleh cepat, seakan ingin memastikan perintah. Saya mengulangnya lagi, dan setiap kali saya selesai bicara dia menoleh cepat ke saya. Saya melihat beberapa kali kursor berpindah antara dua file di dalam flashdisk itu, seakan dia ragu. Saya mulai terganggu dengan sikapnya itu. Saya merasa, kenapa sih pemuda satu ini bolak-balik melihat ke saya setiap saya bicara? Apa saya gak jelas bicara atau apa?

Setelah kedua file di dalamnya terbuka, anak muda itu menoel lengan saya. Dia menunjuk kursi di sebelah kanannya. Saya duduk di sebelahnya sambil berpikir, barangkali dia sedang puasa bicara, karena setelah diingat-ingat dia tidak bersuara sejak tadi. But somehow, ketika kami mulai berinteraksi, saya kemudian menyadari, bahwa sebenarnya si anak muda ini bukannya sedang puasa bicara, tapi dia adalah penderita tuna rungu. Ah, langsung timbul sesal di dalam hati karena sudah berpikir jelek. Pantas saja dia tadi bolak-balik melihat ke saya, mungkin maksudnya ingin membaca gerak bibir saya. Dan itu pula sebabnya kenapa semua orang berbicara keras padanya. Dan beberapa kali kami berinteraksi pula pakai bahasa isyarat ala kadarnya, seperti saat saya menanyakan padanya sebaiknya dimana letak nomor handphone, dia memastikan lagi dengan membikin isyarat jempol dan kelilingking ditempel ke telinga lalu menunjuk layar kerja di komputer. Dia hanya bersuara sekali, dan kecil saja, dan itu memastikan saya bahwa memang dia juga menderita tuna wicara.

Jadi apa sebenarnya yang dimaksud dengan tuna rungu?

Wikipedia mengatakan : Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB),
2. Gangguan pendengaran ringan (41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang (56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat (71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

**Saya juga menemukan sebuah blog informatif seputar tuna rungu. Bisa cek di sini.

Karena saya jarang sekali berkomunikasi dengan penderita tuna rungu (plus tuna wicara), terasa sekali agak susah memikirkan dengan cepat isyarat apa yang akan digunakan untuk berkomunikasi. Kalau kami kesulitan, temannya datang dan menoelnya agar anak muda itu bisa membaca gerak bibirnya. Dibantu juga dengan isyarat ala kadarnya. Saat hasil edit sudah selesai, dia memandang saya dan saya mengatakan “OK” dengan jempol saya.

Hasil googling saya, kalau tidak salah bahasa isyarat untuk kaum tuna rungu disebut American Sign Language. Dan kaum tuna rungu di luar juga sudah terbiasa menggunakan ASL. Seperti pada episod CSI minggu lalu : “The Two Mrs. Grissom” yang bercerita tentang Sara Sidle (Mrs. Grissom) yang mengalami banyak benturan dengan ibu mertuanya (another Mrs. Grissom) yang menderita gangguan pendengaran. Yang diangkat di situ bukanlah benturan karena kesulitan komunikasi antara keduanya — bahkan Sara terlihat sangat lancar berkomunikasi ASL — tapi lebih ke masalah biasa antara menantu dan ibu mertua (ya tahu sendirilah …). Yang jadi perhatian saya adalah, betapa di luar sana penderita tuna rungu punya komunitas sendiri yang cukup eksis dan sangat diakui di masyarakat. Bahkan secara akademis pun mereka tak kalah berpreastasi dibanding orang normal. Saya melihat betapa toleransi dan kenyamanan antara yang able atau disable benar-benar dijaga.

CSI:

Dan menonton episod CSI kemarin itu, ditambah dengan pertemuan dengan anak muda itu kemarin, membuat saya tertarik juga ingin belajar ASL sedikit-sedikit. Mungkin karena saya tidak melihat ada satu senyum pun keluar dari bibir anak muda itu. Berbeda dengan teman-temannya yang sesekali tertawa-tawa riang, saya melihatnya begitu sepi. Ingin rasanya menghadirkan senyum untuk mereka yang disabled.

Quote di tempat Digital Printing itu

Sudahkah kamu tersenyum hari ini? Dan berapa orang yang tersenyum bersamamu?

56 Comments

  1. oma

    Hari ini belum senyum, baru akan memulai hari. Tapi kemarin penuh senyuman, terutama saat ngegosipin orang #eh

    Huhu, terharu bacanya. Pasti beban yang berat bagi keluarganya untuk membesarkan anaknya. Untung anaknya ga dibuang~ karena beberapa bulan yang lalu sempat ada anak tuna rungu yang dibuang di dekat kampus, kesian T~T

    Sepertinya keinginan untuk membuat “normal” mereka yang disable, bukan hanya beban orang tua tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Tapi sepertinya masih sangat jauh dari harapan. Ah, semoga cepat terealisasi 😀

  2. Mantaff deh sama adik tsb, masih banyak orang yg dilahirkan sempurna tapi berhubung malas, memilih untuk meminta2. Gga hy di Indo, disini juga, malahan disini lebih parah sebab tinggal tinggal di rumah saja tiap bulan dapet santunan dari pemerintah. What a shame.

  3. bagusnya kalo orang2 yang disabled tapi tetep percaya diri ya… 🙂

    barusan kemaren ini pas lagi ke toko, ketemu satu orang. dia lagi milih2 storage basket. dan tiba2 nanya ke gua, ini warna ungu bukan. soalnya dia color blind.
    sempet kaget juga sih pas ditanya, soalnya gak pernah ketemu orang nanya begitu sebelumnya. hehe

  4. Ok Mantap orang yang tuna rungu dan wicara mau berusaha untuk mencari nafkah, banyak orang yang sehat jasmani mencari uang dengan tanpa berusaha dengan jalan yang tdak halal

  5. lebih salut lagi sama anak muda itu, walaupun difable dia mampu bekerja dengan keterampilan yg dimilikinya.
    luar biasa…

  6. Wuih…saya terhura mbak bacanya, eh..terharu maksudnya 😀
    Saya juga pernah mempunya pengalaman yang sama dengan mbak.
    Tapi sayangnya, ada juga yang memperlakukannya kurang baik.
    Malah dikata2in inilah..itulah.
    Ya..pokoknya jelek2in kekurangannya lah.
    Kasian juga yah, soalnya apa yang dia alami kan sebenernya tidak ia inginkan…

  7. saya jadi ingat pernah punya pengalaman berinteraksi dengan tuna rungu sebelah, memang gerak bibir kita yang dibaca, dan raut muka kita juga.. tergantung dari tingkat keparahan dan awal kejadian, kalo dari kecil biasanya disertai dengan kebisuan..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *