Jadi, ceritanya seminggu yang lalu, saya dan teman-teman anggota klub fotografi di kantor pergi ke Bali. Kenapa ke Bali? Ya kenapa enggak? Ya kan? Hahah. Sebenarnya tujuan awal kami adalah ke Nusa Penida. Namun, dua minggu menjelang tanggal keberangkatan, panitia dapat ‘surat cinta’ dari Pengusaban Jagat Nusa Penida, menginformasikan bahwa pada tanggal 6 Oktober akan dilaksanakan Ritual Nyepi Segara, sehingga semua aktivitas di laut harus dihentikan apa pun bentuknya, mulai pagi hingga 24 jam ke depan.
Berhubung tiket sudah dipesan, akhirnya panitia pun putar akal, yaitu mencari lokasi hunting di wilayah Bali, dengan tidak mengenyampingkan status Gunung Agung yang sedang berstatus awas.
Ini adalah hunting pertama saya bersama teman-teman di klub, setelah bertahun-tahun menjadi member. Beberapa kali ada acara memang tak pernah bisa ikut karena selalu bentrok, tapi kemarin itu saya pikir, hei kalau bergabung dalam sebuah komunitas ya sering-sering joinlah. Apalagi pas acara 17-an kemarin sempat menang lomba fotografinya. Masa habis menang kabur? LOL.
Perjuangan ya bo’ untuk sampai ke Bali ini. Jam setengah lima pagi tiba di bandara dan ternyata system lagi offline, so kami semua dikasih boarding pass yang ditulis dengan tangan. Lalu ternyata pesawat tetap berangkat on time, jadilah kami berlari-lari mengejar boarding. Dua puluh enam orang ikut, sebagian besar membawa perlengkapan perang yang komplit, seperti dua body kamera, beberapa lensa, filter ini itu, perlengkapan lighting (karena kami juga akan ada sesi motret model) dan tripod tentu saja.
Saya sempat galau juga. Tapi demi mempertimbangkan kesehatan punggung (gak kuat nenteng berat-berat) saya putuskan membawa mirrorless dengan lensa wide dan satu lensa fix. Tripod juga beli baru yang ringan. Karena masih jarang foto landscape, jadi kemarin itu belum berani beli filter banyak. Jadi hanya bawa 1 filter CPL saja, dirasa cukuplah kemarin. Tapi ya setelah perjalanan ini, rasanya memang harus melengkapi filter ND dan GND.
Dua hari satu malam di Bali, itinerary kami hunting foto ke mana saja? Ada beberapa tempat yang sudah direncanakan oleh panitia, tapi kondisi cuaca saat kami di sana membuat kami terpaksa kehilangan 3 spot, yaitu Hidden Canyon Sukawati, Green Bowl Beach, dan Pantai Uluwatu.
Jadi, ke mana aja? Di postingan ini saya akan bercerita dulu tentang Air Terjun Tegunungan yang kami kunjungi di hari pertama, yaitu Air Terjun Tegenungan.
Perjalanan kami ke tempat ini ditempuh sekitar satu jam lebih. Tiba di tempat sekitar sebelas siang, kami pergrup berpencar. Ya ampun panasnya. Kalau bule mungkin doyan, tapi saya kan gak mau gosong, jadi ya sudah sedia topi dan outer lengan panjang. Maklumlah ya, saya ini sudah item sejak lahir, tapi ya gak mau gosong juga.
Nah karena sehari sebelumnya ternyata baru turun hujan lebat di Bali, air yang seyogyanya rada bening pun berubah jadi secoklat karamel. Jadi difoto juga ya kurang kece. Saya gak jalan sampai ke bawah air terjun sana, soalnya airnya lagi gak bagus, jadi malas juga. Acara foto-foto lebih banyak di sisi bawah sungai, belajar menghasilkan foto debit air menjadi selembut kapas. Yeah berhubung gak bawa filter ND, jadi saya hasil fotonya juga apa adanya. Sempat dipinjamkan filter ND 8, dan lumayanlah meski tidak puas hihi… (Ini artinya ya harus beli filter ND sendiri, Zy!!)
Untuk sampai ke lokasi utama air terjun, pengunjung harus menuruni sekitar 140 anak tangga. Turunnya sih masih enak ya… begitu tiba saatnya kami naik, mulai deh ngos-ngosan. Salah satu rekan sempat merasa sesak dan hampir muntah di tengah perjalanan naik ke atas, dan harus beristirahat sejenak di tengah-tengah. Kami sempat khawatir, takutnya ada serangan. Untung saja tidak dipaksa naik, ya. Kalau mau naik memang harus pelan-pelan, sesuaikan dengan kemampuan.
Yang ada begitu tiba di atas, langsung ngejogrok di sebuah restoran. Paha dan betis terasa kencang, mulai gemetar. Tripod saja tanpa sadar terlempar begitu saja di lantai saking lelahnya, hahah.
Jajanan menarik dari tempat ini adalah es kelapa muda dan gelatonya. Siapkan budget cukup ya karena tentu saja harganya tidak terlalu murah. Tapi toilet di sini bersih kok, disediakan tisu juga. Kalau kita duduk dan pesan makanan1 di restorannya, toilet gratis. Tapi kalau gak makan, harus bayar sekitar Rp2000-Rp5000.
Dan namanya juga tempat wisata, di sini semua yang dibutuhkan ada. Gak bawa topi, bisa beli. Ingin berenang, celana pendek dan kaos ada dijual. Sandal jepit juga. Tas-tas dengan motif menarik juga sangat menggoda untuk dibeli. Sungguh saya tergoda untuk beli, tapi tentengan kok ya rasanya banyak ya.
Tenteng backpack, kamera dan tripod rasanya sudah cukup untuk saat itu.
Dua jam di Air Terjung Tegenungan, kami pun beranjak pergi, ke spot lain.
-ZD-
Air terjun yang sangat indah dan mengesankan. Airnya jernih banget, dan udaranya sejuk. Seni bebatuan yang disusun menjulang ke atas menjadi daya tarik yang unik. Lokasi air terjun sangat dekat dengan pasar seni sukawati. Amazing….
Biar coklat begitu, tp tetep bagus kok mba 🙂 .. Mungkin krn efek filternya juga.. Aku beneran jd pgn ngelengkapin peralatan kameraku dengan aneka filter gini
Iya efek filter ya jadi agak smooth hehe..
kalau di tempatku menyebut warna air ini bukan coklat karamel tetapi butek mbak…
Pingback: Steel Wool Photography di Bali | | BLOG-nya Zizy Damanik
Asik juga ya trip bareng temen temen buat hunting foto ya…
Iya Man. Satu hobi jadi seru..
Waah akhirnya ga jadi ke Nusa Penida ya kak, padahal cakep banget disana ya. Seru banget denger ceritanya.
Iya, belum rezeki ke sana nih Mbak…
Pingback: Sunset di Echo Beach, Bali | | BLOG-nya Zizy Damanik