Kenapa Menulis Rasa Syukur?
Semakin bertambah usia, saya makin sering merenung: apa sih yang benar-benar bikin hati kita damai? Jawabannya ternyata sederhana, teman-teman: bersyukur. Sejak saya mulai mencatat hal yang disyukuri setiap hari, hidup terasa lebih ringan. Kadang memang nggak selalu ada kejadian besar, tapi justru momen kecil sehari-hari itu yang bikin hati hangat. Nah, kali ini saya ingin berbagi cerita jurnal syukur harian saya minggu ini — siapa tahu Anda juga terinspirasi untuk mulai menulis.
5 Hal Kecil Minggu Ini yang Bikin Saya Tersenyum
1. Sapaan Hangat dari Barista Starbucks Pondok Bambu

Sudah dua minggu ini saya agak rutin mampir ke Starbucks dekat rumah. Karena Vay sudah libur, saya kemarin mengantarnya untuk latihan untuk event EOY, dan karena gak akan lama saya pun memilih melipir ke Starbucks. Sebenarnya ada dua kedai kopi lain yang dekat dari sekolah, tapi yang satu tidak recommended untuk duduk dan bekerja buka laptop, dan satu lagi yang ada di komplek, pegawainya menurut saya kurang ramah. *Sebagai mantan owner yang selalu turun melayani pembeli, semua pegawai yang lolos kerja sama saya pasti yang beneran punya jiwa melayani.
Saya lebih suka di Starbucks Pondok Bambu. Sejak jaman sebelum pandemi sudah sering ke situ. Saya suka dengan sapaan hangat dari para baristanya. Kalau teman-teman tahu yang namanya tulus, seperti itulah mereka. Setiap barista di Sbux punya kalimat sapaan yang berbeda. “Kakak mau kerja? Atau nongkrong aja?” Ketika saya angkat kepala saya, saya baru ngeh ini baristanya beda. “Oh, iya. Ini mau kerja sambil nunggu anak saya lagi ada acara di sekolahnya. Lalu di gelas Americano saya yang ekstra shot, tertulis: “Good to see you!”
Hanya sapaan sederhana, tapi rasanya seperti diingatkan bahwa dunia ini nggak sekeras yang kita bayangkan. Kadang, perhatian sekecil itu cukup untuk membuat kita tersenyum di hari itu. Dan, pernahkah teman-teman membayangkan, bahwa mereka juga senang karena setiap hari masih bisa datang kerja dan melayani pelanggan? Ya, itulah satu hal yang perlu disyukuri.
2. Senyum Manis Petugas Karcis
Waktu saya pulang dari belanja mingguan, di pintu keluar parkiran, petugas karcis tersenyum lebar sambil berkata, “Hati-hati di jalan, Bu.” Saya tahu, itu mungkin kalimat yang dia ucapkan ratusan kali sehari. Tapi di tengah panas terik dan lelahnya dia bekerja, senyum tulus itu terasa seperti tepukan tak kasat mata. Hal sederhana yang membuat saya merasa: ah ternyata masih banyak kebaikan di sekitar kita.
3. Bapak Penjual Martabak Telor yang Sederhana
Kamis pagi kemarin, saya mampir ke gerobak martabak di dekat taman. Dulu saya selalu suruh mbak di rumah untuk beli, tapi karena sekarang tidak ada mbak, jadi saya jalan sendiri ke situ. Ini martabak telor recehan yang tipis-tipis itu, satu seribu. Si bapak penjualnya sedang sibuk menuangkan adonan, dan saya menunggu dulu. Beliau menoleh lalu tersenyum hangat, “Mau berapa, Teh?” Suaranya pelan, lembut. Duh, saya langsung merasa tertohok. Sebagai orang yang gak bisa basa-basi, saya termasuk yang gampang nge-gas. Tapi ketemu bapak yang lembut begini, saya langsung adem. Bapak ini meski setiap hari dari pagi sampai sore dia mangkal di sini, beliau tetap ramah kepada siapapun yang beli, mau orang dewasa ataupun anak kecil.
4. Teleponan sama Abang Saya
Semenjak papi-mami sudah tidak ada, praktis hanya tinggal saya dan abang berdua. Benar kata orang-orang, ketika orang tua sudah meninggal, rasanya bingung tidak tahu harus ngapain. Saya yang jauh di sini, sering merasa sendiri dan kesepian, karena saya si introvert yang temannya sedikit. Semenjak tidak bekerja kan otomatis circle pertemanan pun habis. Tapi saya dan tulangnya Vay rajin saling video call. Biasanya abang saya suka ngasih tunjuk anaknya ke bounya ini, misalnya saat Si Kembar lagi belajar mancing. Alhamdulillah dia sadar adiknya di sini sendirian, dan butuh connect, butuh update.
Tapi Jumat kemarin yang bikin kami ketawa adalah: saya menelpon dia untuk kasih tahu kalau pas lagi makan lemper, mendadak gigi tiruan saya copot! Kami berdua ketawa ketika celetukan itu keluar, “Su tua e…” Hahahah! *Heh tenang aja, bulan depan saya ke dokter biar dipasang balik.
5. Langit Senja yang Indah
Satu sore, saya berhenti sejenak di teras rumah hanya untuk memandang langit. Warnanya jingga keemasan, dengan awan tipis yang seolah dilukis dengan lembut. Saya duduk tenang, menarik napas panjang, dan merasa: inilah kebahagiaan sederhana. Kadang, alam memberi kita hadiah tanpa kita minta.
Refleksi: Kebahagiaan Itu Sering Bersembunyi di Hal Kecil
Setelah menulis semua ini di jurnal syukur harian, saya jadi sadar satu hal: kebahagiaan itu nggak melulu soal pencapaian besar atau barang mahal. Justru hal-hal sederhana seperti sapaan hangat, senyum tulus, atau momen hening memandang langit — itulah yang memberi arti. Saya merasa hati ini lebih lapang, lebih siap menghadapi hari-hari berikutnya.
Saat kita mau membuka mata dan hati, kita akan lebih mudah melihat kebaikan. Dan percayalah, energi positif itu menular. Mungkin saja kita sedang capek, tapi lihat sekeliling: selalu ada alasan untuk bersyukur. Sapaan, senyuman, bahkan udara segar di pagi hari. Kalau kita mau, setiap hari ada momen yang pantas kita abadikan dalam syukur.
Saya pun merasa lebih dekat dengan orang-orang di sekitar saya. Dan yang terpenting, saya jadi lebih sabar dan tidak mudah mengeluh. Saya mau pusing karena lagi tidak ada klien? Di luar sana banyak yang leih pusing dari saya karena berbulan-bulan tidak dapat kerja. Selalu ada hal yang disyukuri.
Hidup terasa lebih seimbang, meski kesibukan tak pernah berhenti. Menulis hal yang disyukuri seperti ini jadi semacam terapi hati.
Sebagai penutup, kita dengarkan lagu Tulus yuk!