Halo Pembaca.
Putri saya saat ini sudah remaja, dan saya terus terang cukup kewalahan menghadapinya. Itu sebabnya saat ini saya mulai banyak menulis dan berbagi tentang parenting remaja di situs ini. Semoga bisa bermanfaat dan bisa saling membantu! 🙂
Sebagai orang tua kita memang ingin yang terbaik untuk anak. Namun sayangnya saat kita membuat kesepakatan dengan anak, seringkali kita sebagai orang tua terlalu memaksakan anak untuk menjadi apa yang kita inginkan atau apa yang menurut kita paling benar. Akibatnya anak mulai susah untuk diatur. Terutama saat anak-anak kita menginjak usia remaja.
Penolakan dari remaja terkadang diasumsikan oleh beberapa orang tua sebagai rasa kurang hormat kepada orang tua. Padahal sudut pandang antara orang tua dengan anak sangatlah berbeda. Saya rasa kita semua orang tua paham itu, namun seringkali orang tua mengedepankan ego, benar tidak. Berikut situasi dan sudut pandang dalam persoalan anak dan orang tua, seperti yang saya alami juga:
- Mereka yang muda, alias remaja, suka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Secara otomatis dan refleks mereka memberontak bila ada kontrol atau aturan yang dianggap tidak masuk akal
- Anak-anak di awal masa remaja tidak terlalu suka mandi atau belum terlalu aware sama kebersihan. Menurut mereka, mereka mandi satu kali sehari saja sebenarnya baik-baik saja, padahal di mata kita orang tua sudah kelewatan dan gak tahan ingin berkomentar
- Saat kita sebagai orang tua meminta anak berkomitmen akan sesuatu (karena kita sudah sangat frustrasi dengan kelakuan anak), anak melihat bahwa mereka dipaksa untuk setuju dengan perjanjian itu, dan menganggap bahwa orang tua melempar semua tanggung jawab langsung pada mereka
- Saat orang tua mengeluarkan rasa marah dengan berteriak dan bersuara tinggi karena menurut kita itu yang paling benar, maka anak menganggap bahwa begitulah cara orang dewasa mengatasi kesulitan, beragumen dengan suara keras
- Mereka lebih percaya pada apa kata komunitas mereka ketimbang fakta objektif yang disampaikan orang tuanya sehingga ini jadi perdebatan
Jadi dari kondisi ini kita bisa mengajarkan kepada anak kita beberapa aturan dan batasan yang tepat, sehingga mereka bisa menghadapi persoalan ini dan merasa memiliki tanggung jawab. Menggunakan cara yang bersahabat adalah kunci agar orang tua tetap bisa mendekati mereka dan mempertahankan nilai-nilai keluarga. Berikut adalah cara yang terbaik untuk menetapkan batasan dan aturan untuk anak.
Hubungan yang Baik adalah Yang Utama.
Utamakan menjalin hubungan yang hangat dan dekat dengan anak. Karena ini akan memudahkan kita ke depannya dalam dalam mengatur hal yang baik dan buruk, sebab sudah ada kepercayaan antara kedua belah pihak.
Bicarakan dengan Santun.
Kita tentu sering mendengar para pakar mengajarkan agar tidak menggunakan kata “jangan” pada anak sejak dia kecil, namun pada praktiknya tidak mudah, karena dalam keseharian berkomunikasi orang dewasa saja sering kali kita menggunakan kalimat sebagai contoh, “Jangan sampai terlambat ke kantor.” dan lainnya. Sekarang begitu anak sudah masuk usia remaja, kalimat perintah kayak, “Jangan main hape saat lagi belajar online,” lebih baik diganti dengan kalimat yang cukup santun tapi mengarahkan, seperti, “Mami lihat kok Adek sering sekali cek-cek hape saat belajar. Memangnya bisa konsentrasi kalau buka media sosial terus?”
Sering Mendengarkan, dan Berempati.
Sebagai orang tua, saat anak mulai bersikap tidak masuk akal seperti tidak mau mandi seharian, kita pasti mulai frustrasi. Tapi ternyata untuk anak remaja, tingkah orang tua ini dianggap berlebihan hanya untuk hal yang sama sekali tidak penting menurut mereka. Haha. Kalau anak saya malas mandi, saya suka iseng tanya ke dia, apa yang bikin dia tidak suka mandi? Apa yang bisa saya bantu agar dia bisa semangat mandi. Dan kadang-kadang (atau sering?) tidak ada alasan khusus, memang mereka malas mandi saja. LOL.
Membuat beberapa peraturan bersama-sama agar dia juga bisa diajak kerja sama.
Dalam beberapa hal yang menurut anak saya hal kecil tapi buat saya itu penting, maka saya tetap membuat peraturan dan menjelaskan padanya kenapa harus begitu. Seperti, karena dia sudah remaja maka dia sudah harus tahu bagaimana mencuci pakaiannya meski dengan cara yang simpel dan tidak boleh meninggalkan pakaian berantakan di kamar mandi , lalu bagaimana dia harus tahu cara membersihkan tubuh dan rambut dengan benar. Dia akan tahu gunanya bila nanti dia harus pergi menginap di rumah saudaranya sebagai contoh.
Buatlah Perjanjian yang Spesifik dan Masuk Akal.
Perjanjian memang spesifik dan masuk akal sehingga anak bisa berkomitmen. Sebagai contoh, anak saya sudah sepakat bahwa jam tiga sampai jam lima sore adalah jam no technology, jadi kalau dia kedapatan sedang menggulir layar ponselnya, saya akan mengingatkannya, seperti, “Kalau Adek mainnya sekarang, berarti jam pegang handphone nanti malam dituker dong ya. Jadi malam bisa dipakai untuk yang lain. Gimana?”
Perjanjian lain tentu saja juga mellibatkan apa yang dijanjikan orang tua, seperti tidak pegang ponsel di jam makan. Orang tua juga harus menyepakati janji bersama yang sudah dibuat ya.
Mengingatkan anak dengan tenang dan juga menggunakan sedikit humor.
Kadang humor lebih membantu ketimbang meminta anak melakukan ini itu dengan muka ketat. Dalam beberapa hal, bila saya sudah tidak mempan dengan memintanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, saya akan menyelipkan sedikit humor agar dia lebih santai dan kemudian terdorong untuk bergerak. Mengikuti aturan dan perjanjian yang sudah kita buat bersama.
Pingback: Yuk Kita Bahas! Pilar Penting dalam Parenting Anak | Life and Travel Journal
Pingback: 5 Cara Membantu Remaja Mengelola Kecemasan Pasca Pandemi | Life, Parenting & Travel Journal Mommy Blogger
Pingback: 5 Tips Menjaga Motivasi Anak Di Sekolah | Life, Parenting & Travel Journal Mommy Blogger