Potret Keraton Kasepuhan – Cirebon

Potret Keraton Kasepuhan – Cirebon

Wisata ke Cirebon belum lengkap bila tidak mengunjungi objek keratonnya. Salah satu yang kami singgahi beberapa waktu lalu adalah Keraton Kasepuhan, yang diklaim sebagai keraton paling megah dan juga paling terawat di Cirebon.

Tiba di depan keraton, kami sudah disambut oleh bapak pemandu berpakaian adat, bersiap untuk menjelaskan sejarah Keraton Kasepuhan. Awal berdirinya komplek keraton ini dimulai dengan keraton Islam atau yang disebut dengan Keraton Dalem Agung Pakungwati, yang didirikan pada tahun 1430 oleh putra mahkota dari Kerajaan Padjajaran atau anaknya Prabu Siliwangi, yang bernama Pangeran Walangsungsang atau lebih dikenal dengan nama gelarnya Pangeran Cakrabuana. Kemudian keraton ini diserahkan kepada keponakannya sekaligus menantunya, Sunan Gunung Jati. Sekitar tahun 1529, Sunan Gunung Jati memperluas Keraton Pakungwati di sebelah Barat Daya. Baru kemudian sekitar tahun 1679, Keraton Pakungwati diganti nama dengan nama Keraton Kasepuhan.

IMG_1793

IMG_1803

IMG_1798

Melihat Keraton Kasepuhan secara keseluruhan, tidak lepas dari perpaduan tiga agama, yaitu Islam, Hindu, dan Budha, serta tiga budaya pula yaitu Jawa, Tiongkok, dan Eropa.

Memasuki area Siti Inggil, kita akan menjumpai bangunan-bangunan yang merupakan area tempat aktivitas Sultan. Bila dilihat dari bentuk bangunan-bangunannya adalah representasi dari bangunan Jawa, namun gapura keratorn sendiri cukup kentara arsitektur Hindunya, serupa arsitektur keraton Majapahit. Begitu pula bila melihat keramik dinding dengan corak Eropa dan Tiongkok, maka perpaduan budaya dan agama yang tercermin dari Keraton Kasepuhan ini adalah keistimewaannya.

IMG_1820

Salah satu benda kuno di keraton ini yang cukup jelas menggambarkan perpaduan unsur berbagai agama dan budaya, adalah Kereta Singa Barong. Ini adalah kereta kencana pertama buatan Indonesia, dengan fitur canggih layaknya kecanggihan kendaraan modern saat ini. Bagaimana tidak? Kereta kencana punya power steering, shock breaker, punya suspensi, kemudian bannya juga racing. Desain dari kereta ini dibuat dengan serius dan mempunyai makna kearifan kehidupan serta melambangkan persahabatan antar agama. Bagian depan kereta, adalah wujud hewan yang merupakan gabungan (belalai) gajah, garuda dan naga. Gajah adalah lambang agama Hindu, garuda adalah lambang Islam, lalu naga adalah lambang Buddha.

Di sisi sebelah kereta ini ada versi replika, yang terakhir kali dipakai oleh Sultan pada tahun 1942. Sayang saya tak sempat memotret karena pengunjung ramai sekali, tidak dapat space bagus untuk memtoret kereta tersebut. Di dalam museum Kereta Singa Barong ini juga terdapat lukisan 3D yang katanya berisi.

IMG_1831

Secara keseluruhan, di komplek keraton ini, terdiri dari alun-alun, masjid, benteng, Siti Inggil, Museum Kereta Kencana, Museum Benda Kuno, kemudian bangunan inti keraton yang merupakan tempat tinggal raja atau sultan.

Di sepanjang komplek, saya melihat banyaknya tukang sapu museum dan halaman, yang terlihat kurang terawat. Saya memang melihat beberapa tampah yang berisi uang kertas hasil sumbangan para pengunjung, yang menurut pak pemandu akan digunakan untuk para penyapu. Beberapa penyapu juga tak segan mengarahkan pengunjung untuk melempar uang ke dalam topi atau tampah.

Jatuh iba melihatnya. Menurut saya, tidak seharusnya tempat wisata menjual kemiskinan dan kesusahan. Seharusnya para pegawai ini dicukupi agar bisa membuat tempat yang mereka rawat menjadi lebih bagus, lebih bersih, lebih beraura positif, dan akhirnya mengundang lebih banyak wisatawan.

Eniwei, kunjungan kami ke Keraton Kasepuhan ini tentu saja bermanfaat. Mendapatkan pengetahuan langsung dari tempatnya.

Thanks sudah berkunjung ke TehSusu.Com. Subscribe to Get More. Enter your email address:Delivered by FeedBurner

25 Comments

  1. 3 agama dan 3 budaya melebur jadi satu, oh indah nya indonesia. tapi kenapa sekarang dikit2 konflik #AkuSedih

    • Zizy

      Ah sedih sih memang…. seharusnya bisa damai…

  2. Sebenernya rada terganggu sih kalo dtg ke tempat wisata dan ada bnyk org2 yg menjual kemiskinan seperti ini… Tapi di lain pihak kasian juga, dan kdgpun aku jd ga tega dan akhirnya ikutan ngasih.. Cuma ya itu, ujung2nya jujur aja jd males balik lagi mbak -__-

    • Zizy

      Kita pasti ga tega sih lihatnya. Pasti dikasih. Cuma kurang baik ini kalau jadi omongan turis luar.

  3. Ah iya Kak Zy, tempat wisata apalagi seperti keraton ini tidak seharusnya menjual kemiskinan ya Kak. Saya heran sama fokus dana pariwisata untuk apa ya, kenapa situs-situs bersejarah begini selalu terlihat tidak mendapatkan anggaran perawatan.. 🙁
    Btw foto piring di temboknya cantik banget Kak… 🙂

    • Zizy

      Setuju. Seharusnya situs bersejarah jadi perhatian utama pariwisata juga.

  4. Hastira

    malu aku sebagai orang cirebon walau pendatang. Memang sudah dari dulu itu seperti itu. Fotonya saja terlihat bagus tapi kalau diamati kotor apalagi kanoman dan kacirebonan. Sungguh sayang

    • Zizy

      EH iya Kanoman itu kotor sekali halamannya, kelihatan tidak terawat.

  5. dana perawatannya kurang kali ya zy jadi akhirnya mesti minta sumbangan dari pengunjung…

  6. di masjid Merah Panjunan Cirebon, sebuah masjid kuno, 4 tahun lalu itu juga ada ibu2 yang nodong dalam tanda kutip
    alasan untuk kebersihan, dan alasan supaya fotonya jadi..
    jadi agak2 gemes deh lihatnya
    sekian tahun berlalu kebiasaan itu tetap ada rupanya ya..

    • Zizy

      Antara iba dan gemes memang kalau melihat pemandangan seperti itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *