Sabtu 29 Jun. 19:30 Bersiap ke Bandara Soeta
“Ayo, Dek! Mumpung hujan lagi berhenti, kita bisa gampang keluar.” Ucap saya pada Vay. Saat itu hari Sabtu malam, Jakarta sedang didera hujan yang awet dari siang hari. Kami sedang bersiap untuk menuju bandara, menunggu selesa isya dan langsung mau jalan. Bersiap untuk perjalanan menyapa Hanoi.
Meskipun jam ketemu grup jam 1 malam, tapi rasanya lebih aman kalau menunggu di bandara, daripada berangkat pas-pas waktu. Saya takut mengantuk kalau menyetir terlalu malam. Seperti beberapa kali keberangkatan sebelumnya, saya sekarang lebih suka parkir inap di bandara, karena jauh lebih hemat ketimbang naik taxi pp.
Jam delapan malam lewat sedikit, kami keluar rumah. Karena hujan masih awet, saya putuskan memakai sandal dan kulot rumah dulu. Biar sesampai di parkir inap baru berganti. Pintu-pintu semua sudah dikunci, colokan sudah dicabut, dan si kucing Neko dari siang sudah dijemput untuk menginap di petshop langganan.
Benar dugaan saya, sepanjang perjalanan saya beberapa kali menguap, karena memang hampir pukul 10 malam. Syukurlah jalan ke bandara kemarin itu tidak tergenang, khususnya yang dari arah Ancol, jadi bisa sampai dengan selamat di Soeta.
Jam 10 lewat sedikit..
Setelah memarkir mobil di salah satu slot parkir di Parkir Inap Soewarna, saya istirahat sebentar. Meluruskan badan karena memang agak mengantuk. Barulah setelah hujan mulai sedikit reda, kami bergerak, menunggu ke depan, dan sebuah mobil shuttle langsung menghampiri, mengantar kami sampai Terminal 3 Internasional. Saya hanya membawa 1 koper 30 inch untuk pakaian kami berdua, dan 1 koper kabin.
Untuk trip ke Vietnam ini, saya memesan paket perjalanan dari travel, yang sudah all in dengan pesawat dan hotel. Seperti kata saya sebelumnya, trip kami kali ini adalah untuk bersantai, karena itu saya memilih perjalanan nyaman dengan grup. Saya tak terlalu memusingkan itinerary, dimanapun berada pasti bagus-bagus saja, mau tempat wisata normatif, or hidden gem. No worries, enjoy, be happy.
Jam 12.30 tengah malam, Vay sudah tertidur…
Menunggu memang tidak enak, tapi jauh lebih aman menunggu di bandara, karena kalau kita sudah sampai, jadnya tidak terburu-buru. Lewat jam setengah satu saya harus menyeret Vay yang mulai tertidur di Starbucks, karena kita harus berkumpul di depan Sate Khas Senayan Gate 4.
Hmm. Saya lihat di sana ada banyak orang, dan saya tidak tahu apakah itu grup kita atau bukan, maka saya bertanya pada seorang ibu-ibu yang terlihat baru menyerahkan paspor orang – yang saya duga adalah tour leader – apakah benar ini grup yang mau ke Vietnam, dia melengos. Oh mak! Sombong kali! Saya terkejut. Helloww… apa sih masalah ibuk ini?
Dan ternyata dia segrup sama kita. Saya melihatnya datang berlima dengan suami, anak, ibu dan adiknya (saya tahu belakangan). Malam itu saya putuskan saya akan mengabaikan dia. Mungkin masalah hidup dia berat, jadi dia merasa tak sudi bercakap sama orang lain.
Layaknya terminal internasional, Bandara Soeta tetap ramai sampai pagi hari, apalagi kemarin juga bertepatan dengan musim umroh dan liburan. Setelah selesai scan paspor elektronik di gate imigrasi, kami langsung menuju ke gate paling ujung. Biar bisa tiduran, karena pesawat kami berangkat jam 4.
Ruang tunggu boarding ternyata cukup padat. Banyak yang mau terbang pagi itu.
“Mbak, ini mo ke Malay ya?” tanya seorang anak muda.
Dia duduk di row depan saya dan Vay. Oh, kelihatannya dia dan tiga temannya sepertinya satu penerbangan dengan kami, dan karena ragu takut salah ruang, dia bertanya. “Iya, benar.” jawab saya. Untuk penerbangan ke Vietnam, kami akan naik Malaysia Airlines dan transit dulu di Kuala Lumpur.
Dia kembali menanyakan kenapa saya dan grup belum maju, padahal orang-orang lain sudah mengantri. Kita semua harus mengantri karena Malaysia Airlines menerapkan kode grup untuk boarding. Jadi para penumpang akan dipanggil sesuai dengan kode atau nomor grup. Dan ketika saya bergerak, anak muda itu juga ikut bergerak antri. Kalau tak salah mereka grup 5, sementara grup kami grup 6.
Pukul 04.25 tanggal 30 Juni, pesawat pun berangkat, meninggalkan Soeta. Cuaca masih sedikit basah, masih ada sisa hujan dari malam.

Terbang bersama grup tentu bisa dapat seat beda-beda. Saya dan Vay ternyata duduknya tidak pas sebelahan, meski satu row. Berseberangan, saya di C, dia di D. Tapi tak apa-apa. Tak lama, Vay langsung pingsan, tertidur lagi dengan pulas, sementara saya masih terbangun untuk sarapan pagi dari maskapai.
Breakfast ala Malaysia Airlines cukup enak dan lengkap. Layaknya makanan khas Malaysia, semua yang ditawarkan serba kari. Saya pesan nasi goreng ayam kari. Lalu roti manis dengan butter, yang selalu saya harap-harap setiap kali naik pesawat. Kemudian ada kacang masin dua bungkus, yang meskipun agak keras tapi rasanya nikmat. Maklumlah gigi sudah tidak bisa sembarangan gigit keras-keras.
Tiba di Malaysia jam 8 pagi waktu setempat
Dua jam berlalu dan akhirnya kami mendarat di Kuala Lumpur, di terminal KLIA 1. Vay terlihat senang, karena akhirnya dia bisa juga mampir ke negara Ipin Upin. Meskipun sebenarnya kami belum resmi menginjak tanah Malaysia, kami hanya berada di terminal antar bangsa saja, tidak keluar. Jadi baru merasakan auranya saja.

Salah satu pertanda lain bahwa kita sedang berada di Malaysia adalah kita ketemu wajah-wajah India Malaysia. Antrian di toilet panjang sekali, dan hampir semuanya orang India. Hanya ada satu orang kulit putih, kemudian kami orang Indonesia. Sekelebat kenangan pun melintas, saya teringat dulu waktu masih lajang pernah main ke KL bertiga dengan teman, dan bertemu dengan teman mIRC saya Deniya, yang sudah berpulang duluan bertahun-tahun yang lalu karena sakit.
Santai dulu istirahat meluruskan kaki.
Saya tidak mengaktifkan roaming, sehingga hanya mengandalkan Wi-Fi bandara. Ada pesan di grup WA, pesan dari tour leader, mengingatkan bahwa kita satu jam akan segera boarding untuk naik MH berikutnya ke Vietnam, jadi diminta jangan jauh-jauh jalannya.
Saya lalu mencari tempat untuk duduk, berseberangan dengan gate, sementara itu Vay memilih jalan-jalan, melihat ada apa di bandara ini. Saya harus buka koper dulu untuk mengambil toilettries, dan mengembalikan bantal leher, karena tidak terpakai juga. Bikin repot saja tenteng-tenteng.
Tak lama kemudian Vay kirim WA, katanya di atas ada Burger King dan dia mau beli buat sarapan. Saya telepon menanyakan dia di mana, dan dia sudah ada di lantai dua, melambai ke saya.
Saya pun naik menyusulnya sambil menenteng koper bagasi naik tangga, karena kalau memutar cari eskalator kejauhan. Vay membawa saya mengikutinya ke arah BK. Terminal ini tidak banyak berubah. Saya terakhir ke KLIA 1 10 tahun yang lalu, dan saya masih ingat dengan suasananya.

Di depan kasir, Vay kecewa karena ternyata BK tidak menjual nasi putih, hahah. Saya bilang memang begitu di sini dan di Singapura, tak seperti gerai fried chicken di Indonesia yang pasti ada nasi putih. Terakhir kali beli KFC di Singapura, nasinya saja nasi lemak. Kalau mau cari nasi putih, harus pergi ke restoran India.
Mbak-mbak kasir Burger King begitu mengetahui kami orang Indonesia langsung mengganti bahasanya. Saya rasa sih dia orang Indonesia ya, karena saat berbicara lidahnya sangat Indonesia, bukan lidah orang Malay. Dia menawarkan paket combo ke Vay, dua ayam, minum dan kentang goreng. Vay setuju saja, biar kentang gorengnya buat Mami, begitu katanya. Padahal sebenarnya dia bisa saja makan kentangnya, tapi Vay memang gak mau. Urusan kentang goreng, Vay hanya suka kentang McDonald dan kentang XXI. Yang lain dia bilang akan mau makan kecuali terpaksa.
09.15 KL Time, Berangkat ke Hanoi, Vietnam

Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) memang merupakan hub penerbangan internasional yang strategis. Ada banyak maskapai menggunakan KLIA sebagai titik transit untuk penerbangan ke berbagai tujuan di Asia, Australia, dan sekitarnya. Karena itu kita akan bertemu banyak bangsa di bandara ini.
Mendekati jam 9 pagi, kami pun berbaris untuk masuk ruang tunggu. Air mineral yang dibawa dari BK saya habiskan dulu setengah, baru dibuang. Sebab berdasarkan ketentuan imigrasi Malaysia, penumpang tidak boleh membawa atau menjinjing cairan di atas 100 ml.
Seorang petugas meminta saya membuat bagasi kabin karena melihat ada botol. “Buka… make up… make up..” katanya. Oh, ternyata dia lihat di Xray kalau di kotak make up saya ada botol.
Saya bilang ini cuma facial wash, dan itu juga tidak penuh. Dan akhirnya dia izinkan. Padahal sebelumnya dia baru saja ambil mouthwash seorang cowok Vietnam juga dengan size yang sama.
Di penerbangan kali ini pun kami kembali duduk berseberangan. Dan kembali ditawarkan makanan, tapi saya sudah tak selera, karena menunya ya itu-itu juga. Tapi saya tetap ambil roti dan kacangnya. Dan air mineral.
Perjalanan dari Malaysia ke Vietnam ditempuh 3 jam lebih. Cukup lama dan membosankan kalau kita tidak bawa apa-apa atau sedang tidak mengantuk berat. Tapi tak lama saya lihat kalau Wi-Fi pesawat sudah dinyalakan, dan saya langsung membangunkan Vay. Saya bilang, ada Wi-Fi.
“Are you sure?” Tanya Vay, karena tidak yakin masa wi-finya bisa buka socmed, karena yang diinfokan sebelumnya oleh pramugari adalah akses wifi untuk MH Entertainment, in flight.
“Betul, bisa. Tuh, nyala.” Saya menunjuk ke atas. Dan saya bilang saya baru kirim foto dia tertidur ke tulangnya, dan delivered.
Sambil menikmati ayam goreng BK, Vay membuka ponsel dan membaca. Ternyata selama perjalanan, dia sibuk membaca novel secara online, dan setiap kali mendapatkan jaringan Wi-Fi, dia menggunakannya untuk melanjutkan membaca.
Yeay!! Mendarat di Hanoi!
Pukul 12.30 waktu Hanoi, MH 752 pun mendarat dengan smooth dan sempurna di Noi Bai International Airport! Yeaayy!!
Pertama kali melangkah keluar dari pesawat, kok saya lihat arsitektur bandara Noi Bai kok mirip ya dengan Bandara Kualanamu Medan. Saat keluar pintu pesawat saya bilang ke anak Vay, kok macam turun di Medan ini. Hahah!
Secara keseluruhan kalau dibandingkan dengan Bandara Soeta terminal 3, memang jauh. Bandara Soeta jauh kerennya. Selai keren juga sudah lebih maju dengan sistem elektronik.
Secara keseluruhan kalau dibandingkan dengan Bandara Soeta terminal 3, memang jauh. Bandara Soeta jauh kerennya. Selai keren juga sudah lebih maju dengan sistem elektronik.
Di beberapa tempat terlihat spanduk dan papan renovasi. Oh, ya ternyata memang lagi ada proses renovasi. Wajah-wajah asing melintas, menyegarkan mata. Setelah keluar dari imigrasi, saya menunggu bagasi kami sementara Vay menyalakan JavaMifi. Kami memesan paket internet Vietnam untuk 5 hari, yang secara perhitungan memang lebih hemat karena untuk kami berdua.
Udara panas menyambut begitu kami keluar pintu bandara. Seorang guide lokal sudah menunggu kami, dia menyebut dirinya Pak Tom. Dia bisa berbahasa Indonesia dengan cukup fasih.
Sebenarnya namanya bukan Tom, tapi karena nama Vietnamnya memang susah dilafalkan, beliau pakai nama panggung saja. Tom. Pak Tom mengarahkan kami semua untuk langsung ke bus, karena kita akan langsung melanjutkan perjalanan.
Sebelum menuju ke bus, dia memberikan beberapa wejangan. Seperti, kalau mau menyeberang harus hati-hati sebab di sini kendaraan berjalan di sisi kanan, dan ini dibuktikan dengan bus travel kami yang pintu penumpang juga berada di sebelah kanan. Dia juga bilang kalau ada klakson kencang, itu biasa. Dan itu bukan berarti marah, tapi hanya klakson pengingat saja.
Entah kenapa begitu dia bilang soal klakson saya langsung teringat Medan. Hahah!
So inilah kami! Wajah kepanasan dan silau yang sedang meluncur menuju bus.
