Sudah hampir satu tahun remaja menghabiskan tahun ajaran dengan super sibuk. Bangun pagi, belajar sepanjang hari, lalu harus berpartisipasi dalam kegiatan setelah sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, lalu virmit dengan teman, juga tidur sepanjang hari. Untungnya, sudah hampir akhir semester dan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk bernapas dan bersantai, menjadi remaja.
Tapi saya yakin bahwa banyak orangtua yang sepakat bahwa meski anak-anak dibawa pergi staycation ataupun sekadar di rumah, ada satu hal yang pasti…
TANGAN ANAK KITA LENGKET SAMA HANDPHONE
Kita mungkin pernah bilang begini ke anak, “Padahal dulu kita gak butuh ponsel…” Benar sih itu. Tapi jaman terus berubah dan selalu penuh dinamis, dan penting bagi kita mengakui bahwa saat ini jamannya milenial dan gen Z adalah jamannya handphone, jamannya teknologi.
Berkat kemajuan teknologi, terutama jaringan media sosial dan smartphone yang terus muncul dengan kecanggihan barunya, para remaja dapat lebih mempunyai banyak koneksi lebih dari sebelumnya dan bisa terlibat dengan dunia di sekitar mereka dengan cara yang dulu terlihat sangat tidak mungkin di jaman kita. Bahkan kita bisa melihat bagaimana mereka bisa memupuk persahabatan yang tinggi sebuah hubungan yang terjadi berkat teknologi.
Meskipun demikian, remaja ataupun kita sendiri tentu saja tak boleh menghabiskan waktu sepanjang hari dengan scrolling di ponsel. Ini tidak baik untuk kesehatan kita, fisik ataupun mental. Bahkan faktanya, untuk banyak orang, hal ini telah menjadi sebuah kecanduan. Sesekali amatilah remaja kita, yang suka refleks mengambil ponselnya meskipun sebenarnya tidak ada yang urgent yang perlu diperiksa. Atau kita sendiri juga begitu? 🙂
Penting banget buat remaja kita, mengetahui bahwa ada menggunakan teknologi, media sosial dan ponsel, semua itu ada waktu dan tempatnya. Meskipun banyak manfaatnya, teknologi juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu kita pertimbangkan, demi kesehatan psikologis, sosial, dan fisik para generasi muda.
Baca juga: 17 Tanda Anak Sudah Masuk Usia Pra Remaja
Mari renungkan beberapa faktor ini:
- Kebiasaan mengirim teks atau email, dibanding berbicara. Konsekuensinya adalah keterampilan komunikasi. Sangat besar kemungkinan generasi muda mengalami kesulitan melakukan percakapan face to face dengan orang lain, termasuk juga orang dewasa. Dan menjadi sedikit nervous saat wawancara kerja
- Jujurlah bahwa hidup kita jadi lebih terganggu karena banyak gangguan notifikasi: pesan teks, komentar baru di Instagram, email masuk, pesan di Facebook, reminder, dll.
- Anak-anak menjadi kurang aktif, dan menghabiskan waktu hanya sedikit untuk membaca, dan menggunakan imajinasi.
- Kita bisa kehilangan kemampuan membaca bahasa tubuh dan isyarat sosial pada orang lain.
- Aktivitas online dan arus informasi yang terus tak berhenti membuat otak kita terus aktif, sehingga kita jadi kurang waktu istirahat. Menatap layar sebelum waktu tidur juga dapat mengacaukan jam biologis dan membuat kita makin sulit untuk terlelap
- Sibuk yang didapat dari teknologi mempengaruhi kemampuan kita memberikan tanggapan pada apa yang seharusnya menjadi prioritas utama, seperti kebersamaan bersama keluarga, aktivitas fisik, spiritualitas, dll.
Saat saya mendengar banyak terjadi kecelakaan mobil yang dialami remaja karena kemungkinan disebabkan mengemudi sambil menggunakan ponsel, atau saat saya mengamati anak saya dan sepupunya sibuk dengan ponsel masing-masing di saat mereka seharusnya menikmati kebersamaan (meskipun orang dewasa pun banyak yang begini!), maka saatnya mencari jalan tengah.
Berikut beberapa cara agar kita dapat mendorong para generasi muda yang berada di inner circle kita untuk menjadi pintar tentang penggunaan teknologi.
- Buatlah yang namanya jam “bebas gadget” di dalam rumah. Misalnya antara jam 10 malam sampai jam 6 pagi, atau saat jam makan malam, misalnya jam 6 sampai jam 7 malam.
- Orangtua tetap harus memberikan batasan waktu untuk anak menghabiskan waktu dengan teknologi (apakah laptop, ponsel, tab). Waspada pada efek buruk yang bisa terjadi akibat penggunaan teknologi tanpa batasan, seperti masalah produktivitas, komunikasi, hubungan antar keluarga, kecemasan, gampang marah). Semua ciri yang menjurus pada FOMO harus menjadi perhatian penuh.
- Memberi contoh langsung pada anak. Ajak mereka sesekali jalan-jalan menikmati pemandangan tanpa harus memposting foto di media sosial, atau kegiatan fisik lain yang dilakukan bersama tanpa membawa ponsel
- Ngopi bareng tanpa ponsel. Sejak lama saya pun berusaha untuk meletakkan ponsel saat sedang bersama anak di kedai kopi. Biasanya kami akan sepakat untuk meletakkan ponsel bareng-bareng lalu mengobrol, karena ini adalah waktu berkualitas kami.
- Semua orangtua mungkin setuju bahwa batasan penggunaan gadget adalah sumber cekcok antara orangtua dan remaja mereka. Orangtua mesti tegas dan tabah hati ya, karena yang utama adalah bagaimana hal baik akan mempengaruhi produktivitas dan kesehatan mereka di tahun-tahun mendatang. Bila membutuhkan perjanjian screen time dengan anak, coba gunakan The Smart Talk untuk referensi.
Ajak anak remaja kita untuk memahami bahwa waktu adalah aset yang sangat berharga, dan bahwa hubungan antar manusia harusnya bersifat personal. Otak manusia dirancang untuk aktif, tubuh dirancang untuk bergerak. Jadi jangan biarkan gadget membuat kita melupakan betapa banyaknya hal baik yang bisa kita ciptakan.
Pingback: 6 Cara Mengajarkan Rasa Hormat Pada Remaja | Life & Travel Journal Blogger Indonesia