Punya Remaja Kepala Batu? Begini Cara Menghadapinya.

Punya Remaja Kepala Batu? Begini Cara Menghadapinya.

Yang punya anak remaja seperti saya pasti merasakan juga hotnya berdebat dengan mereka. Entah elus-elus dada, pusing nahan emosi sampai butuh minum dua gelas air dingin. Pasti sering juga merasa gagal berkomunikasi sama anak remaja kita, rasanya kok ini anak berbeda ya dengan ketika dia masih anak-anak dulu. Mulai dari bersuara keras, membantah, intinya keras kepala luar biasa.

Jadi ya, seperti ditulis oleh Help Guide Org, mengapa anak remaja bisa bersikap seperti sekarang yang kita lihat, itu karena otak remaja masih aktif berkembang, dan cara mereka memproses informasi tidak sama dengan otak orang dewasa yang matang. Bagian otak (korteks frontal) yang digunakan untuk mengelola emosi, membuat keputusan, berpikir nalar hingga mengendalikan hambatan membentuk sinapsis (titik temu antara neuron di otak) dengan kecepatan yang sangat cepat, sementara itu seluruh otak belum akan matang penuh sampai dengan kira-kira pertengahan 20-an.

Jadi meskipun mereka lebih tinggi dari kita dan kelihatan lebih dewasa dalam beberapa hal, mereka tetap belum bisa memikirkan hal-hal seperti layaknya orang dewasa. Ditambah dengan hormon karena perubahan fisik masa remaja, membuat para remaja kita semakin rumit nih, moor naik turun, susah dikendalikan. Begitu saya berada di posisi sekarang, sebagai orang tua, barulah saya sadar bagaimana dulu sikap saya ketika remaja memang membuat orang tua sakit kepala. Orang tua saya dulu suka bilang kalau saya ini kepala batu, susah dibilangin, bahkan sifat ini sudah terlihat sejak kanak-kanak. Bayangkan bagaimana pusingnya mereka ketika anaknya yang kepala batu masuk masa remaja.

Tahun-tahun remaja ibaratnya punya dua jalan berdampingan, satunya adalah tempat mereka melakukan hal-hal baru yang membuat orang tua terpukau, lalu satunya lagi melewati batas dan mulailah buat ulah. Seperti dikatakan di atas tadi sih, karena berada di posisi bukan anak kecil dan bukan orang dewasa, tapi ingin terlihat dewasa mereka mulai berusaha menegaskan kemandirian. Suka ambil keputusan yang memiliki konsekuensi langsung, lalu anak remaja kita seringkali malah lebih terbuka pada teman-temannya atau media sosial, bisa seharian chatting, padahal kalau diajak ngomong sama orang tua, cuma tahan sebentar aja.

cara menghadapi anak remaja yang keras kepala

Lalu apa sih yang bisa kita lakukan saat menghadapi remaja kita yang keras kepala ini, dan juga agar bisa tetap dekat dari mereka. Harapan semua orang tua kan sama, bisa mengarahkan semangat menggebu-gebu jiwa anak remaja ke arah yang bermafaat.

Berikut adalah beberapa tip yang dapat membantu untuk menghadapi remaja kita yang sangat keras kepala alias si kepala batu.

1. Belajar mendengarkan

Memaksa anak menjawab pertanyaan kita tidak akan efektif dibandingkan dengan duduk dan mendengarkan. Pengalaman saya, kalau saya memaksa maka anak akan defense, tapi kalau saya lebih santai maka dia akan cenderung terbuka dan mau bercerita. Kita bisa melatih empati dengan membantu anak kita memahami bahwa ini normal kok untuk merasa sedikit khawatir dengan usia dia, dan tidak apa-apa baginya bila masih ingin menjadi anak kecil di depan orang tuanya, tapi bila di depan teman-teman atau orang lain, dia harus dianggap “sedikit dewasa”.

2. Membuka hati dan memahami perasaan anak remaja kita

Ya namanya orang tua kan cenderung ingin jadi yang serba paling tahu dan ingin jadi pahlawan untuk anak. Bila remaja kita ada masalah, kita tidak perlu selalu harus jadi orang yang memecahkan masalah mereka. Jadi daripada bilang begini, “Ya sudah, dia mungkin memang gak cocok buat kamu, Dek,” dengan maksud agar kekecewaannya dalam urusaan romantis bisa berkurang, bagaimana kalau kita berusaha memahami dan berempati dengan merefleksikan kembali komentar dengan, “Oh kelihatannya memang rumit yah.”

3. Menghadapi remaja berarti menunjukkan pada mereka bahwa kita percaya

Remaja itu ingin dianggap serius, terutama oleh orang tuanya. Mereka tidak ingin dianggap anak kecil terus, sementara kita tetap aja ngelihat anak kita itu ya anak kecil. Orang tua mesti cari cara nih bagaimana menunjukkan bahwa kita percaya sama mereka. Contohnya meminta bantuan pada mereka jadi mereka yakin bahwa orang tuanya mengandalkan dirinya. Memberi tahu pada anak kita bahwa kita percaya pada kemampuannya juga akan membuatnya lebih yakin pada diirinya.

4. Jangan menjadi diktator

Orang tua tetap bisa menetapkan aturan tapi harus bersiap untuk menjelaskan agar anak paham. Dalam pikiran seorang remaja selalu ada hal ini: “memberontak” dan “membangkang” karena seperti penjelasan di awal artikel tadi, mereka belum tahu bagaimana mengambil keputusan yang tepat meski badan udah gede. Karena itu ketika orang tua membuat aturan, misalnya kenapa dia harus sudah tiba di rumah paling lama jam delapan malam, maka harus disertai dengan penjelasan yang masuk akal.

Baca juga: Cara Orang Tua Menjaga Kesehatan Mental Anak Selama Pandemi

5. Jangan buru-buru mengkritik anak, tukar dengan kasih saran

Kita pun kalau dikritik orang tanpa alasan pasti tidak terima kan? Begitu pula dengan anak remaja, di usia nanggung dan hormon yang bikin mood naik turun, pendekatan yang langsung menilai anak akan membuat mereka semakin menjauh. Para ahli menyarankan menggunakan motede sandwich saat kita ingin mencoba mendisiplinkan anak, jadi pertama kasih tahu positifnya apa dari yang dia lakukan, lalu diikuti dengan kritik lembut, lalu ikuti lagi dengan lebih banyak pujian. Jadi anak kita gak akan langsung merasa disalahkan.

6. Jangan pelit kasih pujian, mereka masih butuh lho

Dulu ketika anak kita masih kecil, kita sering tuh muji-muji mereka biar senang, tapi ketika sudah masuk remaja biasanya orang tua agak berkurang memujinya. Padahal remaja tetap butuh dukungan dan persetujuan dari orang tua atas apa yang mau mereka lakukan, meskipun mereka kadang pura-pura sok cool gak butuh pujian.

remaja di tengah pandemi

7. Coba kendalikan emosi ya, jangan emosional saat menghadapi remaja

Ini saya banget. Emosi lansung berkobar kalau anak saya mulai bersikap kasar, tetapi akhirnya saya tahu bahwa ini harus saya kendalikan. Kita adalah orang dewasa sementara anak kita adalah remaja yang kurang bisa mengendalikan emosinya atau berpikir logis saat sedang kesal. Tahan emosinya bagaimana? Para ahli menyarankan untuk menghitung sampai sepuluh sambil tarik napas dalam-dalam sebelum merespons. Intinya, kalau lagi sama-sama kesal untuk berbicara, tahan diri sampai ada kesempatan untuk tenang. Tenang ya Buk, dalam hal ini kesehatan mental anak dan orang tua adalah yang utama.

8. Sering-sering melakukan sesuatu bersama-sama

Selain menjadi pendengar yang baik anak remaja, sering-seringlah menghabiskan waktu bersama anak remaja kita. Ya memang sih anak kalau sudah remaja maunya main sama temannya aja, jadi di sini nih pe-er kita sebagai orang tua. Penting lho bagi anak untuk merasa bahwa mereka bisa merasa nyaman menghabiskan waktu dengan orang tuanya, melakukan hal yang sama-sama disukai, tanpa rasa khawatir kalau bakal ditanyain atau disuruh sesuatu.

9. Orang tua harus cermat membaca situasi

Saat anak kita mulai masuk remaja dan makin besar juga, memang pasti ada perubahan dari yang dulu biasa kita lihat saat dia kecil. Ya wajar tentu saja. Nah, menurut para ahli, orang tua harus cermat dan jeli melihat perubahan pada suasana hati, perilaku, energi sampai nafsu makannya. Lihat juga, apakah ada hobi yang dulu tuh dia suka banget tapi sekarang dia ogah-ogahan. Atau apakah dia kelihatan suka mengurung diri, dst. Kalau ada perubahan dari hal-hal yang biasa, kita boleh mendekati mereka dengan cara-cara di atas tadi, mulai bertanya barangkali ada yang bisa dibantu, dan yang penting sih kita harus ada di samping remaja kita ini saat dia sedang down. Jangan menghakimilah pokoknya ya, kan kita dulu pun saat remaja juga tidak suka dihakimi sama orang tua kita.

Nah itu ya, beberapa tips tentang bagaimana cara kita menghadapi remaja kita yang sekarang sedang benar-benar kepala batu. Ingat lho, dulu kita pernah jadi remaja, jadi mestinya kita pun tahu bagaimana galaunya jadi remaja itu.

Gudlak parents!

 

4 Comments

  1. wah, gak kebayang nanti punya anak remaja mbak. Pasti lebih sulit ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *