Beberapa hari kemarin habis dari Kuala Lumpur. Dalam rangka menghadiri workshop yang diadakan oleh Lithium Tech, saya dan dua orang rekan tiba di Kuala Lumpur sehari sebelum workshop.
Ini adalah ketiga kalinya saya menginjak Kuala Lumpur. Pertama sekali di tahun 2006, waktu itu jalan-jalan sekalian mengunjungi seorang sahabat yang dikenal dari dunia maya, Deniya. Kunjungan yang berkesan dan sekarang menjadi kenangan manis buat saya, karena setahun lalu sahabat saya itu telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Saya pernah menulis tentang Deniya dan dunia tarotnya di sini. Maka, ketika kemarin kami bertiga melewati beberapa daerah di KL, memori di kepala ini serasa meloncat-loncat keluar, teringat saat jalan di sana bersama Deniya.
Kuala Lumpur. Kemana berjalan, banyak orang Arab. Dan saya baru tahu, kalau Kuala Lumpur sekarang sudah open dengan transgender. Kami bertemu dengan banyak transgender di sana, mulai di hotel, hingga pegawai di rumah makan. Kok bisa tahu? Pertama, dari wajahnya, meskipun sudah pakai make up tebal, tetap masih terlihat lho gurat-gurat wajah prianya, lalu ketika dia bersuara, semakin sah sudah kalau dia memang transgender, meskipun beberapa dari mereka sudah mengoperasi dada. Sampai penasaran, mencari-cari mana jakunnya. Hehe…
Kami tidak sempat jalan ke Genting, atau even ke Batu Cave, karena jam kosongnya tidak pas, terpotong oleh worskhop. Jadi mainnya ke mall dekat Hotel Istana saja, tempat kami menginap. Ke Pavilion dan KLCC. Tempat workshopnya juga dekat, di Grand Hyatt. Kerennya KL, semua tempat ini bisa diakses melalui Skyline KLCC, tak perlu berpanas-panas jalan memutar di bawah. Cukup naik jembatannya, dan pilih mau belok ke mana, menuju tujuan. Skyline-nya full AC, dan dibuka hingga jam 11 malam. Jadi, pengen bolak-balik ke Petronas Twin Tower, gampang.
Main ke Kuala Lumpur tidak ribet, sih. Sama seperti Singapore, di sini transportasi umum sudah bisa diandalkan, dengan direction yang jelas. Dan eniwei, kami melakukan kebodohan – khas turislah. Gara-gara pengen tahu rasanya naik Bus Percuma (alias bus gratis) dan itu bisa kemana saja, kami pun naiklah kan. Dan… kami menghabiskan waktu 1 jam di dalam bus yang full itu hanya untuk sampai kembali ke Pavilion, hahah. Sungguh tak efisien. Mending dari tadi aja nyebrang ke Pavilion. Gak sangka bakalan macet parah. Turun dari bus, kami ketawa ngakak dan bertanya sendiri, “Apa sebenarnya yang kita lakukan tadi? Naik bus 1 jam sia-sia..†**jangan sampai kejadian lagi deh berikut-berikutnya… LOL.
Kalau dari segi bahasa pun mirip-miriplah, meskipun memang agak susah dipahami. Kita ketawa-ketawa sendiri setiap menemukan bahasa yang kita tak paham dan terasa aneh dibaca dan didengar. Jadi setelah hari kedua selesai workshop, kami jalan kaki sepanjang jalan sambil foto-foto setiap ketemu ada yang lucu. Sambil foto-foto narsis juga sih. 🙂
Kalau bicara kuliner ala Malaysia yang jadi favorit, apalagi kalau bukan nasi lemak dan prata. Oh ya, kalau main ke Pavilion, cobain deh Madam Kwon. Itu recommended, enak!!
Meski demikian, tetap saja lidah Indonesia tidak bisa bohong. Hari terakhir, saat masih ada waktu jalan-jalan ke mall, di KLCC kami menemukan restoran Bumbu Desa! Langsung mempercepat langkah kaki! Kami lapar. Kami rindu kampung kami! LOL.
KL makin rame ya…but franklu, saya lebih menikmati kota-kota kecil di Malaysia..lebih intim dan unique 🙂
paling enak bepergian yang transportasinya mudah ya mbak
Huaaa jd pengen ksana lagi kak zy.. Kebetulan nih Lea blm pernah kesana *yaeyalah br lahir* jd kynya kudu diajak maen ksana 🙈🙈🙈 hahahahaha
Dua kali ke kualalumpur sama azka alisha, berkesan semua dan selalu ngangenin….ya wiskulnya…ya klccnya….bus hop on hop offnya…kopdaran ama blogger yg di sana….ahhhh jd pengen kesana lg
Saya dua kali ke Kuala Lumpur.
Tapi karena urusan dinas jadi nggak bisa leluasa jalan2, hanya makan dan nengok mall Mustafa untuk beli oleh2, juga nengok Petronas
Terima kasih infonya
Salam hangat dari Surabaya
Makasih PakDe sudah main ke sini.. 🙂
Hehe masakan Indonesia memang ngingetin ya buat kita org Indo 🙂
Pastinya… nasi putih biasa terasa enak banget di sana! LOL.
Baca ceritanya jadi pengen jalan ke sana juga Kak. Sepertinya kotanya teratur ya. Ngiler deh sama sistem transportasi yang gak bikin kita kepanasan. HUehehehe..
Iya, kelebihan tetangga2 Indonesia, keteraturannya itu. Jalanan pun bersih dan tak banyak polusi..