Secangkir teh susu: Apa sih yang menarik dari sebuah perjalanan? Bagi saya, sebuah perjalanan akan sangat berarti ketika kamu mendapatkan pelajaran dari situ. Yeah, let say… ketika kamu pergi ke suatu tempat, dan berkenalan dengan orang-orang baru, bukan tak mungkin kamu bisa langsung melihat sifat asli mereka, karena sebagian orang cenderung mengeluarkan sisi tersembunyi mereka yang selama ini dipendam saat berhadapan dengan kenalan baru.
Wiken kemarin, saya menyeberang ke Pulau Sepa, yang berada di dalam gugusan Pulau Seribu. Pulau yang terkenal dengan pantai putih dan ekosistem bawah laut yang indah ini adalah salah satu pulau favorit bagi mereka yang punya hobi menyelam. Berangkat dari dermaga 19 Marina Ancol jam delapan pagi pas, untuk sampai ke pulau ini, kami menempuh waktu dua jam perjalanan, yang diisi dengan setengah mabok laut. Yes, saya sudah setengah mati rasanya menahan mabok laut, tapi syukurnya malah jatuh tertidur saat setengah jam terakhir perjalanan. Satu hal yang sudah sangat saya pelajari dengan baik agar tidak mabok laut adalah: tidak makan mie rebus sebelum perjalanan.
Rombongan kami ada dua puluh orang, sebagian besar adalah para Instagramer pemenang kompetisi Indosat Sweet Moments beberapa waktu lalu. Kami akan menghabiskan dua hari satu malam di pulau untuk menikmati keindahan alamnya.
Satu yang membuat saya jatuh cinta adalah pasirnya yang lembut sekali di kaki. Aduh, langsung terbayang bagaimana Vay akan suka bermain pasir di situ. Tapi mempertimbangkan jauhnya perjalanan ke sini kok ya akan kasihan di Vay nanti ya. Ditambah kemarin ombak cukup besar, menyebabkan sebuah kursi penumpang di samping juru kemudi kapal terbalik, dan si anak kecil yang duduk di situ terjerembab ke belakang. Untunglah dia tidak terluka.
Pulau Sepa bukan pulau yang cukup luas untuk dikelilingi. Saya dan beberapa teman mencoba mencari jalan untuk mengelilingi pulau tapi tidak ketemu jalan yang layak. Di darat, pohon dan semak menghalangi, sementara ingin menyusuri dari pantai juga tak bisa karena beberapa batang pohon tumbuh sangat rendah hingga menyentuh bibir pantai. Tepi pantai juga tidak bisa dikatakan dangkal, karena pasir-pasir sangat mudah tergerus air. Di dekat dermaga di mana para penyelam biasa turun, jarak dua meter dari tepi pasir putih saja sudah sepinggang. Kecuali di sisi depan kamar-kamar, di situ masih cukup dangkal untuk anak-anak bermain air.
Dan rasa-rasanya air lautnya juga tak begitu perih di mata. Aneh sih, kenapa beda ya? Ah, tapi mungkin mata saya sudah mulai terbiasa kembali? Waktu masih jadi anak pantai di Biak juga biasa berenang tra pake kaca mata, to? LOL.
Di sini, banyak sekali Duri Babi, besar-besar dan berkumpul pula. Ular laut? Tidak ketemu, padahal berharap sih.
Untuk menginap di Resort Pulau Sepa, kita harus membayar harga paket per-orang, mulai dari Rp 1.500.000 hingga Rp 1.800.000. Sudah include dengan welcome drink, 2x makan siang, 1x breakfast, 1x makan malam, 1x coffee break, tiket dari Ancol ke Sepa PP, kano, dan penginapan tentu saja. Termasuk mahal, sih. Secara kualitas penginapan so-so lah, standar sebenarnya, makanan juga demikian.
Eniwei, di Pulau Sepa ini banyak biawak, dengan ukuran besar-besar juga. Burung gagak juga banyak. Itulah yang kami lakukan ketika berkeliling pulau, mencari biawak.
Hari pertama di Sepa diisi dengan kegiatan watersport, dan foto-foto. Menjelang sore cuaca berubah mendung sehingga tidak ada sunset yang bisa ditangkap. Biar demikian, kami tetap berusaha kreatif mengambil foto. Foto berikut ini didapat dengan sedikit perjuangan ya. Thanks to Della yang berkenan saya arahkah jadi model, berdiri di atas pasak kayu. Awalnya dipegang dulu, dijaga sebentar di sebelah hingga model cukup stabil dan nyaman dengan cara tidak melihat ke laut.
Lalu setelah jam tujuh malam, hujan turun sepanjang malam hingga keesokan harinya. So, kembali tidak ada sunrise yang ditangkap.
Hari kedua – Minggu – karena ombak bergejolak, anak-anak tidak berani naik kano. Jadi kami langsung melanjutkan ke rencana berikutnya yaitu Hopping Island, berkeliling ke beberapa pulau terdekat dari Pulau Sepa. Meski ombak terus menghantam boat, kami di atas tetap menikmati irama laut yang dimainkan ombak. Sebagian basah terkena cipratan ombak, dan sebagian lagi deg-degan cengengesan.
Dolphin Island adalah pulau pertama yang kami singgahi. Pulau kecil tak berpenghuni ini memiliki laut yang jernih sekali. Rasanya ingin langsung melompat saat boat merapat ke tepi. Sayangnya, pulau ini kurang terawat, beberapa batang kayu bekas terbakar terlihat berserakan. Sama halnya, di sini juga batang pohon dan dedaunan tumbuh hingga ke bibir pantai.
Berikutnya kami lompat lagi ke sebuah pulau, Pulau Tongkeng, yang menurut informasi tukang kapal adalah pulau pribadi milik pengusaha Setiawan Djody. Pulau ini hanya seluas kurang lebih tiga hektar, dengan beberapa bangunan berkelas yang kelihatan sudah lama tak ditinggali. Kami disambut seorang bapak penjaga dan anaknya yang masih kecil. Pulau ini indah. Sebuah kapal kayu terikat di dermaga, dermaga yang bagus. Ada anak tangga untuk menapak, dengan air laut yang dipenuhi ikan-ikan kecil. Persis seperti kolam fish spa. Beberapa meter dari batas laut, ada meja dan kursi batu. Terbayang kalau sore hari minum kopi di situ sambil makan pisang goreng. Surgaaaa…! Suka deh di sini.
Sebelum kembali ke Sepa, ini dia sebuah keajaiban alam Indonesia yang kami dapati langsung. Sebuah pulau pasir di tengah laut! Menurut bapak tukang kapal, sebelumnya pulau pasir itu masih cukup luas, tapi karena air sedang naik, maka beberapa bagian pasir pun habis. Hanya tersisa kurang lebih lima belas meter kayaknya ya. Kapal saja tidak bisa parkir, jadi harus cari pasak dulu biar bisa dipancang sementara. Sebuah kerangka kayu berbentuk rumah terlihat terendam separoh. Itu bekas warung, kata bapaknya. Tempat ini adalah surganya berjemur sepuasnya!!!
Kami kembali ke Sepa, kemudian sebagian teman melanjutkan snorkeling dulu di bawah dermaga karena katanya di situ banyak sekali biota laut. Tapi gak lama sih, karena airnya ternyata kayak kolam susu, butek sekali.
Jam dua siang, saatnya kami harus kembali ke Jakarta. Perjalanan yang relatif lancar karena melawan arah jadi tidak ada guncangan hebat ombak lagi. Ini perjalanan singkat tapi cukup padat. Saya menikmatinya, menyukainya, meski juga mengalami sedikit penurunan mood di sana. But no big deal-lah. Secara keseluruhan, semua berjalan lancar, dan saya semakin jatuh cinta dengan Indonesia. Indonesia-ku memang unik. Indonesia-ku memang berbeda.
waaaah, asik banget Mba’, tapi cukup mahal yaa utk akomodasi di Pulau Sepa.
yang pulau pasir keren sekali, kayaknya pasirnya halus yaaa, asik buat main2 sama anak 🙂
Padahal keliatannya jernih gitu ya, Kak..
omg, itu pasirnya ivory gitu warnanya….kyk bedak ^o^… Dgn malu aku hrs ngaku, 8 thn di jkt, blm prnh sekalipun ke pulau seribu -__-
Pingback: The Dancing Nemo | TehSusu.Com
Waow… pengen ke sini 🙂
Pasirnya, airnya,,,, surga dunia
Catatan wisata yang mantaps banget nih Mbak…
Dan selalu, saya terpesona dgn keindahan foto-foto karya Mbak yg mengabadikan keindahan alam kita yg demikian cantik…
Salam,
Aaakkk, pasirnya putih bersih. Pengen mantai lagiii…
Pantainya putih bersih, lembut pula.