[soliloquy id=”7111″]
Akhirnya jadi juga kemarin ajak Vay main ke museum. Dia memang sudah bilang sejak lama, kalau dia belum pernah masuk museum, dan pengen tahu museum itu seperti apa. Mumpung kemarin libur, sepulang cooking course di YCA, kita langsung cabut ke Kawasan Wisata Kota Tua.
Kenapa ini yang jadi pilihan? Pertama, tempat ini sudah jadi ikon Jakarta, jadi ini wajib jadi kunjungan perdana. Kedua, Wisata Kota Tua ini selalu ramai jadi Vay pasti tidak akan cepat bosan.
Tiba di Kota Tua, seperti sudah diduga, ramai. Jalan ke dalam saja tidak mudah untuk bersisian. Vay sumringah, terlihat excited dengan semua yang dilihatnya. Tapi dia memegang tangan saya dengan erat, takut terlepas di tengah keramaian.
Saat kaki sudah hampir dekat ke lokasi Museum Fatahillah, WOW! Luar biasa ramainya. Manusia seakan tumpah di situ. Berharap ada space untuk berfoto tanpa background manusia? Jangan harap.
Badut-badut bertebaran. Patung manusia batu juga tambah banyak dibanding ketika tahun lalu saya ke sini. Ada pula pocong-pocongan dan kunti, mangkalnya pas di bawah pohon besar. Ada-ada aja, yah. Vay saya tanya mau foto bareng gak dengan salah satu manusia batu, tapi dia gak mau. Ternyata karena terlalu ramai, dia jadi agak-agak malu nih.
Untuk masuk ke dalam Museum Fatahillah, pengunjung dewasa dikenakan HTM Rp 5.000, dan anak-anak Rp 2.000. Karena sudah hampir jam tiga sore, kami bergegas. Soalnya jam tiga museum sudah ditutup, jadi ya harus cepat.
Di dalam museum juga ramai sekali. Selfie, wefie, di mana-mana. Tidak ada yang sempat diterangkan di dalam karena Vay sudah lari sana lari sini, heboh sendiri dengan apa yang dia lihat.
Saya belum puas berkeliling sebenarnya karena masih ingin baca-baca — baru pertama kali masuk juga — tapi ini anak kecil sudah lari duluan gak sabar, apalagi sudah mau jam 3 jadilah tidak sempat membaca semua keterangan dari koleksi-koleksi di dalam. Yang bikin Vay agak takjub waktu dia lihat batu prasasti Tarumanegara, dengan cap kaki Raja Mulawarman.
Tiba di halaman belakang museum, kami menuju lokasi penjara wanita. Ini agak menyeramkan, ruangan bawah tanah yang sempit, atapnya juga pendek, dengan lantai yang selalu tergenang. Pengunjung hanya melihat dari luar saja, tidak ada yang berani masuk karena memang kesannya menyeramkan. Menurut ceritanya, penjara itu dulu memang sengaja diairi biar tahanan selalu kedinginan. Kalau sekarang masih ada airnya, katanya sih sudah mereka tutup sumber airnya tapi masih tergenang juga.
Kemudian ada bekas sumur juga di belakang. Kata Vay ada ikannya. Dia duduk sebentar, difoto lalu turun. Serem.
Keluar dari Museum Fatahillah, tak lengkap rasanya kalau tidak mencoba jualan khas di sana. Es potong harga Rp 3.000! Ada sih es selendang mayang, dll, tapi sudahlah, gak usah semua dicobain tar sakit perut gimana. Yang makan es potong pun hanya saya, Vay gak mau.
Di Kota Tua ini banyak seniman. Ada tukang tato, ada tukang sketsa. Vay terkagum-kagum melihat tukang sketsa yang bisa cepat menggambar wajah orang, karena dia juga merasa dirinya adalah penggambar ahli, sering tuh gambarin muka saya di kertas dan mengklaim bahwa itu mirip banget aslinya. LOL.
Biar Vay tidak penasaran, kita mampir ke lapak sketsa. Bayarnya Rp 40.000 per-kepala. Vay duduk manis di bangku pendek, menahan senyum manis di bibirnya, biar hasil sketsanya bagus. Beberapa orang di depan situ ikut senyum-senyum menonton anak kecil sedang digambar.
Ini dia hasilnya. Kurang tembem sedikit aja. Vay bilang dia bertekad ingin bisa gambar seperti si pelukis wajah itu.
Eh tapi kurang puas sih sebenarnya. Sepertinya besok-besok harus spesial datang pas hari biasa biar bisa puas lihat-lihat di dalam museum.
Pingback: Tempat Wisata di Jakarta yang Murah dan Mengasyikan | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik
Desember lalu belum kesampaian ajak anak2 kesana karena museunya tutup..wah, Vaya keliatan excited ya…tambah cantik berambut pendek begitu
dan sketsa lukisannya bagus banget deh
terima kasih mba.. 🙂
saya belum pernah ke museum fatahillah, pengen deh kesana
yaa ampun, rame banget, padahal minggu ini ada rencana mau jalan ke kota tua sekalian ke taman mangrove di daerah angke.
Wah saya belum pernah ke Mangrove itu. Habis kalau bawa kamera di-charge …
heuheu, cuma DSLR yang kena ‘pajak’ mbak, saya sih cuma senjata kamera hape, ^__^
sketsanya keren