Echo Beach adalah spot foto kedua di hari pertama kami di Bali setelah dari Air Terjun Tegenungan. Echo Beach terletak di Kabupaten Badung, sekitar 14KM dari Denpasar. Katanya pantai ini terkenal sebagai salah satu pantai yang bagus untuk surfing, dan cukup tenang serta tidak terlalu ramai wisatawan.
(Baca cerita tentang spot sebelumnya, Air Terjun Tegenungan di sini)
Jalan dari tempat parkir ke arah pantai, saya lihat di kanan kiri banyak kafe dan butik yang cukup bagus. Juga ada surfing course. Sebuah kafe di dekat pantai terlihat nyaman tapi masih sepi, mungkin karena masih terlalu siang ya, masih pukul setengah empat sore.
Eniwei, satu yang dirasa kurang kemarin adalah tempat untuk sholat. Sebenarnya kami ingin menumpang sholat di sebuah ruang kantor di sebelah kafe tadi, tapi ada mbak-mbak orang lokal yang mengingatkan kami. Katanya ruangan itu sering dilalui anjing, jadi menurutnya tidak layak bila kami sholat di situ. Akhirnya ya sudah diputuskan sholat dilakukan di mobil saja.
Karena masih panas, saya dan sebagian teman memutuskan untuk ngopi sebentar di warung kecil dekat pantai. Saya dengan malu-malu tanya ke ibu penjaga warung, boleh gak saya minta air panas saja, nanti saya bayar. Jadi ya, saya tuh terbiasa bawa kopi sendiri, soalnya kalau ketemu warung-warung begini, jarang yang jual kopi biasa tanpa gula. Mostly jualnya sachet, menurut saya itu sirop rasa kopi. Ibunya bilang, mereka juga punya kopi bubuk Bali, jadi bisa dibuat tanpa gula. Ah syukurlah. Jadi deh, ngopi sambil makan donat kampung.
Setelah menyiapkan kamera, turunlah saya ke bawah. Aah, rasanya luar biasa saat menghirup udara pantai bercampur bau garam, merasakan air laut membasahi kaki, mendengar suara ombak berdebur-debur. Rasanya tak pernah bosan, rasanya selalu rindu.
Air pantai yang surut menyisakan biota laut yang bisa dilihat. Bulu babi bertebaran di sela-sela karang (banyaaakkkk!!), kemudian teripang yang kering, ikan pasir kecil yang terjebak sendiri. Omaigat, semua ini membuat saya terharu. Barangkali yang bisa mengerti perasaaan ini hanyalah abang saya. Saya seperti anak kecil yang ingin bercerita bahwa saya menemukan ikan pasir yang dulu selalu kami tangkap saat main di pantai. Ingin cerita bahwa duri babi di sini banyak sekali dan besar-besar. Seekor keong kecil cantik menancap keras di sela karang, coba saya tarik tapi tak berhasil. Inginnya sih saya bawa pulang untuk Nona Vay, ingin saya ceritakan bahwa inilah kerang yang sering saya temukan ketika kecil dulu.
Semakin sore air laut perlahan mulai naik. Ada dua ibu-ibu yang menarik perhatian saya di sebelah sana, yang tadinya saya kira sedang mencari biota laut. Namun keduanya tidak sedang membawa tempat ikan atau sejenisnya. Jalanlah saya mendekati mereka, pelan-pelan melangkah agar tidak terjeblos atau menginjak bulu babi. Saya menyapa dan bertanya, apa yang sedang mereka lakukan.
“Lagi cari air suci.” Salah satu menjawab ramah. “Tapi hanya dapat sedikit.” Ibu yang lain menimpali. Kami mengobrol sebentar, mereka bertanya saya dari mana, yang saya jawab sambil membuat gerakan tangan memutar menunjukkan gerombolan orang bertripod, kalau kamu bari tiba dari Jakarta.
Sebelum mereka berlalu, saya minta izin untuk memotret salah satu ibu. Si ibu tersipu, katanya, “Aah, jelek begini kok difoto.” Sambil tertawa lebar.
“Gak bener tuh Bu. Ibulah yang paling cantik di sini.” Karena kecantikan itu seyogyanya adalah apa yang terpancar dari dalam hati.
Di Echo Beach ini banyak karang besar yang akan memberikan komposisi yang bagus untuk foto sunset. Tapi sayangnya awan tebal tidak mau pindah, sehingga sunset yang didapat tidak terlalu sempurna. Biarpun makin gelap dan air mulai pasang, beberapa peselancar masih terus bercengkerama dengan ombak. Sementara itu ada seorang fotografer ada di tengah sana, bertahan menunggu momen.
Berhubung bawa tripod, bolehlah ya, memotret diri sendiri dengan timer. Hahah, ini setelah pasang timer 10 second, langsung melangkah lebar-lebar (dan hati-hati agar gak kena bulu babi) ke depan, lalu action!
Overall, saya suka dengan Echo Beach ini. Tidak terlalu ramai, tidak terlalu berisik. Smell the sea, and feel the sky!
Foto lainnya bisa cek di Album Flickr berikut.
-ZD-
Pingback: Seindah Apa Sih Wisata Pantai di Kuta Bali? | | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik
air sucinitu seperti apa mbak?
Kalau saya baca sih, air suci ini istilah di budaya Bali, jadi memang air yang diambil dari sela-sela mata air begitu kalau gak salah ya.
Aiih kece banget poto2nya Mba Zy
Iya ya masih terlihat sepi tapi kayanya menenangkan, adem ke hati.
Iya enakan sepi… lebih tenang…
Bagus banget foto foto nya zy…
Makasih, Man.
Foto foto nya keren mbak
Jd pgen k bali, mgkin nanti bs kesampean kesana
Jgn lupa mampir jg y mbak
Semoga kesampaian ke Bali ya.
Pantai yang tak terlalu ramai dan tak berisik menambah nilai kenikmatan santai di pantai
Setuju.