Saya harus jujur bahwa working mom burnout sedang menghampiri saya. Saya sudah melihat tanda-tanda ini sekitar beberapa bulan terakhir ketika saya mulai merasa tertekan karena merasa harus melakukan semuanya sendirian. Saya sempat berpikir bahwa mungkin seharusnya saya mencari sumber pendapatan lain yang membuat saya cukup punya waktu untuk hal lain, tapi kemudian saya sadar saya masih butuh sisi yang satu ini untuk menunjang kelancaran semuanya.
Saya Menyadari Saya Lelah dengan Pekerjaan Gara-Gara Ini
Dua bulan terakhir ini kami sedang ada beberapa proyek yang jalan bersamaan, dan seharusnya semua berjalan sesuai dengan yang saya rencanakan sampai salah satu proyek menunjukkan ketidakjelasan output. Ini adalah proyek yang sebenarnya didapatkan oleh rekan saya, namun dimulai dengan persiapan yang kurang matang, baik dari sisi klien maupun dari kesiapan tim di kami.
Proyek yang rencana idealnya selesai dalam satu setengah bulan malah tidak ada kemajuan, dan saya jengkel berat karena sejak awal bulan kita sudah buat SOP dengan tim yang in charge, namun tidak dijalankan. Saya tidak berhenti mengomel dan bahkan bersuara keras ke satu orang tim yang lebih senior karena saya melihat dia melepaskan begitu saja pengawasan proyek ke anak intern, tanpa terlibat dengan serius di dalamnya.
Ketika saya mendengar tim intern saya menjawab dengan suara takut, saya jadi merasa tidak enak hati. Omaigat, betapa galaknya saya. Padahal anak saya Vay sudah mengingatkan, dia bilang kurang lebih begini, “Mami, janganlah marahin tim Mami yang muda-muda itu, namanya juga masih junior.” Dan ketika saya ingat kata anak saya, saya pun sadar. OK. Saya beruntung sekali punya anak perempuan yang sebenarnya banyak sekali mengajarkan saya bagaimana menjadi orang tua.
Kemudian awal minggu kemarin saya kembali dalam mood yang kurang enak. Saya baru ingat kalau saya cukup keras dalam mendidik tim di tengah minggu kemarin, padahal biasanya saya lebih sabar dalam mentutor mereka untuk semua yang terkait digital marketing karena jualan kita memang digital services. Kami memang sedang banyak proyek, dan di sinilah pentingnya menjaga ritme dan timeline agar tetap produktif.
Sore itu itu, saya langsung tutup laptop dan pulang lebih cepat. Ada yang gak beres dengan saya, dan saya tidak ingin ada di sana saat mood sedang gak beres.
Saya Memaksa Diri Terlalu Keras Setelah Harus Berjuang Sendiri
Kenyataannya adalah, saya terlalu memaksakan diri setelah saya harus berjuang sendiri. Menjadi single parent tidak mudah, selain saya juga bekerja, ada juga anak remaja yang keras kepala dan tidak boleh luput diperhatikan. Ternyata di dalam kepala saya, saya selalu merasa yang saya lakukan tidak pernah cukup. Ketakutan bahwa klien tidak puas dengan service kami, lalu ketakutan bahwa saya tidak bisa mendapatkan cukup banyak invoice untuk membayar gaji anak-anak, termasuk juga kesulitan mencari talent, semua ini ternyata bikin saya burnout.
Well, ternyata saya sedang berada pada kondisi tidak bisa manage stres dengan baik.
Dan tebak? Saya sepertinya lupa dengan kegiatan rutin lainnya. Anak saya akan mulai ujian semester di minggu depan dan seperti biasa seharusnya saya bersama-sama dengan dia membuat jadwal belajar dari kemarin-kemarin, menemaninya mencari contoh soal, menyediakan stok cemilan untuk penyemangat. Tapi saya lupa.
Saya malah memperbanyak minum kopi di teras sambil bermain dengan kucing kami, meskipun tentu saja ini bagian dari melembutkan hati.
Lalu saya mikir, tujuan saya menjalankan kondisi seperti sekarang, bekerja tapi dengan waktu yang fleksibel dan saya atur sendiri, adalah untuk menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan dan rumah. Keseimbangan sangat penting dalam kehidupan khususnya untuk para ibu bekerja, meskipun para wanita tentu saja boleh kerja keras mengejar mimpi.
Setelah saya mulai cooling down dari kabut stres saya kemarin, saya memutuskan sudah waktunya untuk melakukan yang tepat, yaitu membuat rencana.
4 Cara Mengutamakan Kembali Kehidupan dan Menghindari Kejenuhan Ibu Bekerja
1. Membuat batasan untuk waktu yang saya miliki dan sering-seringlah mengatakan tidak
Kita tidak bisa mengatakan ya pada dua hal sekaligus. Bila kita bilang ya pada pekerjaan, atau bilang ya pada undangan sosialisasi dengan sekelompok teman lama, maka ada kemungkinan besar kita akan mengatakan tidak untuk anak dan keluarga kita. “Maaf Nak, Mami ada undangan meeting nanti malam.” adalah satu contoh TIDAK ke anak karena kita sudah berkata YA pada undangan rapat dadakan di luar rencana.
2. Luangkan waktu untuk perawatan diri
Berkali-kali saya menulis pentingnya perawatan diri bagi seorang ibu di blog ini. Dan ya, saya mengabaikannya karena terkait dengan nomor satu di atas. Sebagai wanita yang sudah berusia 40 tahun ke atas, menjaga kebugaran sangat penting dan ditambah adanya penyakit kronis yang saya idap, saya seharusnya lebih sering berolahraga dan menjaga diet yang tepat.
Satu hal yang saya suka lupa adalah, salah satu perawatan diri yang penting buat saya adalah rutin menulis. Saya sadar saya tidak terlalu produktif menulis di bulan ini, dan ini artinya untuk berikutnya saya harus mulai lebih disiplin dengan waktu kerja saya agar bisa melonggarkan waktu dan mengerjakan kembali proyek pribadi yang saya mulai dan saya sukai. Dan meluangkan waktu dengan anak saya.
3. Mengenali posisi saya dalam hidup
Ini sangat besar dan penting bagi saya. Saya telah memberikan banyak tekanan pada diri saya sendiri untuk berbuat lebih banyak untuk membesarkan bisnis yang sedang saya bantu saat ini. Sebenarnya saya mulai menikmati kondisi saat ini di mana bisnis ini semuanya bertumbuh dengan positif di saat saya terjun total tapi karena anak saya sudah semakin besar dan praktis dia hanya punya saya di rumah, saya ingin kami sama-sama punya kebersamaan sebelum dia semakin besar dan nanti mungkin akan sibuk dengan kegiatan barunya. Anak gadis saya tidak akan selalu bergantung pada saya, akan tiba saatnya dia mulai terlalu sibuk hingga tidak peduli sama ibunya, dan saya akan punya banyak waktu untuk bekerja, menulis atau apapun. Tapi untuk saat ini, posisi saya masih di sini. Di sampingnya.
4. Berhentilah menjadi penyelamat bagi semua orang
Saya sudah mengatakan pada diri saya, saya harus selektif dalam menentukan pilihan akan melakukan apa karena saya tak mungin bisa jadi penyelamat bagi setiap orang, saya tak harus jadi yang serba tahu buat siapapun. Katakanlah begini, setiap pagi saya pasti disibukkan dengan rutinitas mengantar anak ke sekolah, lalu ada jawal membaca sambil minum kopi. Saya harus menahan diri untuk tidak membuka email kantor atau WA di ponsel agar tidak terganggu oleh isi pesan yang membuat saya malah tidak bisa melanjutkan rutinitas. Cuma bagaimanapun saya pasti akan mengintip sekiltas di WA, karena bisa saja masuk pesan penting dari keluarga. Tapi saya sudah memutuskan tidak akan membalas pesan apapun yang masuk ke WA saya sebelum jam 8 pagi. Setiap orang punya jadwal masing-masing, saya yakin rekan-rekan saya seharusnya mengerti bahwa di sini nih ibu-ibu gitu ya, pagi-pagi pasti masih sibuk mengurus rumah dll, dan juga punya waktu untuk diri sendiri, meskipun bekerja dari rumah.
Kata-kata Akhir
Saya berusaha untuk menunjukkan kepada anak gadis saya bahwa meskipun kita bekerja keras untuk mengejar tujuan kita, kita tetap harus ada waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Beberapa hari dalam seminggu di pekerjaan membutuhkan perhatian khusus, karena itu saya dapat menyesuaikan jadwal kerja atau proyek saya dengan jadwal talent atau tutor anak saya. Dengan demikian, kami akan sama-sama memiliki hari dengan jadwal penuh dan hari dengan jadwal yang cukup longgar. Pada akhirnya, itulah inti dari menjadi seorang ibu, menunjukkan cinta, kasih sayang, dan pengertian.
Jika pembaca mengalami kejenuhan dalam hidup, baik dari pekerjaan atau rumah, saya menyarankan untuk meluangkan waktu membuat batasan kalian sendiri. Bila butuh teman untuk cerita-cerita, bisa ngobrol sama saya.
Hi mbak, saya sedang mengalami burnout juga tapi dalam pernikahan, melihat mbak yg menjadi single parent dan bisa bertahan dalam keadaan begini, membuat saya semakin yakin bahwa perempuan itu kuat, dan saya kuat menjalaninya 🙂
Lama tak bersua ya :).
Iya, bagaimana lagi, bagaimanapun harus berani dan semangat, kerja keras, demi diri dan anak. Saat sudah ada anak, perasaan mungkin akan menjadi urutan kesekian.
Salut sama perjuangannya mba……….tetep semangat ya Mba…..
Ah.. Terima kasih Pak sudah datang mampir.