Sumba memang eksotis. Itu yang saya lihat dan rasakan saat bulan lalu main ke Sumba Timur bersama teman-teman komunitas fotografi. Pesona alam di Sumba berbeda dengan keindahan tempat lain di Indonesia, jadi kalau kita sudah keliling pulau-pulau di Indonesia, maka kita akan tahu bahwa Indonesia memang luar biasa dan sangat unik keindahan alamnya.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Umbu Mehang Kuda, saya merasa seperti bernostalgia, saat kecil dulu sering mendarat di bandara-bandara kecil seperti di Biak, Wamena, Jayapura. Udara panas langsung terasa menyengat kulit, wajarlah namanya juga lagi musim kemarau.
Sumba Timur memiliki topografi alam yang berbeda, didominasi oleh pegunungan dan perbukitan kapur, sehingga menjadikan tempat ini menjadi sangat berbeda dengan kabupaten lainnya di NTT. Salah satu tempat yang menjadi iconic Sumba Timur karena keunikan dan keeksotisannya adalah Bukit Wairinding.
Bukit Wairinding terletak di Desa Pambota Jara, Kecamatan Pandawai, berada di ketinggian 100-200 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai bukit ini, kurang lebih naik mobil ditempuh selama 30 menit dengan perjalanan berkelak-kelok (mungkin sedikit mabok darat kalau yang gak kuat) di atas aspal yang mulus. Sebelum kami ke sini, Pak Yan driver kami bilang nanti di atas bukit akan sangat dingin. Tapi saya sih bandel ya, soalnya siang hari kan panas banget, jadi saya pikir ah mungkin gak dingin-dingin amat, jadi gak mau bawa jaket. Ribet soalnya, heheh…
Tiba di Bukit Wairinding, kami langsung naik ke atas melalui anak tangga undakan alami. Suasana tidak terlalu ramai saat itu. Tiba di atas barulah kami sadar kenapa bukit ini begitu terkenal. Hamparan padang savana yang sangat luas dengan perbukitan terhampar di depan sana begitu memukau. Oh iya, mengunjungi Bukit Wairinding pada dua musim berbeda akan mendapat pemandangan yang berbeda. Kalau datang ke Sumba saat musim kemarau (seperti saya yang datang saat bulan Juli) maka suasana alamnya terasa sangat kering dan panas, seperti berada di Afrika, lengkap dengan padang savananya. Sebaliknya kalau datang pada saat musim penghujan, kita akan melihat hamparan perbukitan yang sangat hijau, seperti di New Zealand (katanya begitu ya karena saya belum pernah ke NZ langsung). Jadi saya harus ke sana lagi nih setelah musim kemarau selesai. Melihat bukit hijau pasti rasanya beda kan.
Semakin sore udara semakin dingin (ternyata benar kata Pak Yan) tapi untungnya saya sudah bawa kain tenun Sumba yang baru dibeli siangnya. Kesempatan ya bergaya dulu dengan latar belakang perbukitan, sebelum kembali ke belakang tripod untuk merekam matahari tenggelam. Soalnya sayang gitu kalau ke sini gak punya foto diri sendiri.
Eniwei saya punya cerita tentang kain Sumba yang saya pakai ini. Waktu sedang memilih-milih kain Sumba, saya bingung karena ada terlalu banyak pilihan dan size tapi belum ada yang saya rasa cocok di hati. Saya mau cari yang bisa saya pakai sehari-hari, dan tidak terlalu lebar. Mendadak ibunya seperti teringat sesuatu lalu beliau mengambil sebuah kain dari dalam. “Ini. Ini cuma ada satu.” Saat beliau mengulurkan kain Sumba itu, langsung saya jatuh hati. Aahhh ini aku banget. Lalu si Ibu bilang, kain yang tinggal satu itu sama dengan yang telah diambil oleh sepasang artis yang pernah datang ke situ. Dan beruntungnya lagi, adalah karena si Ibu memberi harga khusus buat saya, dapat diskon 25%. (sementara teman saya cuma dikurangi 50rb). Aah ini pasti karena dia lihat wajah saya wajah timur juga. Ge-er yaa.. hahahaa…
Nah lanjut lagi ke Bukit Wairinding. Hamparan rumput dan bukit yang luas bisa diakses dari ujung ke ujung. Di bukit ini juga banyak anak-anak kecil penduduk lokal yang bermain di atas dengan kuda dan anjing mereka. Biasanya, rombongan fotografer yang datang akan menyewa kuda dan penunggang untuk jadi foreground. Kalau kami kemarin, sempat menyewa seekor kuda juga dan beberapa bergantian jadi model. (Termasuk saya yang mendadak ditarik untuk foto dengan kuda, karena saya pakai topi koboi dan kebetulan pula punya tampang lokal).
Baca juga: Pantai Yang Sunyi Tapi Memabukkan, Watu Parunu Sumba
Nah, Sumba ini kan juga terkenal dengan kudanya. Jadi memang saya itu penasaran sekali ingin memotret kuda Sumba, yang berwarna coklat tua. Tiap lihat kuda coklat pasti terkagum-kagum, buat saya coklat itu seksi, coklat itu eksotis. Waktu di tempat wisata air terjun yang kami kunjungi, sebenarnya banyak kuda di hutan-hutan di bawah sana, tapi ketika didekati (padahal mendekatnya pelan-pelan), eh kudanya lari, hahaha…. kuciwa deh. Tapi akhirnya di Bukit Wairinding ada juga kuda yang bisa difoto, meski tidak terlalu coklat. Tapi puassss…. dan senang.
Lalu, sementara beberapa teman lain masih turun ke bukit untuk mencari objek, saya mengajak anak-anak kecil di situ mengobrol dan berfoto. Mereka juga sangat welcome lho terhadap pendatang, tidak malu-malu difoto dan diminta bergaya. Beberapa di antaranya dengan senang hati mengintili saya, yang sibuk mencari spot yang cocok buat memotret mereka.
Menjelang malam, di bukit ini sudah pastilah ya tidak ada lampu. Jadi pengunjung biasanya sudah turun saat matahari benar-benar tenggelam. Kecuali yang masih memotret biasanya bertahan sebentarlah, seperti kami, yang dengan bermodal senter, duduk dulu untuk menunggu milkyway, sebelum kemudian turun diiringi oleh gonggongan anjing penjaga rumah warga sekitar.
Mengenai fasilitas, di sini tidak ada banyak fasilitas, hanya ada warung kecil yang jadi tempat nongkrong warga dan driver yang menunggu, jadi kalau mau ke sini sebaiknya membawa bekal minuman dan snack (tapi tentu saja jangan lupa sampahnya dibawa balik, jangan ditinggal). Untuk toilet, harus menumpang di warung.
Baca juga: Air Terjun Waimarang Sumba Timur, Seperti Punya Kolam Pribadi Aja
Begitulah, satu sore yang eksotis di atas Bukit Wairinding, tempat kita bisa menikmati Sumba Timur dari ketinggian dengan diiringi nyanyian rumput dan semilir angin.
-ZD-
Pingback: 6 Tempat Wisata Ini Cocok Jadi Pilihan untuk Refreshing Setelah Pandemi COVID-19 | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Air Terjun Waimarang Sumba Timur, Seperti Punya Kolam Pribadi Aja | | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Pantai Watu Parunu Sumba | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Tips Penting Buat Para Female Traveler | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik
Pingback: Indahnya Danau Toba dari Bukit Holbung Samosir | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik