Hai halo.
Bagaimana kabar parents yang anaknya sudah start bersekolah di rumah? Kalau Nona Vay, seminggu yang lalu sudah ada matrikulasi bersama yang dilakukan via Google Meet, dan hari Senin ini mereka sudah mulai orientasi. Dalam orientasi hari ini hingga dua hari kedepan, para siswa bukan hanya melakukan perkenalan dengan home room teacher, teman-teman sekelas, namun juga adaptasi dengan jadwal dan metode belajar secara online (lagi).
Saya menyempatkan diri memotret Vay pagi tadi sebelum mulai menulis ini. Tumben lho mau senyum…. hahaha…
Saat PTC hari Sabtu kemarin, saya dan parents lain sebenarnya punya concern yang sama tentang metode belajar online ini. Yang sangat utama kami khawatirkan sebenarnya adalah proses mengajar dan bagaimana proses diskusi interaktif antara guru dan murid, sebab kalau belajar online (yang mana biasanya siswa semua harus mute dan guru yang memberikan penjelasan) pasti akan ada kendala dari sisi guru untuk dapat menilai mana siswa yang butuh penjelasan lebih lanjut dan mana yang sudah mengerti karena guru tidak bisa melihat gestur anak secara langsung.
Lalu apakah anak harus standby seharian di depan laptop dan terus terkoneksi dengan internet sepanjang waktu (yeah tahulah koneksi internet untuk rumahan kan sekuat apa yaaa), dan bagaimana kalau mendadak jaringan putus. Ini mengingat saat minggu kemarin lagi matrikulasi (baru mulai pula pagi-pagi), mendadak internet putus, lalu Vay terpaksa konek pakai handphone. Ketika gurunya bilang ada tugas di Classroom, dia langsung nervous dan insecure karena tidak merasa ready untuk membukanya via handphone.
Concern lain adalah bagaimana kalau ada anak tidak mau mukanya kelihatan di GMeet. Hahaha ternyata ada juga yang seperti Nona Vay. Vay ini dikit-dikit matikan kamera, padahal sudah saya bilang wajib dinyalakan sebagai bukti kehadiran.
Ya basically pertanyaan-pertanyaan teknis dan kekhawatiran para orang tua lumayan banyak disampaikan kemarin. Dan memang ini bukan hanya pe-er orang tua tapi juga pe-er guru- dan sekolah, seperti juga dikatakan principle-nya kemarin, bahwa tiga bulan kemarin adalah kondisi darurat dimana mereka harus langsung memindahkan metode belajar offline ke online, namun sekarang akan menggunakan pendekatan yang berbeda agar kegiatan belajar dari rumah bisa berjalan lancar. Jadwal sekolah pun (mungkin) akan disesuaikan, tapi kita parents belum tahu pastinya.
Memangnya Vay masuk SMP mana sih?
Oh iya, untuk sekolah, Vay tetap lanjut di sekolah yang lama. Jadi kalau dulu SD-nya Kinderfield, dia lanjut ke Highfield. Kok gak bosan sih masa dari Kiddy sampai udah SMP sekolahnya di situ lagi? Hahaha…
Kenapa Pilih Highfield Secondary School Duren Sawit?
Saya tak mau berdebatlah soal sekolah mana yang lebih bagus atau lebih favorit, lalu kenapa gak ke negeri dan tetap ke swasta, karena setiap orang tua kan punya pertimbangan sendiri. Jangan sampai berantam pulak awak kan hanya gara-gara memaksa sekolah ini lebih bagus dari sekolah itu, ya gak sih?
Tapi kalau ditanya kenapa saya pilih Highfield sebagai smp buat Vay, ini alasannya:
Kurikulum mereka yang mixed antara kurikulum nasional dan Cambridge. Ini termasuk penting karena Highfield Secondary School telah terdaftar sebagai Cambridge International School. Ya mimpi orang tua kan boleh saja setinggi langit, semua yang terbaik buat anak sebisa mungkin kita usahakan. Banyak yang bilang, pelajarannya berat, peer nya banyak. Bener gak? Bener. Namun berdasarkan pengalaman saya menyekolahkan Vay di Kinderfield, beratnya pelajaran itu baru terasa ketika mereka sudah masuk upper class (kelas 4) karena nilai kelulusan memang dihitung dari kelas 4, dan proses persiapan sudah dimulai sejak kelas tiga. Jadi begitu naik ke kelas 4, nilai langsung anjlok, tapi kemudian normal kembali di term 2.
Mungkin memang begitu model mengajarnya ya, but so far saya tidak melihat Vay stress berat, dan tidak pernah les juga. Malah saya yang stress kalau lihat dia santai aja. Dan dia bilang begini ke saya, “Belajar boleh Mi, tapi jangan sampai bikin stress.” Hmm bisa aja kau Dek… Ayo belajar!
Kegiatan non akademik juga banyak, jadi kehidupan anak-anak ini balancelah. Ada choir, dancing, sampai drama musikal, dan kalau di Highfield mereka udah mulai bikin band lho. Terus juga begitu masuk grade 7 Highfield ini sudah ada kegiatan khusus terkait social and character building, jadi nanti siswa akan study tour ke satu daerah untuk melakukan kegiatan sosial (dan mamak dah gak boleh lagi ngintil huhuhu).
Tapi karena tahun ini masih pandemi, mungkin kegiatan untuk kelas 7 akan di-postpone. Padahal kalau dengar cerita dari para mamak yang anaknya sudah masuk Highfield duluan, ini kegiatan yang paling dinanti anak-anak. Wahhh sabarlah ya Vay.
Dan ya, Highfield pun masuk dalam daftar sekolah swasta terbaik di Jakarta Timur. Lulusannya pun banyak yang berhasil dapat beasiswa ke luar negeri dan juga ada yang lolos jalur prestasi masuk PTN. Kemudian fasilitas sekolahnya juga lengkap, ada kolam renang, lapangan bola, lapangan basket, beberapa lab. Sanitasi seperti toilet pun bersih. Ruangan untuk acara, sampai hall besar juga sudah ada untuk bikin drama musikal atau acara graduation. Yang agak kurang hanya tempat parkir, tapi ya wajarlah. Memangnya siapa yang mau parkir? Masa murid? Jadi kalau diantar, mesti cepat diturunkan di drop off biar gak bikin macet.
Namun jujur dalam hati saya pun deg-degan karena kurikulumnya termasuk padat merayap dan standar skornya tinggi. Mau masuk ke smp-nya ini saja, ada teman Vay yang dari Kinderfield sampai harus tes dua kali baru bisa mencapai skor minimal masuk Highfield. Bismillah ya semoga Vay bisa mengikuti.
Jumlah siswa Highfield per angkatan juga tidak terlalu banyak, satu kelas tidak lebih dari 20 anak. Ini penting sih, agar anak bisa mendapatkan perhatian yang cukup dari guru. Dan model belajar di HF sudah tidak akan sama dengan di SD lagi, karena nantinya siswa akan makin diarahkan untuk mendevelop dirinya dengan banyak membuat project, lalu mengexplore semuanya sendiri juga.
Lingkungan sekolahnya. Ini adalah alasan utama, karena saya mau anak saya merasa aman dan nyaman di sekolahnya. Security banyak, sekolahnya bersih, dan yang utama sih tidak ada bully-bully (so far). Dan eniwei, ada satu concern saya sejak Vay SD di sini. Di sini ada aturan jelas bahwa orangtua dan siswa tidak boleh memberikan apapun ke guru, demikian juga sebaliknya guru tidak boleh menerima pemberian dari murid, even goodie bag ulang tahun. Buat saya ini penting agar kita sebagai orang tua bisa objective melihat kualitas guru dan juga anak kita.
Jarak sekolah ke rumah dekat. Nah, ini penting kan. Itu sekolahnya sebenarnya kita kepeleset pun sampai, tapi sekarang ini Jakarta semakin-makin macet, dan daerah sekitar sekolahnya pun ada beberapa sekolah lain, akhirnya yang mestinya 5 menit sampai, telat keluar sedikit dari komplek bisa kejebak kepadatan, dan tiba di sekolah 30 menit. Vay biasa dijemput jam 6.15, mampir-mampir jemput beberapa anak lagi dan baru sampai di sekolahnya 6.30. Lalu pulang sekolah kan jam 3 sore, sampai di rumah jam 4. Bayangkan kalau pindah ke sekolah yang lebih jauh sedikit? Beuh mo berangkat sekolah jam berapa?
Selain itu, tentu saja karena anaknya juga pengennya di sini lagi. Dan ketika tahun ajaran lalu saya mewanti-wanti Vay agar giat belajar jelang ujian sekolah agar nilainya mencukupi untuk masuk HF, ehhh ternyata Vay dapat golden ticket untuk melanjutkan ke Highfield Secondary School, yang artinya dia tak perlu lagi tes, tinggal melenggang aja. Sejujurnya saya masih belum percaya kenapa Vay bisa dapat golden ticket. Soalnya nilai akademiknya naik turun, sementara ada beberapa temannya yang lain selalu dapat skor tinggi di kelas malah gak dapat golden ticket. Jatah golden ticket itu maksimal 10% dari jumlah siswa. Dan selain golden ticket, juga ada yang mendapat beasiswa untuk masuk Highfield. Tapi saya yakin dan positive thingking, nilai akademik bukan satu-satunya parameter sekolah saat memberikan tiket khusus untuk siswa. Alhamdulillah ya Adek Mami.
Baca juga: Happy Graduation Vay! You are One of a Kind
Dan karena alasan-alasan di atas juga, saya tidak memasukkannya les di bimbel nasional untuk kebutuhan ujian masuk negeri atau sekolah swasta lainnya. Karena meskipun seandainya tidak ada pandemi pun, para siswa Kinderfield tidak perlu ikutan ujian nasional yang menggunakan Bahasa Indonesia, mereka diizinkan membuat Ujian Sekolah sendiri yang mengikuti standar dari Dikbud, jadi tetap dalam bahasa Inggris. Ini ternyata membuat lega semua orang tua, karena dari pengalaman tahun lalu, siswa mengeluh kalau soal-soalnya yang ditranslate bahasanya jadi aneh, seperti pakai Google Translate.
Ini lokasinya apabila ingin berkunjung ke sana.
Nah sekarang bagaimana persiapan kami di rumah? Mungkin persiapannya samalah dengan parents lain, karena kita semua menghadapi kondisi yang sama.
So kalau saya, ini yang saya siapkan di rumah untuk menunjang proses belajar Vay selama school from home:
Yang pertama menyiapkan ruang belajar yang nyaman buatnya. Vay merasa lebih nyaman dan konsen kalau belajar di kamarnya, jadi semua buku pelajaran sudah pindah ke kamarnya (kalau di HF biasanya buku disimpan di sekolah semua, hanya bawa buku homework pulang kalau ada pe-er) termasuk perlengkapan atk. Suara-suara yang bakal mengganggu seperti suara TV dikecilkan, saya juga akan kerja di luar dan tidak bolak-balik masuk kamar biar dia tak terganggu.
Yang kedua memastikan internet lancar pagi hari sebelum dia mulai belajar. Lalu saya juga harus rutin tektokan dengan guru kalau ada masalah. Ketiga, Vay sudah punya laptop sendiri, dan karena ada screen time, ya saya harus perpanjang screen timenya. Keempat, mensuplai susu, snack dan makanan on time, soalnya jam istirahat cuma sebentar.
Yang terakhir, kami sepakat mencari kegiatan santai buatnya, yang meski dilakukan online tapi dia akan dengan senang hati melakukannya. Jadi pas wiken dia tetap santai-santai kan. Saat ini belum sepakat dia mau ikutan apa, masih dicari.
So begitulah update untuk school from home tahap 2 dari Vay.
Selamat jadi anak kelas 7, Krasivaya!
-ZD-
Mbak emang standar masuk HF tinggi banget ya mbak? Berapa nilainya mbak kira-kira? Aku jadi penasaran, hehehe.
Tahun lalu pas daftar SD KF juga dikasih tahu kalau nanti 2 tahun terakhir bakalan akan insentif untuk UNnya karena pelajarannya bakalan ditranslate ke bahasa Indonesia. Syukur tahun ini gak jadi ya mbak. Dan aku berharap pas si K juga gak ada UN lagi seh yak, karena aku gak ada rencana mau sekolahkan dia di Negeri, jadi ribet kalau pake UN.
Tapi HF di Pontianak belum ada seh, hahaha. Masih berharap nanti dibuka, paling nggak pas angkatan Katniss. Soalnya di Pontianak gak ada sekolah yang Nasional pluss dari Jakarta gitu kayak KF, semuanya sekolah lokal punya Pontianak, jadi kurang sreg dengan sistemnya.
Oh sebenarnya UN tahun 2020 bukan tidak ada, cuma ganti nama menjadi Ujian Sekolah. Kalau Ujian Sekolah, semua sekolah bisa bikin soal sendiri yg mengikuti JukNis dari Dikbud. Biasanya sekolah2 negeri akan ada grup dari para mengajar untuk membuat soal bareng2 yg akan dipakai oleh semua sekolah negeri (yg di Jakarta), sementara SPK (spt Kdf) boleh bikin US sendiri dalam Bhs Inggirs tapi tetap ngikutin juknis. Ada anak2 yang bilang klo Kdf pakai US malah lebih susah karena pasti pakai standar sekolah, sementara kalau UN tentu standarnya beda. Teman2 Vay yang mau masuk negeri, sejak kelas 5 sudah ikutan bimbel berhasa Indonesia, jadi ready saat harus menghadapi ujian yg berbahasa Indonesia. Eh nanti ganti pemerintah pasti ganti peraturan lagi nih pasti hehe…
Oh iya kalau skor minimal kurang tahu juga sih minimalnya berapa untuk yang daftar dari luar dan daftar dari dalam. Soalnya kalau pakai angka, belum tentu sama standar tiap sekolah. 75 di sekolah lain mungkin valuenya sama dengan 60 di Kdf. Mungkin yaaa…
Semoga nanti segera ada SPK baru di Ponti ya Ni.
Pingback: Cara Memblokir Situs di Google Chrome | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Cara Tetap Kreatif Saat Work from Home | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Ponakanku yang masih TK dan kelas 1 saja udah bikin mumet urusan sekolah daring. Sibuk bikin video nyanyi, joged, dll. Belum lagi kuota internet kadang tewas hahahaha.
Hahahaha… nah klo udah bikin2 video dan harus dikirim ke guru kan pasti kuota harus cukup dan jaringan stabil. Klo udah keok, gimana… LOL.
disini juga bakal sekolah online lagi nanti mulai bulan depan…
Ohhh di sana masuknya Agustus yaa….
Hi mba Zizy, salam kenal ?
Maaf baru kunbal, yah ?
Eniho, selamat untuk Vay sudah jadi anak SMP sekarang ? semoga bisa menjalani masa-masa SMP dengan menyenangkan bersama teman-teman tersayang. Meski sekarang harus sekolah dari rumah dulu, wish Corona cepat hilang jadi Vay bisa berangkat sekolah seperti biasanya ?
Ps: sekolahnya bagus mba, the important thing nggak ada bully. Means, sekolah concern untuk menjaga tindak tanduk para siswa agar tetap terarah dan sesuai jalur positif ? apalagi kalau fasilitas lainnya mendukung ~ semoga semakin banyak sekolah-sekolah dengan sistem mumpuni di Indonesia agar dapat menjaga kualitas anak-anak didik as generasi penerus bangsa ?
Emoticonnya nggak muncul, mba (maaf jadi tanda tanya semua) hehe.
haha gpp… makasih ya sudah mampir.
Benar. Lingkungan yang positif harus jadi salah satu concern dalam memilih sekolah ya…
Koneksi internet memang menjadi isu utama yang harus diperhatikan di situasi yang membuat banyak orang bekerja dan belajar secara online dari rumah. Pemerintah harus menjamin ketersediaan jaringan internet secara luas ke seluruh pelosok negeri.
Hmm,, saya jadi tertarik mengenal lebih jauh sekolahnya Vay, kak. Biar punya alternatif pilihan untuk si K nanti.
Iya kan?
Bayangkan kita semua kerja dan sekolah di rumah maka internet harus kencang kalau harus seharian konek.
Ya, coba main dulu ke Kinderfield… pas Vaya kiddy dan KG juga dia happy banget di sana, soalnya banyak mainnya ko. Cuma begitu masuk kelas 4 baru deh… mamaknya yang pening hahaha…