Di Sumba Timur, ada satu air terjun dengan pemandangan yang sangat luar biasa, yang menurut saya wajib dikunjungi bagi traveler. Namanya Air Terjun WaiMarang yang berada di Desa Wai Marang.
Saat ke Sumba bulan Juli lalu, bersama rombongan kami mampir ke Air Terjun Waimarang ini. Menempuh jalan kurang lebih satu jam setengah dari Pantai Watu Parunu, sepanjang perjalanan kita melewati padang savana yang kering karena musim kemarau. Terlihat eksotis tentu saja, karena itulah ciri khas Sumba. Lokasi air terjun ini memang lumayan jauh dan tidak mudah ditemukan kalau wisatawan ingin mencoba datang sendiri ke sini, karena di sepanjang jalan tidak banyak petunjuk yang memadai. Nasib kami untuk sampai ke lokasi bergantung pada Pak Yan, driver kami yang canggih. Petunjuk bahwa kita sudah akan sampai adalah ketika mobil sudah memasuki jalan sempit tak beraspal serta memasuki kawasan dengan rumah-rumah panggung di kanan kiri, yang kemudian mobil kami tiba di dataran luas yaitu tempat parkir bagi wisatawan.
Kami tiba di sana sekitar pukul sepuluh pagi, saat matahari mulai naik. Jadi panasnya masih panas-panas kuku. Hehehe… ya kali ya, di Indonesia bagian timur ada panas-panas kuku. Panas ya panas aja.
Baca juga: Eksotisnya Bukit Wairinding di Sumba Timur
Saat rombongan turun dari mobil, barulah pada paham bahwa untuk turun sampai ke lokasi Air Terjun Waimarang butuh effort lumayan. Dari tempat kami berdiri atas, tidak terlihat apapun tanda letak air terjun itu. Artinya letaknya memang sangat tersembunyi, jadi kalau mau lihat ya harus turun. Jaraknya sekitar 1KM, kata bapak pemilik warung di situ kalau jalan kaki ya cuma dua puluh menit. Saya tahu sih, kalau orang lokal bilang 20 menit, itu sih bisa dua kali lipat buat pendatang. LOL. Mendengar medan yang berat, sebagian besar langsung menyerah tidak mau turun. Bahkan driver-driver dan tour leader kami pun malas turun, hahaha… curang ya.
Tapi saya, Put dan Den sepakat untuk turun. Sudah sampai di sini ini kok, sayang sekali kalau tidak turun. Malah saya sudah sengaja beli celana selutut biar bisa main air di bawah. Beruntung sekali, bapak pemilik warung menawarkan keponakannya untuk membantu saya membawa tas kamera dan tripod. Tadinya beliau menawarkan anaknya Erik — saya kira-kira usianya 10 tahun — untuk jadi portirnya, tapi saya menolak, karena saya bawa tripod besar, gak tega anak kecil disuruh gendong tripod yang hampir seukuran dirinya. Makanya kemudian yang bantuin ya abangnya. Tapi dia ikut turun dan ikut membawakan tripod punya teman yang jauh lebih ringan.
Ada yang bilang jalan ke lokasi curam dan tidak bersahabat. Tapi sebenarnya perjalanan ke bawah itu tidak terlalu berat. Kalau digambarkan kira-kira begini, turun dari atas sedikit curam lalu kemudian kita akan melewati jalan di tengah hutan yang cenderung mendatar dan stabil (tidak curam) selama beberapa waktu, lalu kemudian ada yang curam sedikit, dan kemudian stabil lagi, baru terakhir ketika sudah terdengar suara air terjun, itu baru ketemu trek yang sangat curam, kurang lebih kemiringan 65 derajat. Untuk turun ke bawah harus pegangan pada batang pohon yang sengaja dibuat untuk berpegangan. Ini berarti pas pulangnya nanti akan terasa cukup berat karena harus menarik badan kita ke atas. Eniwei di tengah perjalanan kami juga bertemu kuda-kuda yang sedang merumput.
Di turunan curam itulah kami ketemu dengan dua bapak-bapak Korea yang tadi sudah turun duluan. Mereka sedang beres-beres kamera. Saya kira mereka baru mau turun, eh ternyata mereka sudah selesai dan mau naik. Wah, kok cepat ya.
Dan ternyata, begitu sampai di bawah, barulah terpampang di depan mata kita, Air Terjun Waimarang yang indah itu. Air Terjun ini memiliki warna air biru muda yang menyegarkan dan memiliki tiga tingkat kolam. Jadi kolam pertama yang kecil itu lebih mirip jacuzzi, bisa untuk duduk-duduk santai di pinggir atau kalau bawa anak-anak bisa berenang di situ. Itu dalamnya cuma sekitar 1 meter.
Lalu tingkat dua adalah kolam yang sedikit membulat, inilah yang cantik banget jadi favorit pengunjung untuk berenang atau melompat dari kelokan air terjun. Dalamnya sekitar empat lima meter, jadi kalau tidak bisa berenang lebih baik duduk-duduk saja di pinggir atau main di kolam pertama. Untuk turun ke daerah kolam kedua ini mesti hati-hati karena sangat licin, bekas campuran jejak air dan lumpur dari kaki pengunjung. Di tepi kolam kedua ini sudah ada tiga teman kami yang sudah siap-siap untuk memotret. Saya, Put dan Den juga turun ke situ.
Nah lalu tingkat ketiga ada di mana? Ada di balik tebing kolam kedua. Kata pemandu kami, tinggi air terjunnya sekitar lima enam meter dengan dalamnya kolam mencapai 6 meter. Jadi asalnya air kolam di tingkat dua dan tingkat satu adalah dari air terjun tertinggi itu, dan tingkat dua inilah yang paling jadi favorit pengunjung soalnya selain karena seperti kolam pribadi, tingkat dua ini juga dipagari oleh dinding tebing yang tinggi sehingga sinar matahari lumayan terhalang. Kenapa kita tidak naik ke tingkat tiga? Sebenarnya pengen naik ke sana, ingin tahu seperti apa. Tapi untuk mencapai tempat itu, kita harus jalan meniti tepi dinding kolam tingkat dua. Iya, meniti, pelan-pelan melangkah dengan badan menempel ke dinding kayak cicak. Ya, kalau jatuh pun jatuhnya kan ke kolam tingkat dua sih, gpp. Tinggal berenang dikit dah sampai pinggir, atau bisa juga pegangan di tepi. Di sisi kiri kolam kedua, ada pijakan juga kok. Tapi, karena kita bawa kamera, gak berani menyeberang ke atas. Kalau kameranya jatuh gimana. Huhuhu… bisa nangisssss….! Jadi inilah ternyata alasan dua bapak Korea tadi cepat saja menghabiskan waktu di sini. Setelah sampai hotel baru si bapak Korea cerita, “Saya-lihat-cuma itu-saja. Yang besar-ada di atas-naik ke sana-susah. Tidak berani-bawa kamera begini.”
Setelah puas foto-foto, saya dan tiga teman langsung mencebur ke kolam. Waahhh beneren, kalau ke sini pasti pengen mandi. Segarnya itu benar-benar segar. Tadinya kita pengen seru-seruan lompat, tapi agak ragu. Saya dan salah satu teman mencoba menyelam sedikit ke dalam, tapi tidak terlihat apa-apa. No visibility. Airnya biru tapi no visibility. Ragu aja kalau di dalam ada arus. Jadi ya sudahlah kita renang-renang kece saja di situ. Benar-benar refreshing nih, mandi-mandi di Air Terjun Waimarang yang airnya segar bukan kepalang.
Pulangnya, biar tidak repot naik ke batu yang licin, kami memilih potong jalur melewati kolam tingkat satu yang cuma semeter itu. Kan sudah basah ini. Tas kamera dipanggul di atas kepala biar aman. Naik ke atas sedikit lebih lama ya dari saat turun, sudah capek soalnya, hehehe…
Baca juga: Senja di Pantai Walakiri, Sumba Timur
Ingat ya, kalau ke Sumba Timur, wajib datang ke Air Terjun Waimarang ini. Wajib. Oh ya, di sini hanya ada satu warung di atas, sementara di bawah tidak ada penjual sama sekali (seperti yang sering ada di curug-curug yang sudah terkenal) jadi sebaiknya saat turun ke bawah membawa bekal minum yang cukup.
Yuk, main ke Sumba Timur.
-ZD-
Pingback: Air Terjun Waimarang Di Sumba Timur, Review Lengkap Keindahan Alam Yang Terlindungi - My Blog
Pingback: 6 Tempat Wisata Ini Cocok Jadi Pilihan untuk Refreshing Setelah Pandemi COVID-19 | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Pantai Watu Parunu Sumba | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Bukit Wairinding Sumba Timur | Life & Travel Journal Blogger Indonesia
Pingback: Indahnya Danau Toba dari Bukit Holbung Samosir | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik
Pingback: Mengejar Bintang Di Pantai Jungwok | | Mom Lifestyle Blog - Zizy Damanik