Setan – Jin – Dedemit

Tadi pagi lagi-lagi alarm hp tidak hidup. Alhasil saya terbangun jam setengah enam dengan badan dan pikiran yang masih ingin kembali tidur. Ternyata badan saya ini, meskipun alarm tidak hidup, sudah ter-setting sendiri untuk segera bangun. Ada alarm otomatis yang dikirim badan ke otak, yang kemudian dibawa ke dalam satu pikiran bawah sadar, yang akhirnya membuat saya sadar bahwa ini sudah saatnya bangun dan pergi ke kantor (jangan tanya kalo wiken ya, hari libur juga otak dan badan sudah punya setting yang berbeda :D).

Sebelum saya terbangun, saya sedang bermimpi. Bermimpi tentang setan. Weeew! Setan? Iya. Ketika terbangun, saya terduduk di pinggir kasur dan mikir, apa ini karena tadi malam saya nonton Supernatural? Ah kayaknya enggak ada hubungannya, karena film itu jauh dari cerita mimpi saya.

Saya bermimpi mendapat laporan dari babysitter bahwa di rumah saya ini banyak sekali setan kecil. Dia bilang, dia melihat setan kecil berkeliaran dan bermain di ruang tengah, tempat dimana anak saya selalu bermain. Saya mendengarkan laporannya dengan penuh rasa ngeri, dan berusaha membayangkan seperti apa wujud setan kecil itu. Saya tanya padanya, apa anak saya sadar dengan kehadiran setan-setan itu, atau malah bermain bersama mereka? Katanya tidak, sepertinya hanya dia saja yang bisa melihat. Dan si babysitter merasa tidak tenang karena setan-setan itu begitu banyak.

Saya kemudian dapat akal untuk mencari cermin. Bukankah di film-film, orang dapat melihat wujud makhluk halus dari pantulan cermin? Dan ketika saya melihat ke arah cermin, sebuah bayangan anak kecil seumuran anak saya berlari melintas. Eipss!! Langsung merinding! Dan ternyata itulah alarm saya. Saya terbangun dengan mata yang masih seperti orang teler dan rambut bengkok-bengkok.

Bicara tentang makhluk halus, apa kalian pernah bertemu dengan mereka? Sejujurnya seumur hidup saya, saya belum pernah bertemu atau melihat “penampakan” dari makhluk yang satu itu. Saya hanya pernah mendengar cerita, dan laporan.

Pertama, waktu masih stay di Kampung Durian, Medan. Di belakang rumah itu ada pohon asam yang besar sekali, lampu terang juga tidak ada. Saat itu saya masih kelas satu esempe, dan kerja saya setiap sore menjelang malam adalah bolak-balik jajan ke toko di depan (hehe ketauan deh gembul). Lalu sepulang dari toko saya duduk-duduk di bangku di bawah pohon itu sambil makan jajanan. Kadang habis maghrib saya keluar lagi untuk duduk-duduk di situ. Tidak pernah terbersit rasa takut di hati, mungkin karena saya tidak tahu, dan mungkin juga karena waktu di Biak juga saya biasa main malam-malam di tengah-tengah semak dan pohon kecil. Belakangan baru saya tahu, di situ ada penunggunya. Uwak saya kena “sakit” gara-gara dia kencing atau bicara sembarangan di seputaran situ. Begitu tahu di situ ada satpamnya, saya jadi takut dan tak mau lagi duduk-duduk di situ tiap malam.

Kedua, kami pindah rumah ke Jl Krakatau, Medan. Papi saya membangun rumah ini dari nol, saat sekitarnya masih rawa dan tanah kosong. Bedanya saat rumah kami selesai, tetangga kanan kiri sudah ada. Rumah kami memang lama baru jadi menyesuaikan dengan budget. Di rumah kami itu, ada dua penjaganya, Kakek Putih dan Kakek Hitam. Dibilang begitu karena mereka berpakaian putih dan hitam. Waktu itu abang saya ikut belajar ilmu-ilmu begitu (entah kenapa dia selalu tertarik dengan hal-hal mistis) dan melalui mediasi, dia dan gurunya bisa melihat kedua penunggu itu. Kedua kakek itu katanya sudah ada di situ sejak jaman belum ada agama. Awalnya saya tidak percaya, ah itu bisa-bisanya aja. Tapi kemudian, kok setiap kali kami ganti bedinde, para bedinde baru itu pasti deh dapat “ucapan selamat datang dari kedua kakek tadi. Ada yang ngelindur, bangun dan jalan ke pintu dapur mau keluar, tapi tersadar dan terbangun karena menabrak pintu. Katanya dia dipanggil keluar sama seorang kakek berbaju hitam. Oh iya for your information, si Kakek Hitam itulah memang yang paling suka iseng gangguin orang. Bedinde yang lain juga bilang dia melihat seorang kakek duduk di tangga, menatap dia. Padahal tangganya di dalam rumah, dan si Kakek itu hanya bisa “nongkrong” di atas atap saja karena rumah sudah kami “pagar” karena pernah ada yang “masuk” mengganggu. Kejadian ada yang “masuk” itu bermula ketika ada dua sepupu saya baru datang dari Sorong. Satu dari mereka ada belajar ilmu-ilmu juga (katanya sejenis ilmunya Kapak Merah, tahu deh bener pa gak), dan kemudian rumah kami pun jadi banyak dikunjungi “Kunti dkk”. Alasannya, satu : mereka suka dengan seorang sepupu saya yang memang punya kemampuan bisa melihat mereka, kedua : karena ingin ngetes sepupu saya yang lain. Bayangin aja, yang dikerjain ramai-ramai, bukan satu-satu. Saat itu kebetilan juga ada dua orang sepupu saya yang lain datang berlibur dari Jakarta. Mereka semua tidurlah di lantai 2 — gelar kasur di ruang TV –  dan beberapa kali mereka melihat penampakan seorang nenek tua yang mirip tante saya, sedang berdiri di tangga melihat mereka! Padahal tante saya ada di ruang belakang sedang nonton TV. Itu terjadi selama beberapa hari. Lalu ya, dilakukanlah pengusiran setan, hhehee… ya begitulah kira-kira istilahnya. Pohon mangga di depan rumah — tempat saya biasa nongkrong dengan teman-teman saat malam tiba –  dipangkas habis karena para “tamu” kalau datang suka nongkrong di situ.

Anyway, sampai bertahun-tahun kemudian, saya tak pernah sekalipun diganggu sama kedua Kakek, sementara anggota keluarga yang lain sudah pernah lihat mereka, termasuk bedinde terakhir kami yang sudah kerja selama 4 tahun. Sepupu saya malah hampir tiap malam ketemu Kakek Hitam lagi nongkrong di atap, dan dia biasa saja karena sudah biasa. Paling ditegor saja.

Prestasi terakhir rumah kami sebagai tempat singgah para “teman tak kasat mata” itu adalah peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu. Sepupu saya — yang tadi saya bilang punya kemampuan melihat sosok makhluk halus — kan stay dengan kami, dia itu tidur di kamar paling atas, di atap. Di pagi buta, kami sekeluarga kaget mendengar teriakan keras dari arah atas. Ternyata oh ternyata….. sepupu saya itu dikagetkan oleh kuntilanak. Saat dia keluar dari kamarnya jam empat pagi (kebelet pipis, sementara kamar mandi di lt.2), dia mendapati sesosok kuntilanak sedang duduk di antena sambil gigi taringnya menyembul dari atas dan bawah. Si Kunti tidak mau beranjak  dan terus duduk di situ, sampai akhirnya dia pergi saat adzan subuh terdengar. Selama beberapa hari kedepan, sepupu saya memilih tidur di lantai dua saja karena ketakutan. Akhirnya papi saya memanggil orang pintar untuk minta pertolongan. Dan melalui mediasi, si Kunti bilang dia suka dengan sepupu saya dan ingin berteman. Katanya, jarang ada manusia yang bisa melihat mereka, jadi dia senang melihat sepupu saya ini. Suami si Kunti adalah Genderuwo, “rumah” nya adalah pohon mangga besar yang tumbuh di seberang, di halaman sebuah kantor. Di depan rumah kami memang ada kantor sebuah penerbitan. Entahlah apa kesepakatannya, tapi si Kunti memang akhirnya tidak lagi nangkring dan mengganggu sepupu saya. Saat itu papi saya bertanya pada kedua Kakek (melalui mediasi guru abang saya) kenapa tidak menjaga rumah kami dari gangguan Kunti, dan Kakek Putih menjawab, dia kan bertetangga dengan Kunti, jadi dia tidak bisa melaran Kunti untuk bertandang ke situ, lagipula mereka kan hanya di atas-atas saja, tidak turun ke rumah atau ke halaman, karena sudah kami “pagar”. Duh ada juga ya etiket bertetangga di kehidupan makhluk halus.  Setelah kejadian itu, selama beberapa bulan, kalau pulang malam sepupu saya tidak berani lagi melihat ke arah pohon mangga, hahaha…! Gile.

Di daerah sekitar rumah kami di Medan itu memang banyak sekali kaumnya makhluk halus. Dua rumah di samping kami juga ada penunggunya, bapak dan anak, yang suka main di tengah jalan. Rumah itu kosong, dulunya pernah dikontrak abang saya untuk dijadikan kantor, dan mereka sih aman-aman saja katanya, cuma anak kecilnya saja yang suka usil sedikit. Keponakan saya juga sering melihat penampakan, namanya juga anak kecil, masih polos. Dia bilang ke mami saya : “Oma, di pohon depan itu ada kakek, matanya merah… kayak mata kelinci ini,” katanya menunjuk kelinci mainannya yang matanya terbuat dari kelereng merah. Langsung dia ditarik masuk rumah sama mami saya. Takutlah! :))

Ketiga, di rumah di Jakarta ini. Terakhir kali sebelum bedinde yang lama pulang, dia mengadu pada saya. Katanya dia melihat banyak sekali penampakan di sudut rumah ini, dan bukan dalam mimpinya. Waktu itu dia menduga dia “dikerjain” sama si cowok anak tanggung yang juga kerja di rumah kami sebagai tukang kebun. Seolah-olah si cowok itu punya “ilmu”. Tentu saja saya bilang itu tidak benar. Karena memang saya tidak pernah sekalipun melihat wujud dari para makhluk halus itu. Walaupun kata bedinde yang dulu sekali juga ada setannya (yup, dia bilang dia lihat setan, bukan hantu..) but still, saya aman-aman aja. Suami, anak, pokoknya keluarga kami sih aman-aman saja tuh.

Eh ada lagi, ada lagi. Bertahun-tahun lalu saat lulusan smu, kami sekelas pergi berlibur ke Parapat. Nah, katanya, di mess ptp tempat kami menginap itu, ada setannya. Awalnya saya tidak tahu dong, wong malam itu saat yang lain bakar-bakaran di halaman, saya seorang diri leyeh-leyeh di mess atas (mess kami memang letaknya di atas karena tanahnya berbukit-bukit) sambil membaca buku. Ketika tiba-tiba tiga orang cowok teman saya datang, mereka terkaget-kaget mendapati saya sendirian di dalam. Sementara mereka sengaja jalan bertiga ke atas karena ketakutan kalo harus sendirian, tapi kok malah ada orang sendirian di dalam mess kayak gak ada kejadian? Hahahahaa… Tapi ya begitu. Setelah tahu di situ ada kejadian, saya langsung ikut turun ke halaman, bakar-bakaran :D.

Tapi bukan berarti saya berharap dapat bertemu langsung dengan setan, jin, demit atau makhluk halus lainnya lho. Cuma saya penasaran aja, kenapa mereka tidak pernah menampakkan diri ke saya? Ah tapi lebih baik tidak usah deh. Serem.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

123 thoughts on “Setan – Jin – Dedemit

  1. Salam silaturahim dari Lereng Muria.
    Berkunjung kembali di malam hari yang super duingiiinnnn sambil baca2 artikelnya 😀

    Salam sukses dari Lereng Muria untuk sobatku terchayaank sekaligus ngasih emPIISSSSS dah

Leave a Reply to hanif Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *