Uangku Bukan Uangmu

Tadi pagi habis jalan ke blognya Sheilla, dan langsung ketawa-ketawa sendiri. Di situ Sheilla ngebahas tentang satu blog yang posting tentang “kenapa ada cewek rela habisin uang banyak demi make up”. Yang kalo kita baca postingan Sheilla sampe habis, jadi ikut emosi jiwa juga, secara kita cewek-cewek pastilah rada boros, even bukan hanya di make up, tp mungkin untuk yang lain.

Kejadian seperti ini pasti sudah sering deh kita dengar. Orang-orang yang protes atas apa yang kita lakukan dengan uang kita. Yang merasa kita berlebihan menggunakan uang kita. Jadi ingat waktu kemarin-kemarin saya posting soal makan steak seharga 500rb-1jt di Angus House, waktu itu ada yang komen, katanya saya dan hubby terlalu berlebihan makan makanan seharga itu. Pengen sih saya komen balik, pengen bilang kalo yang bilang begitu karena gajinya cuma 1,5jt sebulan, tapi kesannya kasar kan? Padahal maksudnya bukan itu.

Maksudnya adalah ini hak kita sebagai pemilik uang. Kita mau makan di resto yang mahal, atau mau beli sepatu dan tas jutaan, atau beli gadget mahal, still… that’s our money. Dan itulah kebutuhan kita, passion-nya kita. Kecuali kita mencuri atau korupsi, ya boleh deh protes. Yang penting adalah kewajiban kita sudah dikeluarkan (kalau di agama saya tentu zakat & sedekah ya…). Dan gak perlulah gembar gembor berapa zakat yang kita keluarkan, untuk urusan itu biarlah cuma kita dan Yang Di Atas yang tahu.

Saya punya beberapa teman wanita yang cukup dekat. Ada salah satu yang bisa dibilang fashionista, hobinya belanja mulu. Rela menghabiskan gaji hanya untuk beli high heels model terbaru atau beli make up yang mahal.

Seorang teman yang lain, kebalikannya. Beli apapun harus mikir dulu seribu kali sebelum jadi beli. Udah gitu, bisa juga udah sampai di depan kasir, batal beli. Nah, teman yang ini belakangan suka curhat ke saya, katanya dia gak habis pikir kenapa teman satu lagi si Fashionista itu boros banged. Minggu lalu baru beli sepatu, eh minggu ini dia beli sepatu lagi. Terus bulan lalu baru saja ke Singapura, eh katanya dua bulan lagi mau ke Bangkok. “Tapi disuruh beli cat rumah yang harganya 150rb susah banged keluar uang dari dompetnya itu.” Kebetulan mereka berdua ini satu kontrakan. “Suka banged uangnya dihabiskan untuk hal-hal yang gak penting.”

“Jangan begitu, bu. Masalah penting gak penting itu kan beda-beda tiap orang. Mungkin buat dia, penampilan yang keren adalah yang terpenting buat dia. Beli sepatu & baju baru adalah wajib buat dia.”

Tapi teman saya masih ngeyel, terus saja merepet. “Ah mana ada itu. Coba dong lu yang bilang ke dia…”

“Ih… mau bilang apa? Itu kan uang uang dia. Kalo belanja sepatu bisa bikin tidurnya nyenyak, apa hak kita? Kita cuma bisa kasih saran, tapi ya gak berhak ngaturlah say..”

Tapi dasar dia lagi pengen merepet, tetap aja protes. Hihihi… Ya sudah, dengerin sajalah repetannya sampai selesai. Habis mau bilang apa lagi, dua-duanya teman saya. Saya tahu dalam hatinya gak ada sama sekali rasa iri atau sirik, itu cuma bentuk perhatiannya saja. Anggap saja teman saya yang ini lagi kumat sifat mamak-mamak bataknya, merepet-repet dulu baru habis itu lega dia.

Cuma kalau saya, saya paling anti mencampuri urusan dapur orang lain. Jangan sampai teman merasa tidak nyaman karena mulut kita yang sok ngatur-ngatur. Kalau ada teman yang minta saran, barulah saya ikut nimbrung saran, tapi tetap pada batasnya.

Jadi kalau ada teman yang minta saran apakah dia boleh beli tas yang harganya di atas sejuta, atau dia pengen cari high heel lagi yang warnanya merah, saya pasti bilang : “Kalo emang ada duit lebih, belilah. Tapi saranku, ambil waktu dua hari untuk berpikir. Kalo masih kebawa mimpi juga, ya sudah buy it..!”

Emang siapa sih yang suka diomel-omelin tiap habis belanja? Kita mo beli tas atau sepatu baru tiap bulan, mau gonta-ganti hp setiap ada gadget high end yang launching, atau mau beli lipstick seharga lima ratus ribu, atau tiap tahun ganti mobil baru, gak ada urusan sama orang lain selama kita bayar pakai uang sendiri, ya gak?!

Tapi kalo belinya mo pake duit suami ya jangan lupa izin suami dulu… 🙂

Sharing is Caring

Share this Post



This entry was posted in Opini. Bookmark the permalink.

109 thoughts on “Uangku Bukan Uangmu

  1. Pingback: Bonus Untukku « Secangkir Teh Susu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *