Sabtu kemarin, adalah graduation day-nya Kinderfield. Sejak pagi kita sudah berkumpul di ICC Kemayoran untuk acara tersebut. Sekolah sekarang ya, tamat TK saja pakai acara graduation, padahal dulu kita saat tamat kuliah baru ada wisuda.
Acaranya sendiri diisi dengan festival tari dari anak-anak Kinderfield – all cabang – baru terakhir acara wisudaan.
Festival tari dimulai dari tari Brazilian, Mexico, Jepang, Indonesia, hingga terakhir adalah tarian asal Srilanka. Vay ada di tarian terakhir ini.
Seperti biasa, saya berbunga-bunga melihatnya dance di atas panggung, minimal kali ini dia terpilih bisa ikut dance. Sudah latihan sejak sebulan terakhir, dan Vay semangat sekali dan tak sabar menunggu hari H ini tiba, untuk bisa menari Srilanka.
Ketika tiba tarian Srilanka, tepuk tangan membahana. Sepertinya suporternya lebih banyak nih. Dan ketika tarian dimulai, aduh ternyata tariannya memang bagus, sama seperti tarian India sebelumnya yang juga dibawakan oleh Kinderfield Duren Sawit. Bedanya tarian India sebelumnya kostumnya kurang kece, anak-anak perempuannya pakai baju kayak piyama gitu, sama kayak boys. Kalau dance Srilanka ini, kostumnya bagus.
Vay, ternyata memang susah ya untuk senyum di atas panggung. Dancenya serius, hehe.. tapi yang penting sih dia tidak lupa tarian dan posisinya. Soalnya hari Selasa lalu dia tidak datang untuk gladi resik di tempat acara, sempat khawatir juga apakah dia akan bingung dengan lokasi baru, ternyata tidak.
Saya berbunga-bunga dan senyum-senyum sendiri saat merekamnya. Saat kembali ke kursi, ayahnya juga lagi senyum-senyum. Memang begitulah ya, orang tua kalau melihat anaknya perform, bangga dan senang.
Ini dia videonya, jangan lupa di-set ke quality HD agar enak nontonnya :).
Nah. Selesai cerita tentang tari.
Sekarang sampai di cerita gak enaknya. Rasa senang yang tadi memenuhi dada ternyata begitu cepat berganti kecewa.
Jadi, setelah acara festival tari selesai, langsung disambung dengan wisuda anak-anak, mulai dari primary dulu hingga kindergarten. Kinderfield Duren Sawit kebagian paling belakang, dan KG B Yellow – kelas Vay – paling belakang dipanggil. Kami semua menunggu dengan tak sabar, ingin melihat dan mendengar nama anak kami disebut di atas panggung.
Nah, saat mulai tiba Kinderfield Duren Sawit, saya langsung ke belakang, naik ke tempat untuk foto. Mau merekam tentunya. Ketika kelas Vay tiba, anak-anak masuk dan berbaris sesuai urutan. Di layar juga sudah keluar nama-nama mereka. Saat Principle mulai berjalan mendekati anak, di situlah seorang Miss mulai menyebutkan nama anak, dari yang pertama dan seterusnya.
Dan, ketika dua boys sebelum Vay selesai dipanggil dan Principle tiba di depan Vay, tiba-tiba ada jeda beberapa detik. Dan si Miss  itu melewati nama Vay! Dia tidak menyebutkan nama Vay, malah langsung ke nama Mai, teman Vay yang ada di sebelahnya, padahal saat itu Principle ada di depan Vay. Saya menangkap nada ragu di suaranya, suara bahwa dia sadar dia telah melakukan kesalahan. Dan kesalnya, dia tidak mengulangi tapi meneruskan saja. Saya melihat wajah Vay – dari kamera saya – terlihat bingung dan langsung berubah mau nangis. Dia bicara ke temannya Mai – saya tahu dia pasti bilang kenapa namanya tidak dipanggil. Saya menghentikan rekaman, saya kesal! Marah! Saking emosinya sampai tercekat di leher. Saya turun dan kembali ke tempat. Saya lihat wajah ayah Vay dan mbaknya juga heran, kenapa nama Vay tidak disebut. Saya kesal, lalu saya ajak mbaknya, saya bilang, tolong panggilkan Miss-nya, saya mau komplen.
Sambil berjalan ke depan, saya kirim SMS ke Miss kelas KG B (bukan Miss yang di depan tadi). Saya katakan kekecewaan saya. Dan saya menunggu di samping panggung, ingin ketemu Miss yang tadi itu. Sebelum pulang, anak-anak masih bernyanyi dulu di depan, jadi saya harus sabar menunggu selesai. Tapi saya sudah tidak senang lagi untuk foto-foto di keramaian itu. Saya kesal, saya kecewa.
Mungkin sebagian orang menganggap, ah cuma wisuda anak-anak kok. Memang iya, ini hanya wisuda ecek-eceklah istilahnya, tapi ini kan part of moment yang tak akan bisa diulang lagi. Kalau orang yang belum punya anak mungkin belum bisa merasakan kekecewaan saya ini. Tapi saya tak peduli, saya harus ungkapkan rasa kesal saya.
Saat anak-anak berbaris mau keluar, mbaknya Vay menunjuk Miss Lina, yang tadi di atas bertugas memanggil anak-anak tersebut. Saya menarik napas panjang – dan sudah menghabiskan segelas aqua untuk mereda emosi – dan mencoleknya.
Dia menoleh, dan terlihat agak terkejut melihat saya.
“Miss, kenapa tadi nama Vay tidak disebut?†Suara saya sampai bergetar saking nahan emosinya.
“Iya, Mi. Maaf, saya tadi memang ter-skip nama Vaya.â€
“Iya, kenapa Miss? Apakah susah membaca nama Vaya?†Ini adalah dugaan saya. Miss yang satu itu tahu sosok Vaya tapi dia tidak tahu nama panjang Vay, jadi saya yakin dia bingung bagaimana membaca nama Vay dengan benar.
Sementara Vay yang saya gandeng bertanya heran, kenapa Mi, kenapa? Dia tak tahu kalau si Miss inilah yang tak menyebut namanya tadi.
“Gak sih, Mi. Tadi saya baru lihat wajah Vaya jadi saya baru sadar saya skip namanya.â€
“Iya, tapi kenapa tidak diulang saja? Kan harusnya tidak masalah. Miss gak tahu kan, bagaimana roman Vay di panggung tadi. Saya juga kecewa berat, lho!â€
“Iya, Mi. Maaf, yaa…†Dia mengulurkan tangan.
Saya menggeleng. “Ah, enggak deh! Saya kecewa!†Dan saya berlalu. Minta maaf pula. Kau kira lebaran, minta maaf melulu. Kebanyakan basa-basi. Dalam hatinya juga belum tentu dia peduli, karena bukan dia yang merasakan ini.
Foto Vay saat graduation gak banyak yang bagus, nih, karena fotonya saat dia jalan keluar, jadinya goyang. Yang di panggung ada, tapi karena ada nama anak-anak lain, saya memilih tidak memajangnya di sini.
Sorenya, baru masuk balasan dari Miss kelasnya Vay. Intinya ia minta maaf atas kesalahan yang panitia lakukan. Lalu saya mereply. Saya katakan, sebaiknya lain kali pastikan yang di depan itu familiar dengan nama anak-anak, jadi tidak kagok saat di depan. Toh permintaan maaf itu juga gak ada gunanya, anak-anak gak akan mengerti gunanya apalagi, karena “maaf†itu tak akan bisa mengembalikan momen yang sudah lewat itu.
Terserahlah orang mau bilang apa. Orang Indonesia ini kan kebanyakan basa-basi, berharap dengan minta maaf, masalah selesai. Yang dikecewakan pun suka gak enakan, langsung bilang ya sudahlah dia juga sudah minta maaf. Sama saya gak ada gak enakan. Saya jengkel, saya marah, mereka harus tahu. Uluran tangan dan kata-kata maaf, simpan saja buat kalian. Saya gak butuh. Yang penting kalian sadar apa akibat dari ketidakprofesionalitas kalian itu. Cuuii…. kalau semua bisa diselesaikan dengan maaf, gak akan ada konflik di dunia ini.
Saya kecewa, masih bisa diatasilah, tapi ketika saya lihat wajah anak yang berubah di atas panggung, itu adalah kekecewaan dia yang tak mungkin bisa saya ganti dengan apapun.
Malamnya – sampai tadi pagi – Vay masih mengingat-ingat soal namanya gak disebut. Dia bilang, dia sudah mau nangis kemarin, saat tahu namanya dilewati dan langsung ke nama Mai. Dan dia langsung tanya ke Mai kenapa namanya gak disebut, lalu Mai dengan lembut bilang, kenapa, kecepetan yaa….
Saya mengelus-elus kepalanya dan berusaha tersenyum – soalnya jadi emosi lagi hati ini, hahah… – lalu bilang, nanti kita beli mainan ya, biar Vay gak sedih lagi.
Tadi sudah dibelikan crayon dan buku Hello Kitty sih, meski dia masih kecewa, minimal itu bisa menghiburnya sedikitlah.
Happy graduation ya, Vay. Soon, sudah akan jadi siswa primary.
Selamat ya Vay, yg penting tidak lama lagi sudah jadi anak SD 🙂
Selamat Vay udah lulus, tetap semangat dan jangan sedih lagi
jaman saya TK dulu gak ada wisuda
Halo mba, sekali dua kali mampir lalu jd addicted baca postingannya :))
congrat ya Vay utk kelulusannya…hebat loh anak2 seumur mereka bisa nari sepanjang itu, dan minor mistakes *amazed*
turut kesel jg ttg kesalahan yg tjd…the main problem kan krn momen itu gak bs diulang jd bikin bete ya…semoga kesalahan ky gini jadi expensive lesson utk panitia nya, dan gak akan dialami Vay lagi di graduation berikutnya ya…
Sabar ya mom vaya.. aku jg kaget pas namanya vaya gak disebut pdhl aku tunggu loh krn namanya vaya bagus kl disebut. Unik. Pas kelewatan aku liat di layar vaya bicara sm maira. Aku ikut sedih jg liat kebingungan vaya. Sayang ya kok miss lina gak cepat tanggap utk mengkoreksi, apa krn di kejar waktu jd terburu2. Vaya jgn sedih lagi ya… selamat berlibur..
Iya nih, Mom. Ternyata Mommy juga lihat ya muka Vaya. Menurutku Missnya sama sekali ga ada empati shg ga bisa cepat tanggap. Aku kesalnya sampai ke ubun2, krn Vaya kecewa gitu.
Thx ya Mommy for giving us support… Salam buat Ruben 🙂
kalau sekarang anak TK ada pensi di tempat2 yang bagus pula ya mbak. Selamat ya Vaya. Alvin hari minggu nanti pensinya di pewayangan
Selamat ya, adik Vaya. Aku kok joget-joget sendiri ya nonton video itu.
Aku bingung mau komen apa soal Miss-nya Vaya yang tidak menyebut namanya. Tapi kalau aku jadi kakak pun, aku merasakan sesak. Apalagi lihat si anak panik dan bingung, kok namanya gak disebut.