Ibu-Ibu di Sekolah

Ketika minggu lalu saya pergi ke sekolah anak saya untuk mengambil rapor, muncul perasaan begini: Hei, saya sudah jadi ibu ternyata, dan sebentar lagi saya harus siap-siap hunting sekolah dasar buat dia. Kelihatannya agak berlebihan mungkin ya, toh anak saya sudah hampir tiga tahun bersekolah, masa iya sampai sekarang saya belum terbiasa. Bukan, bukan belum terbiasa, hanya saja semakin menyadari bahwa waktu berlalu cepat sekali, dan saya masih takjub dengan semua itu.

Sebenarnya jadi ibu dari seorang kindergarten itu menyenangkan karena kehidupan ini sangat penuh warna dan inspirasi. Saling bertukar info tentang anak dengan para mommy, janjian ikut course apapun karena anak kami sekelas dan berteman baik, janjian playdates, sampai diajak ikutan demo memprotes kenaikan uang sekolah tahun depan. As info aja, sekolah Vay belum ada POMG karena info terakhir dari seorang mommy, sekolah menolak dibentukya POMG, well… mungkin karena tidak ingin nantinya parents jadi terlalu ikut campur urusan sekolah? Just a thought sih. Tapi kegiatan kami para ibu tentu saja tidak melulu protes pada sekolah. Memberi perhatian pada pegawai sekolah yang tertimpa musibah misalnya, semua itu bisa mudah disampaikan dengan sebuah broadcast message ke sesama mommy, jadi para working moms pun bisa get involved juga, meski tidak bisa hadir meeting bareng dengan ibu-ibu di sekolah.

Tapi tahun-tahun awal sekolah sebenarnya bisa dibilang adalah tahun penyesuaian yang tidak mudah, ketika sudah masuk pada tahap social activity. Berpenampilan rapi dan sempurna, selalu siap dengan jawaban bila bertemu mommy lainnya, melengkapi diri dengan gadget terbaru saat ada event, adalah penyesuaian yang berat, bo’. Dulu sih masih nyaman saja kalau ke sekolah Vay hari Sabtu pakai t-shirt dan celana selutut, tapi sekarang tidak lagi. Event-event sekolah atau acara pengambilan rapor menjadi ajang performing para parents juga, di mana para mommy berpenampilan seperti mau pergi kongkow di mall dengan teman-teman wanitanya: sepatu hak tinggi, dandan full, rambut bergelombang, menenteng tas besar yang cerah. Lalu bersuara kencang di lorong saat melihat temannya di kejauhan, seakan sekolah itu miliknya saja. Luar biasa betapa gedung besar ini sangat mengintimidasi.

Ibu-ibu di sekolah (Gbr: dreamstime.com)

Yeah, bagaimanapun saya selalu meyakinkan diri sendiri bahwa sebenarnya saya bisa kok melakukan penyesuaian itu, meski tak perlu berlebihan. Saat berpenampilan rapi dan enak dilihat, siapa yang diuntungkan dengan semua itu? Selain saya sendiri sebagai mommy-nya Vay, orang lain juga tentu lebih suka dengan sesuatu yang resik bukan? Ini adalah bagian dari menghargai diri sendiri sebelum orang lain melakukannya. Membekali diri dengan informasi-informasi terbaru seputar sekolah adalah hal yang wajib, dan syukurlah saya terbantu dengan adanya ‘pembisik’ alias nanny-nya Vay, yang selalu siap laporan tanpa diminta, seperti: “Buk, ini lho yang namanya Anu, yang nakal itu….” atau: “Itu lho Buk, maminya si Anu….” dst dst. Dan saya pun berusaha keras menghafal nama dan wajah teman-teman Vay yang baru saya lihat sekali dua kali saja, tapi sudah sering dengar cerita tentang mereka dari Vay, agar Vay tidak marah karena saya lupa terus siapa nama teman-temannya.

Sebuah sapaan ramah menegur saya begini: “Bu, anaknya cantik sekali yaa…” sambil tersenyum pada saya dan Vay, saya mengangguk berterima kasih, kemudian menoleh pada mbaknya Vay, bertanya ibu-ibu yang lewat tadi siapa, salah satu mommy temannya Vay bukan. Kemudian dalam hati memuji diri sendiri karena hari ini saya tidak terlalu ‘busuk’ datang ke sekolah ini, so setidaknya ibu tadi bisa mengingat saya sebagai maminya Vay yang gak jelek-jelek amat, hahah. Agak superficial ya cyinn, tapi bagaimanapun wanita butuh pengakuanlah, meski sedikit.

Overall, saya tidak keberatan dengan para parents yang glamour itu. Karena kan selalu ada hal positif yang bisa diambil dari mereka. Berkenalan dengan orang baru, glamour atau biasa saja, tetap memberi ilmu baru buat diri kita juga.

… … …

Lalu bagaimana hasil rapor Vay kemarin? Khusus untuk Math, nilainya semua di atas “Good”, kalau yang Letter campur-campur, ada beberapa yang masih “Good”. Yang masih “Improving”, biasaaa….. physical. Belum mantap untuk “Climbing”. Kemudian yang harus jadi perhatian adalah sifat talkative-nya karena Vay itu lebih sering give attention hanya pada dirinya dan temannya, baik saat circle time maupun di jam pelajaran, sampai harus terus di-notice oleh Miss. Meski Miss-nya berkali-kali mengatakan bahwa Vay itu fast learning, tapi berkali-kali juga mengatakan bahwa she’s so talkative.

Dan ini berarti pe-er untuk kami orang tuanya.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

22 thoughts on “Ibu-Ibu di Sekolah

  1. Kalau di tempat saya, jarang sih ada yang sampai dandan untuk jemput anaknya ke sekolah SD. Apalagi yang biasa menjemput adalah kakek/neneknya yang notabene tidak sedang bekerja, jadi mana mungkin mereka pakai berdandan, hahaha

    • Zizy

      Klo di sekolah ini, eyang2 yg jemput juga dandan minimalis dan rapi, yg penting enak dilihat. Ga ada yg menor kayak ibu2nya 😀

  2. DV

    Hahaaha, kalo dalam hal beginian Australia dan negara-negara barat lain kalah jauh dibanding Indonesia. Di sini, ibu-ibu jemput anak cuma pake singlet dan celana pendek 🙂

  3. Hahahaha..
    Buat nilainya aja, semoga anaknya tambah pintar dari hari ke hari mbak.

    kalau soal kebiasaan wanita, saya gak bisa comment banyak 😀

  4. Kayaknya perlu diteliti juga tuh tren apa yang terjadi kalau ibu-ibu yang kerap nongkrong di sekolah anaknya, mulai dari fashionnya sampai obrolannya.. 🙂

  5. oma

    Cerita Mba Zizy, ngingetin saya waktu rajin antar sepupu ke sekolahnya. Pressure untuk berkompetisi, plus ga mau ngalah sama ibu-ibu itu ternyata menular. Gimana kalau nanti saya jadi ibu-ibu -__-“

  6. hahaha… Sama Zy! Aku jg lg bayangin gmn nanti klo desi aku pindahin sekolah di sby ya? Apkh aku musti pake tas tenteng, baju girly, high heels, aduuuhh bukan aku bgt…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *