Buat seorang perantauan, mudik ke kampung halaman untuk berlebaran adalah momen yang paling saya tunggu. Maklumlah saya termasuk tidak terlalu sering pulang ke Medan, karena waktu libur selain harus disesuaikan juga dengan libur anak, juga disesuaikan dengan isi kantong.
(Heh Heh)

Ceritanya kemarin mau bikin foto untuk ucapan Idul Fitri. Eh dia cemberut… LOL.
Apa sih yang paling saya rindukan kalau pulang ke Medan? Yang pertama tentu saja rindu bertemu dan bercerita dengan orang tua, kemudian obrolan ngalor ngidul kami semua para sepupuan di hari H lebaran. Meski tiap tahun ketemu, kok ya tetap saja saya kaget mendapati keponakan-keponakan saya ada yang sudah kuliah semester tiga, lalu sudah kelas 3 SMA, kelas 3 SMP.
(Omaigat dan itu artinya saya semakin matang….)
(Hah hah)
Kemudian juga rindu berkumpul dengan masakan spesial yang hanya ada saat lebaran atau hari khusus saja, seperti ayam panggang, kering kentang ati, dan sayur buncis ati ayam. Ini masakan andalan yang biasanya dimasakan tante saya di rumah. Ya saya sudah berkali-kali minta resepnya, tapi begitu balik ke Jakarta, tidak dilakukan juga, hahah. Jadilah ya tetap saja makannya pas mudik ke Medan.
Lalu kerinduan lainnya adalah rindu dengan kuliner Medan yang dulu jadi makanan favorit saya. Ini juga belum sempat dijajal kalau hari ini, semoga nanti sempat, karena biasanya baru buka satu minggu setelah lebaran, which is saya sudah pulang juga ke Jakarta.
(Hu hu)
Yang selalu saya suka setiap tahun adalah, momen berkeliling yang dilakukan oleh Nona Vay bersama sepupunya. Jadi, beberapa tahun yang lalu, ketika opung dolinya Vay masih sehat betul dan kuat jalan, kita gantian mengunjungi uwak-uwaknya saya. Namun karena sekarang opungnya sudah susah jalan – harus dibantu tongkat kaki empat – jadinya dua tahun terakhir ini kumpul lebaran keluarga Damanik kembali diadakan di rumah Opung Vay. Nah, kalau sudah selesai acara kumpul Damanik, biasanya tulang-nya Vay akan keliling lagi ke saudara-saudara dari aturang-nya Vay, keliling ke keluarga minangnya aturang. Secara tutur, ipar saya harus dipanggil aturang oleh Vay, tapi aslinya sih orang minang. Dan Vay sudah pasti ikut, barengan sepupu-sepupunya. Iyalah, mana mau dia tinggal di rumah sendirian toh.
Jadi kalau sudah pulang keliling, dia akan kembali dengan laporan, berapa pendapatan lebarannya. Hahah. Bukan masalah nominal ya kan, tapi namanya dikasih angpau itu memang menyenangkan. Jadi saya suka sekali kalau lihat wajahnya berbinar saat merapikan hasil angpaunya hari itu.
Sebelum menutup hari, saya mengucapkan Selamat Idul Fitri 1438H buat teman-teman yang merayakan. Taqabalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin.
– ZD –
13 thoughts on “Jadi Kita Lebaran dengan Ayam Panggang”