Kita lanjut ke Bukit Gajah Bobok. Melanjutkan cerita perjalanan terakhir saya mengitari Danau Toba, akhirnya kami tiba di Tongging, Merek, Kabupaten Karo. Begitulah luasnya Danau Toba ini, sampai-sampai wilayahnya berada dalam beberapa kabupaten di Sumatera Utara ini. Kabupaten Karo salah satunya.
Belakangan ini saya lebih menyukai yang namanya slow traveling. Jalan santai saja, tak mau rush-rush. Nah, perjalanan kemarin adalah salah satu slow traveling menurut kacamata saya. Kami traveling dengan mobil Hi-Ace, melalui jalan darat. Memang melelahkan (sangat melelahkan!) karena lokasi tempat yang kami tuju kan berjauhan. Tidak ada yang dekat di Sumut ini, bah! Tapi begitulah pengorbanannya kalau kalian memang ingin benar-benar mendapatkan pemandangan indah yang tak bisa dinikmati di ibukota.
Sore itu, setelah menghabiskan empat jam perjalanan darat dari Samosir, kami melewati pelabuhan Tiga Ras, Simalungun. Seharusnya kami itu naik kapal ferry dari Samosir untuk sampai ke sini. Tapi karena ferry berangkat jam lima sore, diputuskan untuk jalan darat pakai mobil saja. Buat apa kita menunggu di mobil di pelabuhan tidak melakukan apa-apa. Lebih baik tancap gas dengan Hi-Ace, jadi peserta semua bisa tidur pingsan di mobil. Atau yang terbangun juga bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan.
Pas lewat pelabuhan itu, saya teringat kata Papi saya kemarin. Beliau mengoreksi ketika saya bilang nanti kami akan berangkat dari pelabuhan di Simarjarunjung. Katanya, “Itu berangkatnya dari Tiga Ras, Si”. Oh iya, oke Paaa… Harus jelas soalnya ya. Penguasa Simalungun udah hapal semua. Gak boleh salah sebut. Haha…
Jam 10 malam kami tiba di hotel. Saya mulai merasakan lelah dan ngantuk yang luar biasa, rasanya turun dari mobil pun tetap tutup mata. Syukurlah, dapat kamar di lantai satu, dan dekat dengan lobby. Sebelahan malah.
Begitu masuk ke kamar, mandi, beres-beres perlengkapan, dan tidur.
Sunrise Cantik di Bukit Gajah Bobok, Merek, Kabupaten Karo
Para traveler dan mereka yang sangat memuja keindahan alam memang tak pernah bosan mencari tempat baru untuk nge-charge jiwa. Bukit Gajah Bobok salah satunya, sebuah tempat wisata Tanah Karo.
Bertempat di desa Merek, Kabupaten Karo, objek wisata alam ini memang sangat terkenal di kalangan mereka yang suka berkemah. Dinamakan Gajah Bobok karena kalau bukit ini dilihat dari jalan lintas Kabanjahe – Sidikalang, akan terlihat seperti gajah yang sedang tertidur dengan belalainya. Saya tak bisa membuktikan sih, benar atau tidak terlihat seperti itu, karena secara fisik kami ada di atas bukit itu, jadi tidak bisa melihat dari sisi yang satunya.
Namun saya percaya, penamaan suatu tempat wisata memang terkadang harus dibuat cukup catchy agar menarik wisatawan. Karena kalau ditelusuri lagi, ditemukan bahwa nama asli bukit ini adalah Bukit Sihopit, yang berawal dari adanya dua bukit kembar di depannya. Kisahnya pada dahulu kala ada sepasang anak kembar yang kehilangan orang tuanya. Dalam penantiannya dan usahanya mencari orang tua mereka, mereka berakhir di satu daerah di tepi Danau Toba yang disebut Tongging. Salah satu anak kembar itu bernama Sihopit. Maka kemudian nama bukit di Merek ini pun disebut sebagai Bukit Sihopit. Tapi nama ini tak mudah diucapkan, dan tentu saja kurang familiar di telinga ya.
Maka, dalam dua tiga tahun terakhir inilah, bukit ini mulai dikenal oleh wisatawan dan para pendaki, dengan nama Bukit Gajah Bobok.
Bagaimana Akses ke Bukit Gajah Bobok
Dari hotel tempat kami menginap, kami butuh empat puluh lima menit untuk sampai ke bukit ini. Itulah ya, memang tidak ada yang dekat. Hotel yang kami inapi pun sudah tergolong yang dekat dengan bukit tujuan. Tapi kalau dari Simpang 3 Merek, aksesnya katanya lebih mudah, saat saya tanya ke driver.
Kalau sudah sampai di lokasi pertama, sebenarnya tinggal berjalan kaki saja ke atas, menuju bukit kurang lebih 20 menit. Itu salah satu cara mudah dan lelahnya. Tapi sekarang akses jalan ke atas sudah mulai dibuat bagus, sehingga mobil juga bisa naik ke atas.
But sayangnya, driver kami pagi itu pemalas. Hi-Ace kami berhenti di bawah, karena dia tidak mau naik ke atas. Eh doi lanjut tidur, dong dengan tenangnya. Tapi tak masalah. Botou Saragih, penguasa Dairi, sudah punya langganan warga lokal yang nyambi jadi ojek. Kami semua diantar satu persatu dengan motor trail (iya, motor trail!) untuk sampai ke atas.
Saya deg-degan dong, karena sudah lama sekali tidak naik motor. Setelah bertahun-tahun gak naik motor, baru pertama kali naik motor lagi pas di Sawarna, dan tahun lalu ketika ke Jogja. Naik motornya juga mendaki. Duh, kenapa sih selalu pengalaman naik motor ini dibutuhkan ketika harus lewat daerah berbukit.
Namun buat mereka yang suka mendaki, tentu akan terasa lebih nikmat dan segar bila berjalan kaki ya. Tapi saya tak tahu juga dari mana jalur pendakiannya, yang pasti ternyata sampai di atas pun masih bisa parkir pas dekat tempat camping.
Satu hal yang pasti adalah, cuaca di Bukit Gajah Bobok ini luar biasa dingin! Bukit Holbung, Tele, kalah dingin. Tiba di atas, saya ketemu dengan Bang Nov yang masih bermasalah dengan perutnya. Doi baru dari toilet.
Kami duduk di warung reot yang dipenuhi beberapa anak muda yang sedang mencoba menghangatkan diri dengan bara api. Dua anak yang menjaga warung sedang merebus air panas untuk membuat mie rebus pesanan. Lalu bapaknya di luar menuang-nuang air dari jeriken ke ember.
Ya, karena tempat wisata ini masih dikelola oleh warga lokal, maka fasilitasnya memang sangat seadanya. Di atas ada beberapa bilik toilet, tapi tentu saja belum ada instalasi air. Kalau mau ke toilet, bayar Rp2000 dan kamu akan dapat setengah ember air untuk berbilas di kamar mandi. Dan tentu saja tidak ada lampu. Jangan lupa bawa senter sendiri ya, hehe..
Menyenangkan rasanya pulang kampung, begitu mendengar sekitar berbicara bahasa Medan, langsung terasa sudah di rumah. Gak ada yang kek gitu di Jakarta woi, kecuali aku kalau udah ketemu orang Medan sekitarnya juga.
Untuk perjalanan seperti ini, saya selalu menghindari buang air kecil di tempat umum. Itu sebabnya saya kurangi minum saat di perjalanan biar gak kebelet, tapi nanti begitu sampai di hotel baru digeber minum air putih banyak-banyak.
Bang Nov memesan air putih panas untuk minum obat. Saya juga, rasanya kok dingin sekali, dan saya butuh air panas di gelas, buat ditempel ke tangan dan ke leher. Harga air panas biasa Rp2000/gelas.
Tak lama datang peserta lain, si Pak Dokter yang selalu cemas. Katanya mau ke toilet, lalu heboh tanya ada airnya nggak. Pak dokter ini lucu sih, suka panik soalnya. Mau turun atau naik ke bukit pendek juga takut-takut, belum pede katanya jadi landscaper. Hehe…
Begitu kami jalan ke depan untuk menyambut sunrise, wow! Ternyata ada banyak tenda camping yang berdiri. Mostly berjejer rapi, dan tentu saja ada yang berada di posisi terdepan yang paling strategis. Entah bagaimana caranya memilih siapa yang duluan dapat tempat strategis, tapi dugaan saya kalau yang datang grup, mungkin mereka sudah booking jauh hari ya. Jadi ternyata Bukit Gajah Bobok ini memang dikenal juga sebagai salah tempat camping di Berastagi sekitarnya.
“Kakak ni kumpulan fotografer, ke?” Seorang perempuan muda tersenyum pada saya. Oh dia orang Malaysia, batin saya. Dia dan dua temannya yang tendanya paling depan menghadap sunrise, tempat saya memancangkan tripod.
“Iya.”
“Ini, foto-foto macam ni, dijual ke?”
Lalu saya jawab, sebagian dari kita memang hobi foto, tapi sebagian foto juga kami jual. Tak lama kemudian dia menanyakan akun Instagram saya @kakzizy, untuk di-follow. Eniwei, maafkan untuk penulisan dialog Malay yang kurang pas, ya.
Baca juga: Cara Memotret Tetap Fokus Tanpa Tripod
Dan ketika fajar tiba, di situlah terpampang nyata lukisan dari Sang Pencipta. Cahaya keemasan yang begitu indah menyirami bukit-bukit berbaris di sana.. Aaah…. Betapa indahnya Danau Toba kita ini, danau terbesar se-Asia Tenggara. Inilah kenapa banyak orang mengatakan travel is to live. Karena travel keep you sane and happy. Menyegarkan pikiran, menjadi kembali waras.
Berada di atas bukit ini, sejauh mata memandang rasanya ingin menelisik ada apa di balik sana. Begitu pun kalian bisa melihat resort yang terkenal Simalem di kejauhan dari sisi ini. Ternyata kalau dilihat dari bukit ini, terlihat betapa komplek bangunan yang mempesona itu begitu kecil berdiri di atas bukit dan tebing di sekitarnya.
Baca juga: Karena Taman Simalem Terlalu Indah untuk Tak Disinggahi
Menurut saya pribadi, berwisata ke tempat ini untuk kemping bersama teman-teman tidaklah rugi. Dengan semua keindahan yang dimiliki, Bukit Gajah Bobok memang layak sekali jadi tempat destinasi wisata dan camping. Aksesnya relatif mudah, dan yang pasti pemandangan yang sanggup mempesona mata dan menyegarkan pikiran, maka jadikanlah bukit ini sebagai salah satu bucket list traveling.
Kelebihan berwisata di Bukit Gajah Bobok:
- Pemandangan sunrise sungguh luar biasa dan tak tergantikan
- Kesejukan udaranya yang sangat alami
- Biaya retribusi masih murah
Kekurangan berwisata di Bukit Gajah Bobok:
- Fasilitas umum seadanya (kamar mandi dan air terbatas)
- Warung makanan dan minuman yang terbatas so kalau mau camping atau piknik bawa bekal sendiri yang cukup
- Mulai banyak sampah dari para pelancong yang camping di sana
Baca juga:
1. Indahnya Danau Toba Terasa Sampai Hati – Sunrise di Tele Terlalu Indah
2. Indahnya Danau Toba Terasa Sampai Hati – Bukit Holbung Samosir
3. Cerita Kampung Kanibal Huta Siallagan
Salam saya,
ZD
Pingback: 10 Fakta Tentang Bukit Gajah Bobok, Tanah Karo | Life and Travel Journal
Pingback: Kamus Bahasa Medan yang Perlu Kalian Tahu | Life & Travel Journal Blogger Indonesia