Malam itu di akhir bulan Januari tahun ini, hari Jumat pukul tujuh, saya tiba di gerai ayam goreng paling enak se Indonesia di Gelael, Tebet. Turun dari taxi online, dengan menenteng koper merah kecil, dan backpack kamera saya naik ke lantai dua.
Saya disambut oleh Yud, yang langsung membagikan makan malam buat peserta, yaitu burger ayam dan botol minum. Well, karena perjalanan akan cukup jauh (sebenarnya cuma beberapa jam sih) saya memilih menyimpannya untuk nanti. Tak ingin nanti kebelet di jalan, dan harus mampir ke rest area.
Kali ini saya akan pergi photo trip ke Majalengka, bersama komunitas lain yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Yang saya kenal cuma salah satu leader photo tripnya (temannya si Mas Yud itu), itu juga baru kenal nama saja karena saling komen dan follow di Instagram. Pada dasarnya semua muka baru dilihat langsung hari itu.
Untuk menyegarkan bagi yang kangen traveling, boleh membaca beberapa cerita perjalanan saya di Danau Toba berikut ini:
-
Indahnya Danau Toba Terasa Sampai Hati – Sunset di Bukit Indah Simarjarunjung
-
Indahnya Danau Toba Terasa Sampai Hati – Menyegarkan Pikiran di Bukit Gajah Bobok
Saya lihat Yud menggeser kursinya, biar duduk dekat saya. Ya mungkin karena saya ini member baru, mungkin dia tak enak ya kalau saya tidak diajak bicara. Padahal saya sih gak masalah, nanti kan pasti akan ngeblend juga.
Tak lama peserta-peserta lain muncul, dan ternyata sebagian besar memang member tetap. Jadi yang benar-benar orang baru itu cuma saya dan ada satu cewek kelihatan lebih muda dari kita semua. Saat dia datang, dia menenteng tas sport besar, lalu terhenyak begitu melihat koper saya.
“Yahhh tahu gitu tadi aku bawa koper.” Dia mengeluh.
Haha… saya memang tak pernah mau bawa backpack, meski hanya pergi sehari dua hari. Kalau pergi photo trip, kita kan pasti jalannya pakai mobil, jadi pasti ada bagasi untuk itu. Dan koper saya pastinya memang kecil, dan buat saya jauh lebih praktis dan rapi kalau bawa koper. Punggung sudah cukup dengan backpack, maka jangan lagi membebani hidup dengan tas sandang berisi pakaian, ya toh?!
Terakhir, seorang ibu-ibu juga datang. Karena dia merokok, saya bergeser masuk ke dalam. Tapi saya suka dengan ibu satu itu, dia selalu tanya dulu kalau mau merokok. Kalau memang terganggu, dia akan pindah tempat.
Kami pun jalan sekitar jam 9 malam. Naik Elf menuju Majalengka.
Nah, di sebelah saya itu dua perempuan, satunya Mbak Jen yang kelihatan usianya di atas saya, dan satu lagi si cewek muda tadi, saya lupa pula namanya.
Sepanjang jalan saya dengar keduanya tetap gak mau kalah ngobrol, asli saya mau ngakak. Kalau saya ingat-ingat lagi, Mbak Jen sih bilangnya santai aja, seperti aku ini cuma cerita ya nah tapi yang satu lagi tetap gak mau kalah, terus saya menceritakan kalau dia itu sebenarnya mau pool party sama temannya malam ini, tapi gak jadi. Lalu Mbak Jen kan bilang kalau dulu waktu muda dia itu model catwalk (dan saya percayalah kalau melihat posturnya), nah si cewek itu menjawab, “Oh kalau sekarang aku tuh yang milih-milih model. Kalau aku gak suka, ya aku gak lolosin buat ke bosku.”
Saya diam saja di sebelahnya. Gak mau ah ikutan gak mau kalah, gak ada gunanya juga. Saya besarkan saja music di telinga biar gak dengar mereka.
Perjalanan ke Majalengka ditempuh kurang lebih tiga jam. Sempat mengalami ban bocor di tol lho, duh sempat deg-degan. Untungnya cepat diperbaiki jadi kami bisa jalan lagi.
Tiba di hotel jelang jam dua belas malam, saya langsung istirahat karena esok harinya kami mau langsung ke kebun bawang. Saya sekamar dengan Lin, dan kami ternyata punya concern yang sama tentang cewek muda di sebelah Mbak Jen tadi. Lin kan duduk di baris di belakang kami, makanya dia bisa mendengar jelas perdebatan tak mau kalah selama di mobil itu. LOL.
Pagi harinya, bangun menjelang subuh, semua fotografer bersiap. Saya tidak mandi, dong pastinya. Pulangnya aja nanti baru mandi, karena pasti kaki dan celana bakal kena lumpur, soalnya memang cuaca cukup mendung.
Kami dibawa Fik dan Yud menuju lokasi baru yang katanya lokasi baru (saat itu). Cuaca masih gelap, dan mendadak hujan deras disertai angin. Saya menyimpan kembali kamera, bermaksud menunggu saja sampai hujan reda.
Terlihat raut cemas di wajah dua leader photo trip kami. Saya tahu arti raut itu. “Duh kalau sampai pelanggan gak mau moto jangan-jangan kecewa nih karena cuaca sembleb. Bisa-bisa next trip gak bakal ikutan lagi.”
Padahal kan sebenarnya, prinsip saya itu, kalau memang lagi gak ada yang bisa difoto untuk apa dipaksa. Itu cuaca masih gelap banget, awan bergayut di atas sana, ada hujan. Ya kalau cuaca tidak mendukung kan gak usah dipaksa. Memang kalau memotret landscape begitu, kadang pas di lokasi cuaca tak bersahabat.
Indahnya Terasering Panyaweuyan
Tapi tak lama cuaca mulai membaik, meski tak ada warna keemasan matahari tapi tetap indah, lho! Asli saya gak pernah menyangka kebun bawang bisa se-emejing ini. Hamparan kebun bawang dari kejauhan, begitu rapi dan simetris, dipandang dari sudut mana pun tetap indah!
Yang agak kurang dari tempat wisata ini cuma toiletnya, masih sekadar saja. Jadi saya sih memang bertahan tidak banyak minum supaya tidak harus ke toilet. Kemudian yang kurang juga mereka tidak menjual kopi hitam pahit. Semua yang dijual sudah sachet-an, yang mixed dengan gula.
Pagi itu sampai sekitar jam 9 kami mengelilingi beberapa spot yang jujur aja jalurnya cukup ngeri saat dilewati mobil elf kami. Asli deg-degan, itu jalannya sempit! Driver kami ini, masa muter mobil di perbukitan itu, maju dikit mundur dikit maju dikit mundur dikit, sambil teriak, “Ojo panik! Ojo panik!”
Mungkin banyak yang heran, ada apa dengan kebun bawang, kenapa harus dikunjungi. Yah, saya pun heran kenapa harus dikunjungi ya, hahah…
Tapi inti dari perjalanan photo trip ini adalah untuk mengecas jiwa. Saya harus memotret, harus bertemu banyak orang baru, berkenalan dengan mereka, mungkin sedikit julid (kalau terpaksa), biar hati dan pikiran fresh.
Bayangkan saja, siapa yang bisa menyangka bahwa kebun bawang bisa menjadi tempat wisata favorit? Tentu saja kalau mau ke sana, jangan asal turun ke bawah dan menginjak-injak kebun lho ya. Kalau ada alay yang begitu, siap-siap disambit sama para tukang foto.
Dua malam dua hari Majalengka, meski katanya hanya memotret kebun bawang tapi sungguh buat saya itu berkesan. Semua perjalanan pasti akan ada cerita, tentang siapa yang paling heboh, siapa yang paling helpfull, siapa yang suka menyenangkan orang lain, atau siapa yang selalu ingin jadi yang ter-ter-ter.
Ada dong peserta, Om Hend, yang saya taksir usianya mungkin tak jauh beda dengan bapak saya, kita baru aja mau pindah lokasi, eh beliau udah posting dong di Instagram. Gilingan, cepet amat Pak.
“Aku gak tahan, terlalu bagus soalnya. Ini di handphone sudah siap-siap upload nih.” Dia menggoda kami semua. LOL.
Saking seriusnya si Om Hend, beliau bawa dua gear, katanya biar gak repot ganti lensa. Beliau adalah peserta terfavorit kami, soalnya sudah usia di atas 60 tahun tapi masih semangat jalan menekuni hobi, dengan anak-anak muda pula. Bapak ini sangat humble, meski (akhirnya kita tahu) beliau direktur perusahaan konsultan.
Inilah enaknya solo traveling, meskipun solo-nya bukan benar-benar jalan sendirian, tapi di perjalanan ini saya dapat banyak teman baru, banyak dapat ilmu juga.
So, kapan kalian main ke Kebun Bawang Majalengka?
Salam,
-ZD-
Pingback: 7 Hal Yang Perlu Dilakukan Saat Merencanakan Traveling Bareng Teman-Teman | Life and Travel Journal
Tapi saya suka kalau pergi sama rombongan fotografer, Mbak. Foto-foto narsis jadi bagus karena difotoin orang-orang yang bener-bener jago motret. 😀
Hahah gitu yaa…
Tapi kita yg jalan ini landscaper sih Mas, jadi gak mau motoin orang kecuali terpaksa. Tapi saya juga sering jadi model, foto sendiri… LOL.
saya dulu juga sering ikut open trip gini. ngga foto, sih, tapi mirip lah. menyenangkan bisa bertemu orang baru dan berkunjung ke tempat baru dengan biaya murah karena kolektif.. begitu juga dengan diving. kadang pas kita udah sampe di lokasi, ternyata cuaca tidak mendukung, atau ada arus berbahaya sehingga kami harus menunda atau mencari lokasi diving lainnya.. soal gosip dan peserta ter-ter, akan selalu ada dan itu yang bikin perjalanan berkesan..
Bener…
Serunya pergi seperti itu jadi dapat banyak pengalaman, banyak cerita….