Kualitas Pertemanan

Sedang mencari pendapat saja nih.
Saya punya seorang teman dekat, yang tiba-tiba terasa begitu langsung jadi jauh setelah dia menikah.

Teman saya ini, hanya muncul sesekali. Dan  biasanya kemunculannya itu berkaitan dengan “butuh sesuatu”, misalnya menawarkan MLM, menawarkan beli panci buy 2 get 3, atau seperti kemarin karena dia butuh salon untuk make up pas mo merit, barulah dia menghubungi seorang dari kami. Kami sih sudah biasa saja menghadapinya, lalu kalau begitu mulai deh saling ledek-ledekan, misalnya ah itu kan sahabatmu, itu kan kawan dekatmu, padahl jelas dia itu kawan dekat kami semua hahhaaa…

Tapi lebih sering kami sadar bahwa berteman memang begitu, tidak bisa menuntut lebih, karena berteman memang tidak boleh egois. Apalagi kalau teman sudah punya kehidupan sendiri, kita kan tidak tahu seperti apa komitmennya dengan pasangannya. Harus kita hargailah.

Dan saya juga sadar bahwa memang ada tipe orang yang begitu, saat dia bertemu dengan seseorang yang kemudian menjadi pacarnya, dia akan tiba-tiba menghilang tak ada kabar, lalu tiba-tiba ketika mereka putus, baru dia datang untuk curhat karena kesepian tidak punya teman. Oke, oke kalau itu saya masih bisa ngerti deh walau kadang sebel juga. Ya habis, giliran putus baru deh dia ingat teman, coba kemarin pas lagi kasmaran. Sebulan sekali nge-buzz YM aja belum tentu. Tapi bukankah memang itu salah satu fungsi seorang sahabat? Menjadi keranjang curhat. Walaupun kadang sisi manusiawi ini mengeluh juga, kenapa sih giliran lagi ada perlunya aja baru calling-calling? Begitu.

Dan lebih kurang sebulan yang lalu, teman saya itu nge-buzz YM saya, let say saat itu kami sudah tidak bertemu dua bulan lebih sejak dia merit. Isi YM nya mengomentari foto di YM saya : “Wah, si Sasa udah besar ya Sy… cantik banget dia sekarang.”

Helloowww! Sejak kapan anak saya namanya jadi Sasa? Saya balas ym nya : “Kok Sasa sih? Itu kan Vaya? Kok bisa kau lupa nama anakku.” Dan tidak ada reply. Saya tahu dia malu karena sudah salah sebut nama. Buset dah, katanya saya ini sahabat terbaiknya, katanya dia tidak peduli biarpun teman yang lain tidak datang ke kawinannya, yang penting saya harus datang. Dan memang saya datang ke acara pemberkatannya, ya apalagi sih yang bisa membuat seorang sahabat senang di hari bahagianya kalau bukan kehadiran keluarga dan sahabatnya? Tapi, seorang sahabat bisa lupa nama anak saya? Padahal sempat beberapa kali kongkow bareng ramai-ramai dengan anak saya juga. Hahahaa… Ah mungkin dia lagi banyak pikiran, biarlah. Dan dia pun kembali menghilang. Kalau kami bilang sih, itu sudah biasa. Jangan harap dia akan sering-sering membalas ym or bbm, jadi harap maklum kalau gak pengen jengkel sendiri. 😀

Sampai seminggu kemudian tiba-tiba dia dia nge-buzz saya. Tidak ada pembicaraan soal “salah sebut nama anak”. Kali ini dia nge-buzz saya karena mau mengajak saya barengan beli panci biar harganya bisa jatuh lebih murah. Wakakakaa…. Ohhh ya sudahlah, terima nasib saja. Mau bilang apa lagi? Teman kan tidak boleh banyak menuntut. Tidak boleh egois.

Cuma ya jadi muncul pertanyaan itu : apa benar menikah berarti harus membatasi pergaulan? Terlepas dari siapa yang membatasi, apakah memang dia sendiri yang mau membatasi atau karena dilarang, entahlah. Ya kita juga pasti tahu dirilah mana pergaulan yang pantas atau tidak pantas lagi saat sudah berkeluarga. Cuma, memang beberapa teman ada yang terlihat jadi “susah bergaul” sejak dia menikah, dan itu sedikit banyak mengganggu hubungannya dengan para sahabat. Tentu orang gak kepengen hanya dihubungi saaat ada perlunya saja kan?

Kalau saya sih kayaknya biasa saja, saya sudah tanya ke teman-teman saya apakah menurut mereka saya berubah sejak saya merit? Katanya sih tidak (mudah-mudahan saja gak bohong mereka hehee). Toh kita masih mengobrol seperti biasa meski jarak memisahkan (halaaahh…), dan kami juga menyempatkan diri saling bertemu saat ada kesempatan. Sudah sama-sama sibuk jadi kami lebih mengutamakan kualitas sebuah pertemanan daripada kuantitasnya. Walaupun selalu ada rasa rindu juga untuk sering-sering berkumpul.

Teman-teman sendiri bagaimana? Masih rajin kontak dengan teman-teman lama atau sudah lupa sama mereka karena dapat teman baru? 🙂

Sharing is Caring

Share this Post



This entry was posted in Opini. Bookmark the permalink.

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

137 thoughts on “Kualitas Pertemanan

  1. trus.. jadi, barengan beli pancinya ? klo aku ogah zee… ! 🙂

    klo tadinya memang ga akrab banget, mkin bisa ‘biasa2’ aja pas dia menghilang…tp klo tadinya dianggap sebagai sahabat terdekat.. wew.. agak gimanaa gitu..palagi mpe salah sebut nama anak.. ngubungi kita lagi pas butuh saja ? ah.. pasti ada rasa sebel… manusiawi lah..

    memang ada beberapa orang yang setelah menikah jadi agak ‘terkekang’, mkin karena punya kehidupan baru yang lebih menyita perhatian dia, atau mkin krn suaminya membatasi pergaulan tp kalo sama sahabat dekat rasanya ga sampai segitunya deh.. aku dulu ga gitu zee…

    • Zizy

      aku sih g dibatasi sama suami, tp ya aku yg tau diri, jd tetap pada batasnya. tp ya at least kabar2i lewat ym or bbm itu jg udah cukup lah…

  2. Tak dimungkiri bahwa pernikahan memang bisa mengubah pola hidup, termasuk gaya pertemanan. Jadi kita kadang memang harus mahfum, meski tak setuju. Barangkali bagian dari rona kehidupan mbak…

  3. Di ahkir ceritanya lucu banget , si teman tiba2 ngebuzz ngajak beli panci .. tuh khan , si teman lagi butuh ..ahahaha..

    salam kenal Zee

  4. memang manusiawi sih sis, aku punya temen yang sejak merit gak mau kita tau rumahnya ntah kenapa, padahal sebelumnya paling deket, dicari akun fbnya pun gak ada deh

  5. ok

    aku sendiri jga punya teman yg seperti itu, hanya datang saat ada perlu/butuh kadang jadi sebel tapi ya sudahlah akhirnya akupun menyerah dan membiarkannya mungkin itu emang sifatnya 😛

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *