Like Mommy Like Daughter

Setiap kali saya mengganti profile picture BB saya dengan gambar anak saya yang centil, selalu saja suka ada komen yang masuk dari teman-teman di friend list. Ada yang memuji gaya centilnya Vay, ada pula yang kekeh melihat polahnya di foto itu. Saya pikir, jangankan mereka, bahkan saya sebagai emaknya saja pun masih sering takjub dengan perkembangan anak saya.

Kayak kemarin sore waktu saya mengganti profile picture dengan foto Vay yang sedikit mendongak, langsung deh masuk komentar dari Lya, teman dekat saya waktu SMA. Dia bilang, “Gile anak lu itu… elu banget ya, bu. Narsis kayak emaknya.” Padahal kapan pulak aku narsis hahah.. Bisa aja kaw Ly. Setelah itu kami pun mengobrol sebentar. Saya cerita pada Lya kalau si Vay ini sudah kelihatan suka menari dan bernyanyi. Lalu Lya kasih komentar lagi, ya memang elu bangetlah. Saya bilang, dikitlah. Apanya yang dikit? Banyaakk kaleee…. kata Lya lagi. 😀

Setelah chit-chat yang sebentar itu, saya mikir. Benarkah demikian? Lalu ingatan saya mundur sebentar ke masa-masa SMP-SMA, waktu saya masih sering ikut menari di sekolah. Dan ingatan itu semakin mundur dan munduuurrr…. jauuuhhh ke masa-masa saya masih kanak-kanak di Biak. It means, seperempat abad yang lalu. 🙂

Here We Go..

Biak adalah kota karang kecil. Seingat saya, waktu saya masih tinggal di sana, jumlah mobil itu masih bisa dihitung. Bioskop cuma satu, yang punya orang India. Tidak banyak hiburan yang bisa diperoleh di kota kecil itu, hanya piknik ke pantai atau kumpul-kumpul arisan. Kadangkala ada juga sekali-sekali acara-acara lokal yang memang dibuat untuk menampung bakat dan kreativitas anak-anak, seperti menyanyi dan menari. Kalau sekolah-sekolah di Biak dulu rutin bikin kegiatan karnaval, dan saya selalu jadi suster :D, sementara abang saya berdandan jadi orang Irian asli dengan rumbai kain merah dan tifa. Saya kecil suka sekali menari. Saya tidak begitu ingat benar kapan saya mulai ikutan tari-tarian di sekolah, mungkin sejak kelas dua SD ‘kali ya. Fotonya masih ada tuh, foto anak perempuan kecil berkulit hitam dengan dress tari sederhana berwarna orange (jahitan tante saya) wakakakaka…. *tapi bukan foto pas lagi nari.

(*updated 01/02/11 : Saya baru tanya mami saya, katanya sejak TK saya sudah ikut menari di sekolah. Tarian Irian — tari tempurung — sambil goyang badan kuat-kuat. Mami saya cerita, pernah waktu lagi makan di restoran, dan restonya putar lagu, saya langsung minta turun dari kursi karena mau berjoget. Hahaha… )

Di depan rumah kami, tinggal keluarga Suryono. Bu Suryono termasuk ibu-ibu yang paling sering bikin acara di rumahnya, entah ulang tahun anaknya, atau arisan ibu-ibu. Anaknya, Dian adalah teman main saya — badannya bongsor sekali — dan sejak kecil dia memang sudah kelihatan suka mengatur teman-temannya membuat koreografi. Seingat saya Bu Suryono juga berjualan kue stik yang panjang-panjang itu, dan saya selalu terkagum-kagum kalau melihat Bu Suryono lagi memutar-mutar engkol pencetak kue sampai adonannya keluar. Kalau mami saya sih tidak pernah bikin kue begitu, mungkin karena tidak terbiasa. Mami saya bisanya bikin kue kering dan kue basah, dan kuenya enak-enak lho…

Nah lanjut. Biasanya kalau si Bu Suryono ini bikin acara kumpul-kumpul di rumahnya, suka ada acara-acara menyanyi dan menari buat ramai-ramai gitu, jadi para ibu tetangga pun berkumpul di rumahnya untuk melihat anak-anak mereka tampil.

Pernah satu kali saya harus tampil menyanyi dengan diiringi gitar. Lupa saya nyanyi lagu apa waktu itu. Yang mengiringi adalah adiknya Bu Suryono. Mami saya juga datang tentu saja, ada di depan sonolah.. duduk melantai dengan ibu-ibu lain. Sesaat setelah saya selesai tampil dan semua audience bertepuk tangan, saya lari ke mami saya dong. Lalu mami saya bilang, “Tadi menyanyinya su bagus, tapi goyang talalu kuat, jadi lagunya kurang jelas kedengaran.” Hahahaa… duh Mami, kan memang tidak gampang menyanyi sambil dance thooo…

Selain tampil di rumah-rumah kalau ada undangan ulang tahun, saya juga pernah tampil sekali menari dengan grup di acara Hari Guru. Percayalah, seorang teman saya perempuan, asli orang Irian dia bisa breakdance dan bikin gerakan berputar di lantai seperti si bocah Brandon itu. Jadi fenomena bocah-bocah hip-hop or street dance sudah ada sejak saya kecil, dan mereka tinggal di pulau kecil yang berada di ujung provinsi.

Selain menari ecek-ecek, saya juga suka menyanyi (ecek-ecek juga hehehe). Dulu saya dibelikan buku lagu-lagu daerah lengkap dengan not balok, dan yang mengajarkan nada-nadanya adalah papi saya. Yang lebih banyak saya hafal terutama lagu-lagu dari Maluku, Irian, dan lagu Batak. Lagu favorit saya adalah : Goro Gorone. Kalau sudah nyanyi lagu itu sambil diiringi gitar papi saya serasa sudah jadi penyanyi profesional saja… wakakakaka. Duh kalau ingat masa kecil dulu suka geli sendiri. Sayang aja saya besarnya di Medan, pernah ikutan sanggar tari tapi sanggar tarinya gak berkembang. Coba besar di Jakarta, mungkin bisa ikutan masuk sanggarnya GSP :D. *deuhh ngareeepp…

…………………

Ah. Ternyata benar. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya (kecuali kalau pohonnya kena angin puting beliung). Akhir tahun lalu waktu terima rapor sekolah si Vay, Miss-nya bilang, Vay paling suka singing and dancing. Lalu belakangan ini, setiap malam jam tujuh kurang, Vay sudah sigap menanti di depan TV, menunggu tayangan Boogie Beebies. Ini tayangan favoritnya, dancing and dancing! Susternya si Vay sampai terpingkal-pingkal melihat Vay berusaha meniru si presenter menggoyangkan pinggul. Saya ada di situ juga, ikut menari bersamanya, sekaligus membenarkan gerakannya kalau ada yang salah. *serasa pelatih professional banget ya hehehe… Eh tapi Vay sudah pernah perform lho sama teman-teman sekelasnya akhir tahun lalu, dancing di depan para orang tua. 🙂

*Updated : ini foto Vay lagi dancing di supermarket. Seperti biasa, susah memintanya menatap kamera, karena sudah kehebohan sendiri. 😀

Dancing Boogie Beebies

Lalu kalau sudah selesai dancing, dia akan ambil remote (pura-puranya itu Mic) lalu bernyanyi kuat-kuat – nadanya entah kemana-mana, secara artikulasi juga belum lancar – sambil goyang badan kuat-kuat. Langsung saya stop. Saya pun mengatakan hal yang kurang lebih sama padanya seperti waktu dulu mami saya bilang ke saya. “Vay… kalau nyanyi yang betul dong, jangan terlalu kuat dance-nya. Mami gak dengar Vaya nyanyi apa…” :D.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

70 thoughts on “Like Mommy Like Daughter

  1. els

    setidaknya adalah yang diambilnya dari ko kak.. daripada cuma dapat sakit pas ngelahirin ajah? hahahha
    kis kiss vay..

  2. saya dulu kecil juga suka nyanyi dan menari…sempet ikut les pula kak…
    sekrang sih uda ga kepake lg…
    tapi sekarang setelah baca postingan ini baru nyadar,,,azkiya juga suka menari dan menyanyi…turun dari…???
    entahlah kak…
    yang penting jiwa seni dan suka yg indah2 pasti menyenangkan untuk diperoleh ya kak…^^
    salam saya kak…

  3. Buah mangga gga akan jatuh jauh2 dari pohonnya. Lucu banget yah Vay. Beruntung deh punya anak mirip banget sama emaknya. Kalau aku lain lagi, tiap kali ada temen liat photo anak2ku, pasti deh mereka komentnya ‘kalah gen deh elo’, atau bulenya kok lekoh banget. Atau yg cowok sih suka lebih sadis lagi candanya, bilangnya ‘nyulik dimana tuh anak bule?”

    • Zizy

      Hehe.. Sifatnya aja yg mirip sama aku, Sil. Kalau wajah ya jauh, Vay mirip ayahnya. Dari warna kulit, paras, semua beda, jadi kalo ketemu teman2 pasti bilangnya kok beda, hehe..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *