Hanya Orang Bodoh Yang Hari Gini Masih Merokok

Mungkin sekitar setahun yang lalu, saat sedang jam istirahat di kantor (yang sebenarnya tidak ada jam istirahat dalam arti saya bisa menentukan sendiri kapan saya akan istirahat), saya ada di luar ruangan bersama beberapa rekan kerja. Di situ kalau gak salalah selain ada Al dan Raden. Mereka sedang sebat, alias merokok. Istilah sebat yang merupakan kependekan dari kata sebatang, maksudnya untuk menceritakan bahwa mereka mau merokok sebatang dululah.

Saya berdiri saja, tak jauh dari mereka. Kami sedang membahas sesuatu yang ringan. Lalu tiba-tiba Al seperti teringat sesuatu dan berkata. “Mbak, aku tuh mau tanya,” Al membuka suara, tapi kemudian dia berhenti. “Eh gak jadi deh?!”

“Kenapa? Mau tanya apa gue merokok atau tidak?” Tembak saya langsung. Al terkekeh dan mengiyakan, sementara Raden  hanya senyum saja. Saya pikir dia segan untuk nimbrung menimpali ibu bos yang sebaya dengan ibunya sendiri.

“Ok. Pertama, gue gak merokok. Kedua, suara gue memang udah dari lahir begini.” Saya tahu itu maksud dari pertanyaan Al tadi. Saya sendiri sudah pernah menerima pertanyaan seperti ini.

Sebenarnya suara saya tidaklah seberat suara perokok. Biasa saja menurut saya, mungkin sedikit alto, tapi dari lahir suara saya memang seperti ini. Saya ingat dengan cerita almarhumah Mami, katanya dulu ketika saya kecil sekitar umur dua tiga tahun, dan kami sedang mengontrak di sebuah rumah di dekat Ampera (saat itu papi saya lagi masa sekolah dinas dua tahun di IIP / IPDN), ada teman Papi yang datang ke rumah, dan ketika dia dengar saya berbicara, katanya, “Bah, Damanik .. ko pu anak perempuan, suara bas sekali.” Jadi saya maklum dengan orang yang penasaran dengan suara rendah saya. Dan saya juga maklum bila ada telemarketer yang salah panggil saya dengan “Pak” di sapaan pertama karena ragu dan grogi.

Saya benci dengan perokok yang tidak menjaga toleransi

Tapi, ya. Faktanya, saya tidak merokok, dan tidak tertarik untuk mencoba karena saya tahu tidak enak dan buang duit (bisa baca juga cerita saya mengenai rokok di sini), serta saya paling marah dan BENCI dengan orang yang tidak tahu aturan – merokok di tempat umum atau khususnya ruangan di mana jelas dia tidak boleh merokok.

Tidak ada rasa empati dan kepedulian pada orang lain. Padahal, perokok pasif juga menghadapi ancaman bahaya penyakit yang tak kalah serius. Menurut laman dari situs Kementerian Kesehatan, perokok pasif bisa terdampak penyakit-penyakit berikut ini: penyakit jantung, penyakit paru, kanker, gangguan kesuburan, termasuk bila perokok pasif adalah ibu hamil, bisa berdampak pada kehamilan yang menyebabkan gangguan pada perkembangan janin.

Bahkan perokok pasif justru lebih parah dampaknya dibandingkan perokok aktif. Ini dikarenakan seseorang yang merokok hanya sebagian kecil saja asap yang masuk ke tubuh dan paru-paru, dan sisa asap dihembuskan dan dibuang. Yang kemudian dihirup oleh perokok pasif. Bodat, gak tuh?

Berapa Jumlah Perokok Pasif di Indonesia?

Sudah tahu berapa data perokok pasif di Indonesia? Hasil survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey – GATS di tahun 2021 menunjukkan prevalensi perokok pasif tercatat ada 120 juta orang. Gila kan? Ternyata ada jutaan orang jadi korban karena sanksi yang cuma sekadar aturan, tidak pernah ada sanksi jelas bagi mereka yang merokok di tempat yang jelas-jelas ada larangan merokok.

Dan rata-rata para perokok aktif itu menghabiskan sekitar 300-400 ribu perbulan untuk merokok.

OK. Ini ada satu cerita lagi mengapa saya begitu tidak sukanya dengan rokok. Ketika lebaran kemarin kami pulang ke Medan, ada salah satu saudara kami bertandang ke rumah untuk berlebaran. Dia adalah sepupu saya yang entah kenapa memang belakangan ini kurang lancar rezekinya, tidak ada pekerjaan tetap, usaha agak mandek, tapi juga memiliki sangkutan yang belum dibayar. Sebelum pamit, dia bilang ke saya dia kehabisan uang dan minta uang ke saya (well, untuk ukuran orang setua dia dan setua saya rasanya salam tempel untuk orang dewasa bukanlah prioritas) dan saya berikan juga sedikit.

Eh keesokan harinya di lebaran kedua, dia datang (karena memang uwak dan saudara sepupu lainnya janji kumpul di rumah papi saya di lebaran kedua dan dia diminta datang lagi biar ketemu uwak di hari itu), dan saya lihat dia meletakkan bungkus rokok di meja. Dalam hati saya langsung marah. Kau katanya lagi susah, gak punya uang, kalau dikasih kenapa kau pakai untuk beli rokok?

Sebegitu candu dan pentingkah rokok dibanding makanan kebutuhan sehari-hari? Long story short, saya memutuskan untuk tidak lagi iba padanya.

Itu sebabnya saya selalu gampang marah bila ada orang dengan sengaja merokok tanpa permisi

Kalau di kantor, saya selalu berusaha duduk di tempat yang tidak terkena asap rokok hembusan orang. Saya juga selalu menolak bila diajak rapat di luar ruangan karena ada yang merokok. Silakan saja dia merokok dulu baru lanjut kita ngobrol. Saya juga marah dan cemberut kalau lihat abang saya dengan tidak sopannya merokok di depan papi saya. Saya juga tidak segan menegur dan selalu jengkel dengan ayah anak saya yang seenaknya saja menyesap Vape di rumah saya dan di depan anak saya. Saya tak peduli dengan alasan ini itu, tapi buat saya Vape tetap sama berbahayanya dengan rokok biasa karena Vape mengandung zat kimia berbahaya, hampir sama dengan dari rokok tembakau yang dibakar itu, seperti nikotin, asetaldehida, akrolein, propanal, formaldehida, logam berat, dan diasetil.

Silakan merokok di luar rumah, merokok di luar mobil, bahkan kalau bisa merokok di luar halaman. Oh iya saya masih ingat beberapa tahun lalu, saya kesal betul begitu menemukan puntung rokok bekas tukang berserakan di halaman. Di rumah ini bebas asap rokok eh kita pula harus bersihkan puntung rokok orang.

Saya juga langsung marah ketika kemarin model kami dengan santainya membakar rokok saat kami lagi beristirahat di satu spot dan saya ada pas di sebelahnya. Sebelumnya juga saya ingin menolak diajak duduk di luar bersama mereka (satu teman saya dan si model) saat kami menunggu di BK, karena saya sungguh-sungguh-sungguh tak ingin terpapar asap rokok. Tapi kan gak enak, kalau saya duduk di dalam kok kayaknya sombong gitu ya. Serba salah. Jadi begitu saya lihat dari dalam rokok dia sudah habis, baru saya keluar menemui mereka.

Perokok dewasa sering merasa bersalah hanya kalau mereka menghembuskan asap di depan anak kecil tapi tidak di depan orang dewasa lain yang tak merokok.

HARI GINI KOK MASIH MEROKOK

So, bila di sini perokok yang suatu saat melihat ada orang lain di sebelahnya yang cemberut atau menunjukkan wajah tak nyaman, tolong dihargai dan carilah tempat lain di mana Anda bisa merokok dan meracuni diri Anda sendiri.

Sharing is Caring
  • 1
    Share

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *