Secangkir teh susu: Jangan pernah berhenti berharap dan bermimpi karena suatu saat ada saja jalannya untuk memenuhi harapan itu.
**seperti janji saya, saya akan menceritakan trip ke Tokyo selama 6 hari kemarin. Semoga tidak bosan, ya!
Maka, ketika pertengahan Desember lalu, saya diberitahu bahwa saya akan jadi bagian dari team yang akan pergi training ke Tokyo, Jepang, dada langsung berdebar keras. Ke Jepang? Beneran, nih? Setelah sebelumnya saya hanya bisa terkagum-kagum campur iri melihat foto teman-teman yang berlibur ke Jepang, kali ini kesempatan itu pun datang pada saya. Langsung mengucap syukur di dalam hati.
Nah, sambil menunggu kepastian (visa dll) dari travel, saya cari info dulu ke teman yang baru ke Tokyo November lalu, juga tanya ke ayah Vay yang juga baru dinas ke Tokyo bulan Desember (gaya banget ya ayah si Vay itu, terus-terusan ke Jepang sendirian) mengenai cuaca. Juga googling untuk cari tahu cuaca di Januari akan se-drop apa. Info dari hasil googling, Januari ini suhu di Tokyo around 3 – 10 derajat Celcius, namun bisa drop sampai minus 4 atau lebih.
Teman saya bilang, longjohn harus bawa, juga bawa legging khusus winter, baru luarnya tinggal lapis jeans atau training.
Ayah Vay jauh lebih cuek sarannya. Sarannya, tidak usah bawa baju banyak-banyak. Kalau memang banyakan di dalam gedung, tidak pakai longjohn juga tidak masalah karena biasanya gedung pasang heater. Bawa baju dan sweater juga gak usah banyak-banyak, karena gak keringatan juga di sana. Yang penting bawa topi kupluk yang bisa menutup hingga telinga, syal atau penutup leher, sarung tangan, dan kaos kaki tentu saja. Lalu jaketnya harus yang gimana nih? Kata ayahnya pakai yang gembung-gembung itu, di Jepang semua pakai model begituan, katanya.
Teman saya juga bilang, cari semuanya di Uniqlo. Di situ ada semua. Maka saya pun berburu perlengkapan ke Uniqlo yang baru buka di Lotte. Beli t-shirt 2, celana jeans 1, celana kordurai 1, semuanya dari bahan heat tech, yang memang dirancang untuk suhu sampai dengan 5 derajat (kata pegawainya). Lalu beli jaket yang isinya dari bulu angsa — yang gembung-gembung itu lho — walau sebenarnya ragu, masa iya jaket seringan ini bisa melindungi tubuh dari hawa dingin. Bolak-balik nanya, ini sudah cukup belum ya, takut tiba-tiba di sana kedinginan. Komen ayahnya Vay, “Udeeehh… cukup itu. Itu jaket, canggih. Gak berat-beratin lagi, masuk mall tinggal dimasukin ke buntelannya, gantung di tas. “Kalau masih kedinginan?” “Ya, susah amat. Beli aja lagi nanti di sana. Banyak itu pasti.” Ih, tapi kan belum tentu dari bandara kita langsung ke Uniqlo. **dan memang benar sih, ternyata begitu sampai di Tokyo, mudah sekali menemukan segala macam jaket dan boots, secara memang musimnya kan. LOL.
Karena longjohn di Uniqlo habis, maka tiga hari sebelum keberangkatan, saya dan teman-teman pergi ke Pasar Pagi Mangga Dua. Beli longjohn, topi dan sarung tangan di sana. Penutup leher (yang sekaligus bisa jadi kupluk) dan kaos kaki, saya pinjam punya ayah Vay saja.
Berikutnya, cari sepatu boots agar udara dingin tidak masuk ke kaki. Karena saya kecil, boots tinggi-tinggi yang gaya artis itu jelas gak cocok buat saya. Saat mencoba di salah satu butik, saya menoleh ke mbaknya sambil berkata lemas, “Mbak, kok saya kayak polwan ya pakai sepatu ini.” Mbaknya diam sebentar lalu menjawab, “Emm… iya sih, Mbak. Oh, sebentar, saya ambil yang pasti cocok buat Mbak ya.” Dan dia kembali dengan boots yang tidak terlalu tinggi, namun modelnya kece. Ada kancing-kancing besi gitu, sesuai selera saya.
Kemudian obat-obatan. Mulai dari obat flu, obat sakit kepala, obat diare, sachetan tolak angin, minyak angin aromatherapy, semua langsung masuk kotak. Body lotion, lip balm, adalah yang terpenting, karena begitu kena udara dingin lima menit saja, tangan langsung keriput! Juga mie instan untuk cadangan makan tengah malam. Saos cabe botol juga. Masuk semua.
OK. Siap sudah. Saat kelar packing, koper besar saya hanya terisi sepertiga lebih saja. Saya benar-benar menerapkan saran dari ayah Vay, jangan bawa baju banyak-banyak. Guide tour mengingatkan pada peserta agar membawa perlengkapan di dalam tas kabin agar tiba di bandara Narita nanti bisa langsung buka tas kabin untuk pakai jaket dll, tapi kok ya ribet amat ya. Teman-teman bingung, mau bawa kabin atau gimana. Ah, saya sih tak mau repot. Dorong satu koper besar saja repot, masa harus dorong dua koper. Jadi saya hanya bawa satu backpack saja yang isinya: payung kecil, sikat gigi-odol, sweater, jaket, topi, syal, dan sarung tangan. Plus kamera yang berat itu. Cukup, kok. Poinnya memang terletak pada jaket bulu angsa yang ringan itu cuy!
Lalu pakai apa saat mau naik pesawat? Biasa saja sih. Kaos lengan panjang, sweater tipis, jeans heat tech, dan sepatu kets. Boots ditenteng dulu, soalnya kalau lewat mesin pemeriksaan pasti bunyi (karena ada besi-besinya itu), malas buka-buka boots.
Horeee! Tanggal 12 Januari tiba. Saatnya berangkat! Rombongan berkumpul di Cengkareng jam delapan malam, dan menunggu jam 23.30 untuk take off dengan Garuda. Pakai pesawat baru, Boeing 777-300 ER. Smooth.
Tunggu cerita selanjutnya ya!
naksir tampilan jaket hangat ringannya nih mbak…..