Belanja Majalah di Sabang

Saya sekarang punya kebiasaan baru, yaitu bawa oleh-oleh untuk Vay setiap pulang kerja. Awalnya tidak terpikir oleh saya soal oleh-oleh ini, tapi teman sebelah saya Elm, suka cerita tentang oleh-oleh yang dia bawa pulang untuk anaknya. Waktu itu saya tanya, kenapa harus dibiasakan bawa oleh-oleh? Gimana kalau mendadak tidak bisa bawa oleh-oleh? Saya pikir, ah betapa manjanya anak-anak kalau kita selalu membiasakan bawa oleh-oleh setiap hari.

Waktu itu Elm menjawab, tiap kali dia bawa oleh-oleh, anaknya itu pasti senang sekali. Karena kita ini ibu bekerja, tentu agar anak selalu merindukan kedatangan kita setiap sore, perlulah sedikit oleh-oleh untuk menghibur hatinya karena sudah ditinggal seharian. Apalagi kalau bundanya membawa oleh-oleh favoritnya, yang biasa diberikan Elm kalau anaknya hari itu jadi anak pintar. Entah makannya pintar, sekolahnya gak rewel, dst. Dan oleh-olehnya juga bisa apa saja, bisa DVD film, majalah, pinsil warna, atau bisa juga sekantong donat kentang.

Saat Makan Siang

Saat Makan Siang

Lagi ingin cerita tentang kegiatan saya.

Siang ini saya absen bawa bekal dari rumah. Sengaja. Soalnya sudah janjian sama beberapa teman mau lunch bareng. Tadinya sih mau ke Grand Indonesia (ah, GI lagi GI lagi…). Tapi hujan deras membatalkan rencana. Daripada kena macet, jadi kami memutuskan makan di Sabang saja. Makan masakan Manado.

Saya dan kedua teman saya ini, berteman sejak kami sama-sama masih berkantor di Medan. Chap, seorang dari kami sudah resign lalu diterima jadi PNS. Syukurlah lusa doi sudah masuk karantina prajab. Sungguh penantian yang cukup lama mengingat selama hampir enam bulan dia tidak menerima gaji, hehee…..

Mencaci Bangsa Sendiri?

Presiden Obama datang ke Jakarta. So?

Semalam, saat Presiden Obama dan Presiden SBY live di TV, ada kejadian dimana Presiden SBY ‘terselipet’ saat menjawab pertanyaan.

Banyak orang menghina dan mengejek Pak SBY yang katanya menjawab ‘lari dari jalur’ dikarenakan beliau tidak paham betul pertanyaan yang diajukan si wartawan itu dalam dialek Amerika yang kental. Begitu kata orang-orang di twitter. Hellow… perlukah cacian dan ejekan itu? Di twitter pula, yang bisa dibaca oleh bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.

Upacara Pelebon di Ubud

Upacara Pelebon di Ubud

Kemarin malam saya googling mau cari-cari tempat liburan yang asyik untuk traveling bersama keluarga. Tentu saja maunya di wilayah Indonesia saja, karena harus menyesuaikan dengan jatah cuti yang bisa diambil dan isi kantong. Selain itu, saya kan belum mengelilingi semua pulau-pulau di negara tercinta kita ini, jadi pengennya ya keliling Indonesia dulu, sekaligus menghidupkan pariwisata negara kita ini.

Ada dua pilihan sebenarnya, yaitu ke Yogyakarta atau ke Bali. Tapi karena Merapi belum sehat, nama Yogya pun dicoret. Kecewa sebenarnya karena saya ingin sekali ke Yogyakarta (baru sekali kesana waktu tamat SMA dulu).

Saat googling info-info pariwisata, saya ketemu dengan sebuah website, Indonesia.Travel. Jujur, pertama kali buka, karena saya lihat websitenya keren banget, saya pikir itu website milik swasta or milik perorangan. Eh ternyata website itu milik KemenBudPar. Hehee.. maaf lhoo.

Polisi Gopek

Sudah sering berurusan dengan polisi gopek? Atau belum pernah sama sekali? Tahu kan maksud saya? Polisi gopek adalah orang yang berjaga di U Turn atau persimpangan-persimpangan padat, kerjanya membantu mengatur lalu lintas kendaraan yang lewat, dengan harapan mendapat imbalan recehan. Kalau dulu sih, dikenal dengan istilah Pak Ogah, karena bayarannya ya cepek alias 100 perak. Bertahun-tahun kemudian, ketika cepek tidak lagi jadi recehan yang berarti (beli kerupuk saja gak dapat), imbalan pun naik menjadi lima ratus perak, atau gopek. Waktu pertama kali pindah ke Jakarta, saya melihat banyak sekali Polisi Gopek. Jalan besar, jalan sempit, jalan perumahan, pasti ada Polisi Gopek. Kecuali daerah Ring 1 tentu saja.

I’m On Pesta Blogger 2010

Akhirnya saya bisa datang juga ke Pesta Blogger. Kelamaan memang, hahahaa…. udah beberapa kali Pesta Blogger diadakan, ternyata saya — yang mengaku sebagai blogger — ini belum pernah datang sekalipun.

But untuk tahun ini, saya sudah berniat dari jauh-jauh hari kok untuk datang. Walaupun jujur saja, saya malas kalau harus daftar dulu, ambil tiket di pick-up point, dst dst. Maunya ya langsung datang ke tempat, beli tiket, masuk. Gitu.

Jangan Cubit Pipiku

Anak kecil dengan pipi chubby dan gembil memang menggemaskan. Rasanya ingin sekali mencubit pipinya. Seringkali kalau kita jalan ke pusat keramaian lalu melihat anak kecil dengan pipi bulat, hati dan tangan tidak tahan ingin menjawil pipinya.

Tapi pernahkah terpikir oleh kita bahwa anak-anak berpipi chubby itu sebenarnya tidak suka kalau pipinya dicubit? Mungkin kalau anak itu masih sangat kecil, dia diam saja dan tidak bisa “melawan” saat ada tangan iseng menjawil pipinya, tapi saat sudah mulai besar, biasanya anak-anak sudah mengerti dan mencari cara melindungi dirinya.

Sendawa

Siang tadi, sepulang dari Grand Indonesia, di dalam lift gedung SarJa, saya berdua dengan seorang ibu yang saya perkirakan usianya di atas 40 tahun. Rapi seperti layaknya pegawai kantoran. Kami sama-sama masuk dari B1, dia memencet tombol angka 1, dan saya ke lantai 6.

Sesaat sebelum lift tiba di lantai 1 dan pintu lift akan terbuka terbuka, tiba-tiba terdengar suara, “Eeeekkkk.” Ternyata ibu itu bersendawa dengan keras! Saya refleks mengerutkan kening dengan mimik : Haa? Apa gue gak salah dengar nih?! Saya pun menahan diri setengah mati untuk tidak menoleh padanya.

Kalau Orang Indonesia Masuk Hotel

Menginap di hotel berbintang punya cerita tersendiri. Harga yang dibayarkan untuk kamar dan isinya – termasuk minuman mineral sebagai komplimen – biasanya bikin orang yang menginap berpikir untuk memanfaatkan semua sepuas-puasnya alias “gak mau rugi”. Menurut saya, sikap gak mau rugi ini lebih sering ditunjukkan sama tamu-tamu orang Indonesia. Pokoknya kalau nginap di hotel berbintang — dan kebetulan hotelnya lagi ada promo ini itu sehingga rate kamar jadi lebih murah — terus orang Indonesia-nya banyak, sudah gak heran lagi kalau ketemu pemandangan yang akan saya ceritakan.

Cintaku Pada Batik

Dulu sekali, jamannya saya baru jadi pegawai, tidak pernah terbayang dalam pikiran saya bahwa saya akan mengenakan busana batik ke kantor. Apalagi terpikir untuk memakai batik dalam acara santai bersama keluarga dan teman.

Tidak heran sebenarnya, karena sampai beberapa tahun yang lalu batik masih dianggap sebagai busana yang kurang gaul. Dengan kata lain, busana batik dianggap hanya pantas bila dikenakan pada acara-acara tertentu dari semi formal hingga formal. Anak-anak muda kalau disuruh pakai batik pasti sungkan dan rikuh. Alasannya kunolah, gak gaullah, kayak orang tualah.