[soliloquy id=”7835″]
Dalam dua kali kunjungan terakhir ke kampung batik, yaitu saat mengunjungi worskhop maestro Art of Batik, Sapuan di Pekalongan, lalu mengunjungi Ayu Tri Handayani, seorang artisan difabel asal Solo, yang tertangkap oleh saya adalah bagaimana kedua orang itu sungguh berperan luar biasa di mata rantai para pembatik. Bila Sapuan sebagai seorang creator menyediakan workshop untuk para pembatik yang bekerja merealisasikan batik ciptaannya, maka Ayu mengambil bagian sebagai dari artisan yang berada di tengah-tengah rantai, untuk kemudian menghasilkan karya batik atas namanya.
Keduanya tentu punya satu tujuan yang sama selain tujuan mulia (membesarkan nama batik) yaitu demi kelangsungan hidup keluarga, dan rantai perbatikan itu sendiri.
Dalam kunjungan ke Cirebon weekend kemarin, saya dan rombongan berkunjung ke Kampung Batik Trusmi. Kami tiba di Sanggar Batik Katura sekitar jam sebelas pagi, demi melihat aktivitas para pembatik yang sedang melakukan proses pelilinan dan penembokan. Bau asap bakaran dan malam tercium. Khas.
“Ini kain siapa, Bu?” Menanyakan helaian kain batik yang tergantung.
“Oh, ini sudah pesanan orang.”ย
Selembar batik dengan gambar sebuah naga di tengah, serta dikelilingi oleh lukisan pepohonan dan bunga, jelas menggambarkan ciri khas batik Cirebon. Entah ya soal naganya, tapi lukisan pohon dan bunga merupakan salah satu ciri batik Cirebon.
Selembar batik lainnya yang menggantung terlihat menggambarkan ornamen-ornamen bernuansa keraton, yang mana ini juga salah satu motif yang menjadi ciri khas batik Cirebon, yaitu batik keraton.
Untuk harga helaian batik itu bervariasi tentu saja. Dari ratusan ribu hingga jutaan. Tapi bagi yang ingin membeli oleh-oleh batik cap yang sudah jadi baju atau celana, di dalam galeri juga dijual. Monggo kalau main ke kampung batik ini, dibeli ya hasil karya para pembatik ini.
Kami menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam, mulai dari belajar membatik, foto-foto, belanja, dan juga membuat kehebohan yang mengundang tawa para pembatik. Ternyata tak mudah lho menggunakan canting itu. Cairan panas yang terus menetes mengenai tangan — atau paha bagi yang pakai celana pendek — lumayan bikin teriak. Norak sih memang, maklumlah ya, namanya juga wisatawan, tahunya bikin heboh aja. Kita dikasih kain kecil ukuran segi empat untuk dipakai belajar mencanting, sama seperti yang dipegang seorang anak perempuan kecil yang sedang menemani bibinya membatik. Eh tapi si anak kecil itu santai saja, sudah mulai mahir, tidak kejatuhan malam kayak kita. LOL.
Keluar dari sana, beberapa dari kami menenteng belanjaan. Yeah, bukan beli batik yang jutaan rupiah itu sih hehee… tapi beli sehelai dua helai pakaian dari batik cap.
cantik ya batik-batiknya, harganya bisa sampe jutaan, kira2 kalo ada diskon bisa ga ya kesana? hahaha
emang batik tulis mihil bgt yo mb, smpe skrg mampunya beli batik cap hehe…kapan2 deh mudah2n bs beli batik tulis. Lg pengen motif batik papua mb, oke2 bgt motifnya, beda aja gt dr biasanya.
Batik tiap daerah memang ada ciri masing2 yg bikin jadi khas. Saya punya batik papua nih, tp belum dibikin apa-apa nih…
Sepertinya wisata batiknya seru sekali Mba, bukan cuma jalan2 tapi banyak melihat orang2 yang melestarikan budaya sekaligus meningkatkan kemampuan ekonomi orang2 yang dilibatkan ya. Pengen ikut jalan2 semacam ini ๐
Enaknya jalan-jalan adalah sekalian memperkaya hati.. . ^^)
Batik Cirebon yang terkenal adalah batik motif Mega Mendungnya.
yang lebik natural lagi adalah bikinya masih manual pakai tangan.
Bagaimana ya bikin batik manual pakai tangan.
Batik-batiknya keren-keren banget, fotonya juga sih ๐
Liat foto ngebatik jadi pengen nyoba ngebatik dan pengennya langsung bisa hehehe…
Kalau lagi ada pameran suka ada tuh kesempatan utk mencoba membatik…
pengen deh nyobain ngebatik juga ๐
siapa tahu nanti ada datang tuh pembatik ke sana Man…
eh kayaknya bagus juga ya batik dijadikan backdrop..
Unik sih kalau batik jadi backdrop, atau ya lukisan, seperti Batik Sapuan.