[Bali Trip] Mencari Sunrise di Pura Ulun Danu Bratan

Pura Ulun Danu Bratan

Pura Ulun Danu Bratan

Alarm di handphone berbunyi jam tiga lewat tiga puluh pagi. Mata rasanya masih ingin terpejam, tapi suara di kepala memaksa untuk bangun. Rencananya kan mau mengejar sunrise, toh? Vay masih tepar di sebelah, kecapekan karena malamnya kami tiba di hotel hampir jam sepuluh malam dari Uluwatu. (Ternyata Bali pun bisa macet parah)

Untungnya semalam semua persiapan sudah ready, jadi di pagi buta itu tidak terburu-buru. Satu ransel berisi kamera dan teman-temannya, satu ransel isi baju ganti, sweater dan cemilan kecil untuk Vay, charger handphone, power bank. Saya sudah kelar, saatnya membangunkan Nona Vay, yang bangun terseok-seok, tapi tidak rewel, soalnya sebelumnya kita memang sudah deal kalau maminya mau mengejar sunrise. Dan no worries karena bisa lanjut tidur di mobil nanti.

Pukul empat lima belas driver mengabarkan kalau dia akan tiba sepuluh menit lagi. Saya mulai uring-uringan, soalnya perjalanan ke Bedugul itu kan jauh ya. Cuma ya berusaha untuk sabar saja, tentu driver kita ini juga lelah dan istirahatnya kurang karena malam baru nganterin kita ke hotel terus dia baru pulang ke rumah, eh pagi buta udah jalan lagi jemput pelanggan.

Pura Ulun Danu Beratan ini terletak di kawasan Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali. Merupakan pura terbesar di Bali setelah Pura Besakih. Namanya merujuk pada lokasinya yang berada di tepi Danau Beratan. Berada di dataran tinggi Bedugul, sekitar 1.239 mdpl, sehingga mempunyai iklim yang sangat sejuk. Jadi kalau ke sini pagi buta seperti saya, wajib bawa jaket atau sweater ya! Dan untuk sampai ke sini dari Kuta, jarak tempuh normal itu satu setengah sampai dua jam.

Sejarah dibangunnya Pura Ulun Danu ini adalah untuk memuja Dewi Danu, di mana Danu dalam bahasa Bali berarti danau, sementara Dewi Danu adalah Dewi Air. Di dalam kompleks candi ini, ada empat bangunan suci dengan fungsi masing-masing. Pura Lingga dengan tinggi tiga tingkat adalah tempat pemujaan Dewa Siwa. Pura Puncak Mangu yang punya sebelas tingkat dibangun sebagai dedikasi kepada Dewa Wisnu. Pura Teratai Bang adalah candi utama, dan Pura Dalem Purwa dibangun untuk pemujaan kepada Sang Hyang Widhu. Yang terakhir ini juga jadi tempat berdoa mengharapkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kesuburan.

Kompleks candi di sini terdiri dari empat bangunan suci. Lingga Pura yang berdiri tiga tingkat tinggi, merupakan tempat pemujaan kepada Dewa Siwa. Pura Puncak Mangu berdiri 11 tingkat tinggi, dan dibangun dengan dedikasi kepada Dewa Wisnu. PuraTeratai Bang adalah candi utama, dan Pura Dalem Purwa dibangun dalam pemujaan kepada Sang Hyang Widhi. Candi terakhir ini juga merupakan tempat bagi mereka yang berdoa untuk kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.

Daerah sekitar candi ini diyakini telah menjadi tempat pemujaan dan pusat ritual keagamaan sejak zaman sebelum Masehi. Di sebelah kiri kuil terdapat sarkofagus (keranda dari batu) dan juga batu tulis yang bertanggal sekitar 500 SM. Keberadaan candi itu sendiri telah tercatat sejak tahun 1556. Pada tahun 1633, dibangun kembali oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Putu, dengan campuran gaya arsitektur Hindu dan Budha.

Perjalanan saya dari hotel ke tempat ini kami tempuh satu jam lebih lima belas menit karena driver kami ngebut plus jalanan juga masih sepi. Memasuki area Bedugul, mulai terasa dingin, sementara cuaca tetap mendung, tak ada tanda-tanda matahari akan mengintip. Hiks.

Tiba di lokasi, langsung dong turun dan buru-buru bertanya ke seorang bapak yang sepertinya baru terjaga, di mana pintu masuk menuju lokasi pura yang ikonik itu. Soalnya udah mau terang, takut malah gak dapat apa-apa. Hahah, pintu loket aja belum buka, jadi ya gak bayar tiket masuk. Tapi si bapak kelihatan paham sih demi melihat saya yang membawa tripod.

Pertama masuk ke dalam dan bertemu gapura, agak bingung ke mana nih arahnya, mau belok ke mana gitu. Suasananya masih temaram, hanya ada cahaya lampu taman yang mendampingi kesunyian pagi itu. Ada pura yang dikunci, berarti itu memang tidak boleh dimasuki kecuali yang akan sembahyang, jadi hanya bisa menebak dan pakai feeling saja. Wong belum ada siapa-siapa gitu, lho.

(Hanya saya saja yang datang lebih pagi dari tukang sapu sepertinya hihihi…)

Dan akhirnya ketemu. Belok kiri lalu belok kanan, baru deh sampai dan bisa melihat Pura Lingga Petak yang sangat terkenal itu. Rasanya bagaimana saat pertama kali melihat pura cantik itu? Takjub! Sangat memukau. Selama ini cuma lihat foto-foto orang, dan lihat gambarnya di uang lima puluh ribuan saja, sekarang bisa melihat langsung. Hari itu, saya jadi satu-satunya orang yang menemani pura cantik ini terbangun dari tidur malamnya.

Pura Ulun Danu_0769

Tak lama lewat seorang bapak-bapak, sepertinya pegawai di situ. Kami saling mengucapkan salam, dan beliau berlalu setelah berkata, “Mataharinya malu-malu keluarnya.”

Dan memang demikian adanya. Sampai jam enam lewat, mendung tetap menggayut. Bahkan kemudian sempat turun gerimis. Jadi tak bisa dapat maksimal, terlebih belum punya filter kemarin itu. Selain saya, ada sepasang turis asal India yang juga baru datang untuk menikmati sunrise. Si perempuan cerita kalau besok mereka mau ke Lempuyang juga menikmati sunrise.

Meski tak bisa mendapatkan foto sunrise, tak apalah. Perjuangan untuk bisa sampai ke sini terbayar setelah melihat langsung Pura Ulun Danu ini. Di sudut sana juga ada gazebo, untuk duduk dan menikmati sejuknya udara. Burung-burung beterbangan riang, sambar menyambar. Tak peduli meski ada saya di dekatnya. This is something that you can’t see everyday kan…. 

Pura Ulun Danu_0784

(Coba ada warung kopi pagi-pagi begitu ya)

Oh iya, meski usia pura sudah tua, tapi kondisinya tetap baik dan juga bersih. Halamannya luas, terus juga juga taman bermain untuk anak di sini. Jam operasionalnya sendiri mulai jam 08.00 – 18.00. Di sini juga ada wisata air, mulai dari memancing hingga menyewa perahu untuk keliling-keliling danau dengan kedalaman dua puluhan meter ini.

Pura Ulun Danu_0780

Setelah cukup puas berkeliling, saya kembali ke mobil, ingin mengajak Vay turun ke pura. Eh ternyata si Nona masih pulas. Sudah pakai sweater pula, kedinginan ternyata. Ya sudah, biarlah dia beristirahat dulu. Biar nanti staminanya terjaga untuk jalan lagi seharian. Tapi begitu saya masuk dan duduk di dalam mobil (mau istirahat sebentar gitu), Vay terbangun dan bertanya, “Dapat Mi sunrisenya?” Sebelum kembali tidur. 🙂

Jadi, kalau ke Bali, ke tempat ini wajib banget. Wajib.

-ZD-

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

7 thoughts on “[Bali Trip] Mencari Sunrise di Pura Ulun Danu Bratan

  1. Pingback: Syarat dan Tips Liburan ke Bali Saat New Normal | Life & Travel Journal Blogger Indonesia

  2. Pingback: 1 Day Photo Trip ke Karang Songsong | | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik

  3. Pingback: 1 Day Photo Trip ke Karang Songsong | | BLOG-nya Zizy Damanik

  4. Pingback: [Bali Trip] Kepompong Emas di Bali Butterfly Park | | BLOG-nya Zizy Damanik

  5. Cantiknyaaa pura dini hari 🙂
    Saya ke Bali baru ke Klungkung aja Kak itu un karena kerjaan, pengin ke sana lagi termasuk ke pura ini.
    Kadang waktu yg gak pas ya Kak? Waktu di Belitung pun sama. Hujan terus.
    Tapi seru ini Kak pura nya benar2 cantik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *